Judul : Ping! A Message From Borneo
Penulis : Riawani Elyta dan Shabrina WS
Penerbit : Bentang Belia (PT Bentang Pustaka)
Tebal : 139 halaman
Cetakan : 2012
ISBN : 978-602-9397-17-8
Pilihan
tema fiksi remaja kian inovatif. Beberapa penulis melebarkan ide. Kisah
percintaan tidak sebatas model cinta monyet yang lanjah-lenjeh,
tapi dikemas dengan ide unik dengan penyampaian yang segar. Tema yang
akrab dengan dunia remaja: persahabatan, cita-cita, dunia sekolah, dll
kini hadir lebih beragam. Bahkan ada pula penulis yang mengangkat tema
serius, seperti isu lingkungan, go green, save the earth, dan
semacamnya.
Tema serius masih boleh dibilang jarang, karena tampaknya masih belum laku di pasaran. Acung jempol bagi para penulis yang concern
pada masalah-masalah serius nan penting itu. Adalah Riawani Elyta dan
Shabrina WS, dua dari sedikit penulis tersebut, dengan berani mengangkat
tema yang tidak biasa, yakni penyelamatan satwa langka.
Dikisahkan
tentang kiprah seorang remaja putri, mahasiswi tingkat satu, bernama
Molly, beserta sahabat bulenya Nick dan Andrea, berpetualang ke kawasan
Kalimantan, tepatnya Borneo Orang Utan Survival. Di sana mereka melihat
sendiri, fakta menyedihkan tentang pengrusakan keseimbangan alam.
Pembakaran hutan demi kepentingan pembukaan lahan sawit, telah
mengakibatkan satwa-satwa kehilangan tempat tinggal. Banyak orang utan
yang sengaja dilenyapkan, dengan rupa-rupa modus. Ada yang sengaja
diberi pisang beracun, ada yang ditembak lalu dikubur, ada pula yang
dijual secara illegal. Sehingga populasi orang utan menurun drastis.
Meski
mengusung tema serius, namun bumbu-bumbu percintaan khas remaja, tetap
hadir. Di Kalimantan, Molly berjumpa dengan sahabat kentalnya semasa SMA
yang kuliah di sana. Namanya Archie. Niat Archie untuk mengajak Molly
berjalan-jalan ke tempat-tempat indah di Kalimantan, ternyata bentrok
dengan jadwal kunjungan ke konservasi hutan buatan untuk perlindungan
orang utan. Lalu apakah Molly mengiyakan ajakan Archie, atau tetap pada
rencananya semula? Mengapa Archie bersikap tidak ramah pada Nick?
Cemburukah sebabnya? Akankah persahabatan Molly dan Archie berganti
status menjadi pasangan kekasih?
Selain petualangan
Molly, dalam novel ini dikisahkan pula tentang perjalanan seekor orang
utan yang masih kanak-kanak, bernama Ping. Ia kehilangan ibunya, yang
ditembak oleh orang-orang biadab, para pelaku penjualan satwa langka.
Setelah itu ia menemukan keluarga baru. Saudara yang hampir sebaya
bernama Jong, serta ibunya yang lembut dan penuh kasih sayang.
Selayaknya
kepada anak kandung, ibunya Jong banyak memberikan pelajaran
keterampilan hidup kepada Ping. Sehingga Ping merasa nyaman dan
terlindungi. Hatinya terobati.
Sayangnya hutan tempat
mereka tinggal sudah tidak lagi aman. Kembali mereka berhadapan dengan
para pemburu jahat. Apakah tragedi ditinggal ibu terulang lagi pada
Ping? Siapa sajakah yang selamat dalam kejadian berdarah tersebut?
Bagaimana nasib Ping dan Jong selanjutnya, tetapkah bersama ibunya?
Kisah
Molly dan Ping ini tidak berjalan sendiri-sendiri. Ada benang merah
yang dapat ditarik. Mungkin sudah dapat diterka, bahwa penelitian Molly
ke kawasan hutan Kalimantan tersebut akan mempertemukannya dengan Ping.
Pada bagian awal, agak terasa bosan mengikuti kisah ini, karena
pertemuan kedua titik antara tokoh manusia dan hewan, belum kunjung
tampak. Namun semakin ke dalam, kisah ini semakin menyihir. Tidak heran
bila Anda tidak ingin melepas novel ini sebelum mengkhatamkannya.
Tanpa mengecilkan arti penulis yang satu, namun penulis bagian fabel sungguh patut diberi standing applaus.
Dijamin Anda akan berdecak kagum pada keseriusannya melakukan riset
tentang orang utan. Betapa fasih penuturannya tentang kehidupan dan
kebiasaan hewan yang mirip manusia ini. Bagaimana mereka memilih bahan
untuk sarang, bagaimana trik-trik untuk mendapatkan madu dari sarang
lebah, bagaimana gerak-gerik saat berayun dan bergelayut, seperti apa
caranya mengungkapkan sayang, buah apa saja yang boleh dan tidak boleh
dimakan, serta banyak lagi seluk beluk mereka, bahkan hingga seperti apa
komunikasi antara suami dan istri orang utan, semuanya sangat gamblang
diceritakan. Namun riset yang serius itu, di tangan seorang Shabrina WS,
mampu disulap menjadi sebuah fiksi yang indah dengan pilihan diksi yang
menawan sehingga mewujud dalam kisah yang menyentuh.
Sementara
Riawani Elyta, yang selama ini berjaya pada genre dewasa, ternyata
cukup piawai dalam genre remaja. Dialog-dialognya segar, serta karakter
tokoh yang tidak lari dari pakem remaja. Namun jangan berharap ada
konflik yang seru dan tajam, karena kisah Molly cs ini cenderung
lurus-lurus saja. Tidak ada adegan menegangkan saat tersesat di hutan,
atau bagian mencekam saat mobil mogok di tengah jalan yang lengang kala
hujan deras, misalnya. Kisah dalam novel ini benar-benar fokus pada
permasalahan penyelamatan orang utan, kalaupun ada selingan, itu ringan
saja. Sayangnya, tidak diisyaratkan bagaimana caranya seorang remaja
dapat turut bergabung pada gerakan mulia tersebut. Mungkin bila ada
teman kuliah Molly yang juga tertarik, lalu dijelaskan langkah awal
untuk terjun di kegiatan itu, akan menjadi info yang sangat bagus untuk
para remaja, sebagai sasaran tembak dari novel ini. Bukan tidak mungkin,
pembaca ada yang tersentuh dan ingin bertindak nyata, namun tidak
mengetahui caranya.
Membincang novel ini, maka perlu
disebut juga penerbitnya yaitu Bentang Belia. Salut kepada penerbit
tersebut yang telah memilih novel ini sebagai juara satu pada lomba
menulis yang diselenggarakannya beberapa waktu lalu. Isu lingkungan
hidup yang sangat kental, misi untuk mengajak para remaja agar peduli
pada penyelematan satwa langka, merupakan idealisme yang harus dijunjung
tinggi. Tema krusial yang sudah saatnya menjadi perhatian para generasi
muda, perlu disosialisasikan seluas-luasnya. Dan, pasangan Riawani
Elyta-Shabrina WS, yang bahkan belum pernah saling bertemu muka ini,
telah menunjukkan cara cerdas melalui novel dengan terobosan yang
berani. Novel yang memadukan tokoh manusia dan tokoh hewan bersanding
manis, menjadi sebuah bacaan bermutu dengan kalimat-kalimat yang
bertenaga.
Jumlah halaman yang relatif tipis, diharapkan
membuat novel ini menarik, terutama bagi para remaja yang tidak terlalu
doyan membaca. Tidak dibutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan novel
ini, namun tentu efek yang dirasakan, semoga bisa bertahan lama. Mari
selamatkan lingkungan, amankan hutan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar