Judul : Yang Kedua
Genre : Novel Romance
Penulis : Riawani Elyta
Penerbit : Bukune
Cetakan I : Maret 2012
Tebal : vi + 250 hlmn
ISBN : 602-220-040-7
Cinta
sejati tidak butuh orasi, tidak perlu proklamasi, tidak usah dipenuhi
deklamasi. Ia mengejawantah dalam laku, tanpa bingkai semu. Terurai
penuh kelembutan, diiringi ikhlasnya pengorbanan dan penerimaan. Bukan
hal yang mudah, namun bukan berarti ketiadaannya adalah hal lumrah.
Yang Kedua,
sebuah karya Riawani Elyta, menyorot sisi itu. Sebuah kisah cinta
dengan para pelaku yang memiliki karakter dan kondisi berlainan.
Berhadapan dengan perputaran realita hidup yang tiba-tiba melejit tanpa
disangka-sangka. Seorang perempuan biasa, dalam waktu singkat menjadi
luar biasa. Kariernya yang menanjak berbanding lurus dengan popularitas
yang terus melambung. Adalah Vienna, pemilik suara bening, yang
bintangnya terus bersinar sebagai penyanyi papan atas. Berawal dari
festival menyanyi di tingkat lokal yang berlanjut membawanya hingga ke
negeri jiran.
Dari festival itulah, Vienna bertemu dengan Dave, yang kemudian menjadi pasangan duetnya.
Vienna
yang pemalu merasa risi berpasangan dengan seorang pria. Namun Haris,
suaminya, tak henti memberi semangat dan dukungan. Sayangnya, seiring
perjalanan waktu, ternyata gelimang rupiah dalam bungkus kemewahan,
membawa Vienna pada masalah yang tidak diinginkan. Masalah yang dibuat
oleh Haris. Sementara kehadiran Dave yang simpatik membuat Vienna gamang
dan cemas akan rasa-nya, apalagi ketika Dave dengan gentle mengakui
perasaan cintanya. Meski Dave tetap menghormati ikatan pernikahan Vienna
dan tidak bermaksud menyingkirkan Haris.
Mungkin bila
mengacu pada nilai konservatif, pembaca tidak akan setuju seandainya
Vienna meninggalkan suaminya lalu berpaling kepada Dave. Itu bukan istri
yang terpuji, bukan? Namun dari lembar ke lembar, penulis menghadirkan
pergerakan suasana yang dinamis. Sehingga boleh jadi pembaca
mengharapkan sesuatu yang dramatis seperti pada novel karya Tere Liye
yang bertajuk “Senja Bersama Rosie”, saat suami tokoh utama meninggal
yang membuat terbuka kesempatan bagi si istri untuk menjalin cinta baru.
Tapi sangat mungkin pembaca pun berharap pulihnya kehidupan rumah
tangga Vienna, seperti pada awal mereka bersatu, di mana Haris bersedia
menerima kondisi Vienna yang mengalami infeksi rahim yang menyebabkan ia
tidak mungkin bisa hamil. Yang manakah yang ditempuh penulis untuk
menyudahi kisah ini dengan ending yang manis?
Seperti novel romance dari Bukune yang lainnya, cover Yang Kedua
tampil dalam nuansa romantis yang kental. Tak ketinggalan diksi yang
cantik khas Riawani Elyta. Maka alunan kisah ini begitu lembut dan
menghanyutkan. Konfliknya halus, tidak meledak-ledak apalagi nyinetron.
Jangan membandingkan novel ini dengan karya Riawani sebelumnya yang bertajuk Persona Non Grata atau Tarapuccino yang
memuat isu menarik yang membutuhkan riset, semisal: ilegal trading,
cyber crime, dan human trafficking. Dalam novel ini, dunia entertainment
yang diangkat melatari jalinan cerita. Penulis dengan fasih membeberkan
seluk-beluk dunia rekaman, show, promo tour, manajemen artis, dll.
Namun interaksi dengan artis lain, sekilas pun tidak tampak.
Kekhasan
Riawani yang suka dengan adegan melompat-lompat yang ciamik, tidak
ditemukan dalam novel ini. Kisah ini sederhana, namun memikat karena
keindahan sulaman kata-katanya. Kekuatan karakter tokoh utama cukup
terasa. Konsistensi karakter Vienna sebagai perempuan teguh tetap
konstan. Di sinilah tertangkap pesan bermakna dalam.
Dalam
hal setting, penulis seperti biasa, tetap mahir memainkannya. Kota
Batam dan Singapura, yang memang cukup akrab dengannya, tampil hidup
mewarnai cerita ini. Begitu pun properti pendukung tokoh, sangat detil
dijelaskan sehingga pembaca benar-benar memiliki gambaran utuh
tentangnya.
Pada akhirnya, pembaca akan mendapati
hakikat cinta sejati. Sebuah potret kehidupan Paman Dave hadir begitu
menghentak, menyadarkan jiwa. Ketulusan cinta yang menjadi nafas
kehidupan sang paman, menggambarkan episode keagungan cinta sejati.
Sehingga bagian yang tiba-tiba muncul ini, mengaburkan kesan tempelannya
karena pesan mulia yang terkandung di dalamnya.
Selamat menjalani cinta sejati..
“.. cinta tak lebih sekadar ucapan bibir selama kau tak mampu memperjuangkan apa pun.” (hlmn. 234)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar