Rabu, 30 Oktober 2013

#FF2in1 NulisBuku.com

ENTERTAINER

Karin menghela napas. Sisa aroma tubuh Dave rasanya masih tertinggal. Adegan yang belum lama terjadi, masih membayang.

“Bukan begini maksudku, Dave..”

“Tidak ada lagi yang bisa dibicarakan, aku capek, Rin. Kau memang tidak bisa mengerti aku…”

Karin mendesah. Impiannya memiliki suami yang berkarir di bidang entertainer, memang terkabul. Tapi bukan seperti yang dilakukan Dave saat ini.

“Aku mencintai pekerjaan ini. Di sini passionku. Aku menikmatinya. Ijinkan aku pergi.”


Dave bergegas mengemasi peralatan kostum badutnya. Ia melangkah pergi.

#FF2in1 NulisBuku.com

DEMI MENJAUH DARIMU

Raka meninggikan kerah bajunya. Suhu dingin mulai menggigit. Barcelona bersiap memasuki musim dingin. 

Sebuah bangku taman dipilihnya untuk mulai mengerjakan tugas kuliahnya.

“Hey!”

Raka berpaling oleh sebuah tepukan di pundaknya.

“Gila! Ketemu di sini kita…”

Raka memeluk erat kawan-kawan kecilnya, Satria, Tomi, Devan.

Mereka terlibat pembicaraan ringan. Semacam kangen-kangenan.

“Lu tahu, si Tomi nekat belajar sampe ke sini demi ngelupain si Anne!”

“Anne? Yang dulu suka banget pake payung rumbai kayak putri-putri?”

Tawa berderai. Nostalgia masa lalu.

“Nggak juga lah. Gue emang niat mau belajar serius, bikin ortu bangga. Buat kesenangan gue juga dong, kalau sukses berprestasi di negeri orang.” Tomi sedikit berkelit.

Semua mengamini. Toss! Buat mengejar mimpi, meraih prestasi.

Saat matahari mulai meninggi, ketiganya pamit meninggalkan Raka sendiri.

Raka mendesah. Teringat dirinya pun yang berlari meninggalkan seseorang yang dicintainya.
Aku masih rindu padamu.. Aku masih sayang padamu..
Meski kini cintamu bukan aku..

Lamat-lamat cuplikan lagu “Mengejar Mimpi” dari Yovie & Nuno melintas di benak, dan sosok ‘dia’.. pemuda bernama Vino.

Selasa, 29 Oktober 2013

Kolaborasi Rasa 3C : Cinta, China, Chef

Judul Buku                :  First Time in Beijing
Penulis                        :  Riawani Elyta
Penerbit                      :  Bukune
Terbit                         :  Cetakan I, April 2013
Tebal Buku                :  x + 342 halaman

ISBN                           :  602-220-099-7

Cerita cinta tak pernah habis dibicarakan. Tema ini senantiasa mewarnai perjalanan fiksi. Dengan berbagai varian dan topping yang melengkapi. Pembaca tidak akan bosan mengikuti kisah romansa dalam novel-novel yang berbeda racikan namun sama-sama menyuguhkan menu utama, yaitu: cinta.
Novel “First Time in Beijing” adalah kisah cinta yang manis dengan mengusung konsep “Setiap Tempat Punya Cerita” yang digagas oleh penerbit Bukune. Berkisah tentang seorang gadis Indonesia yang terpaksa harus menginjakkan kaki di kota Beijing. Sebelumnya ia tinggal di Indonesia bersama ibunya, yang telah lama bercerai dengan ayahnya. Saat ibunya meninggal, ayahnya, yang asli orang Cina, memintanya untuk tinggal bersamanya.
Konflik mulai terasa saat Lisa, nama gadis itu, harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Lingkungan yang benar-benar baru, bahkan tak pernah terlintas di benaknya akan melanjutkan hidup di sana. Ayahnya seorang pemilik restoran, dan Lisa sangat diharapkan menjadi penerus usaha kulinernya itu. Sedangkan Lisa, sama sekali tidak bisa memasak, tiba-tiba dihadapkan pada beragam peralatan memasak dan bahan-bahan serta bumbu-bumbu masakan.
Seorang koki bernama Daniel, yang sangat membantu dan mendukung Lisa, ternyata jatuh hati kepadanya. Sementara itu, ada Alex, mahasiswa Indonesia yang memanfaatkan visanya yang belum berakhir, dengan menjadi tour guide freelance. Alex dan rombongan turisnya adalah langganan tetap restoran itu. Sikap Alex yang penuh perhatian namun terkesan acuh tak acuh, kadang menyiratkan seolah ia naksir Lisa. Dan, Lisa pun bingung dengan rasa-nya sendiri.
Daniel yang merasa ditolak Lisa kemudian pergi meninggalkan restoran. Pontang-panting Lisa menjalankan restoran tanpa dukungan Daniel. Kesehatan ayahnya memburuk, sehingga tidak bisa menangani restoran penuh waktu, membuat Lisa berjuang keras agar restoran tetap berjalan tak kehilangan pelanggan.
Bagaimana Lisa berjibaku dengan usaha kulinernya dan bermetaformosa menjadi seorang chef handal? Lalu kepada siapa hatinya berlabuh? Apakah ia pulang ke tanah air, ikut bersama Alex yang sudah selesai kuliah dan habis visanya? Ataukah ia setia menanti kembalinya Daniel? Penulis meramunya dengan sangat hati-hati demi menghasilkan hidangan berselera apik kepada pembaca.
Kota Beijing berhasil masuk ke dalam cerita dengan takaran yang pas. Detil kota, kondisi alam, hingga suasana Tahun Baru tampil cukup memikat. Tak ketinggalan, pembaca diajak berwisata ke Tembok Cina, lengkap dengan seluk beluk di dalamnya: jumlah menara, sekilas sejarahnya, danaunya, pintu masuknya, hingga jalan pintasnya. Aura Cina dikuatkan dengan ilustrasi yang menghiasi banyak halaman pada novel ini. Bentuk tepi pada sudut novel yang membulat memberi kesan hangat. Gambar cover pun cukup mewakili isi cerita, dengan pilihan warna bernuansa lembut yang menenangkan. Selain mendapat pembatas buku, ada pula bonus postcard yang unik untuk pembaca. Semua serba Cina.
Deskripsi tentang sebuah restoran cina dipaparkan dengan baik. Menampilkan kondisi riil dapur sebuah restoran cina. Lengkap dengan deskripsi pekerjaan seorang koki dan aneka menu yang disajikan berikut sifat-sifat bumbu masakan. Ditambah pula ilustrasi yang melengkapi.
Alur cerita berjalan dengan tempo lambat, namun jalan cerita tidak mudah ditebak. Pembaca mendapat kejutan yang tak terduga. Meski di bagian ending terasa agak terlalu mudah penyelesaiannya.
Novel ini pantas menjadi novel terpuji dari sisi bahasa. Bahasanya terpilih, namun ringan mengalir, mudah dicerna, dan santun. Pembaca pun dimanjakan dengan diksi yang menawan. Sehingga kisah cintanya menjadi kisah cinta yang manis, lembut, dan menyentuh. Membuat pembaca tersenyum, geregetan, sampai meneteskan air mata.
Menyelami kedalaman novel ini, akan ditemukan makna filosofi dari babak demi babak yang dilalui tokoh utama. Di dalamnya terdapat perjuangan tak kenal lelah dan kerja keras. Cukup inspiratif.


Minggu, 27 Oktober 2013

Perjalanan Kisah Seorang Tokoh Fenomenal


Judul Buku                  :  Ayah …
Penulis                         :  Irfan Hamka
Penerbit                       :  Republika Penerbit
Terbit                           :  Cetakan I, Mei 2013
Tebal Buku                  :  xxviii + 321 halaman
ISBN                           :  978-602-8997-71-3

Buya Hamka layak disebut sebagai tokoh fenomenal. Betapa tidak, beliau seorang cendekiawan yang tidak hanya diakui kehebatannya di tanah air, namun hingga ke manca negara, sementara pendidikan formal di tingkat dasar pun justru tak dikecapnya hingga tamat.

Adalah Irfan Hamka, putra kelima Buya Hamka, menuliskan kisah tentang ayahnya dalam buku setebal 320 halaman. Di dalamnya memuat perjalanan lengkap sepanjang masa kecil kecil penulis hingga berpulangnya Buya Hamka ke haribaan Ilahi. Penulis memaparkan Buya Hamka sebagai ayah, ulama, pejuang, sastrawan, budayawan, dan politisi.

Sebagai ayah, Buya Hamka adalah sosok yang tegas namun lembut. Beliau tidak pernah memukul. Namun sangat marah bila anaknya lalai dalam shalat dan mengaji. Nasehat yang diberikan sangat bijak, berupa uraian yang dialogis, bukan semata perintah yang berlaku saklek.

Pahit getir perjuangan semasa agresi Belanda ke-2 tahun 1948, mengawali tuturan penulis. Sebagai seorang 
pimpinan Front Pertahanan Nasional (FPN), Buya Hamka termasuk orang yang dicari Belanda untuk ditangkap (halaman 15). Demi menghindari Belanda, keluarga harus mengungsi. Mereka menempuh perjalanan panjang dan melelahkan, masuk keluar hutan, menyeberangi sungai berarus deras. Di bagian lain, dituturkan juga pengalaman menegangkan saat Buya Hamka dan putranya menghindari patroli Belanda. Bagaimana mereka sekian lama berendam dalam kubangan, menunggu Belanda lewat. Dan ketika keluar dari kubangan, tubuh mereka telah dipenuhi lintah-lintah yang mengisap darah (halaman 240).

Kegigihan Buya Hamka dalam menimba ilmu, sungguh patut dijadikan teladan. Meski tidak tamat sekolah umum maupun sekolah agama, beliau mengejar ketinggalannya dengan belajar sendiri. Kegemarannya membaca menjadi jalan pembuka baginya untuk melahap segala ilmu pengetahuan. Ketika berusia 13-14 tahun, Buya Hamka telah membaca pemikiran-pemikiran Djamaludin Al-Afgani, dan Muhammad Abduh dari Arab. Sedang dari dalam negeri, pemikiran-pemikiran HOS Tjokroaminoto, KH Mas Mansur, dll, telah dikenalnya pula. Bagaimana kemudian Buya Hamka dengan tekad membaja merantau ke Jawa hingga melanglangbuana ke Mekah demi menimba ilmu, dipaparkan lengkap. Dan akhirnya Buya Hamka mendapat gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, pada tahun 1959.

Lika-liku memulai jalan dakwah di tanah air, turut mewarnai perjalanan kisah Buya Hamka. Salah satu yang bisa dilihat adalah keberadaan Masjid Al-Azhar beserta lembaga pendidikannya.

Dalam politik, Buya Hamka turut berperan. Beliau tokoh besar Masyumi dan Muhammadiyah. Tulisan-tulisan beliau pun turut berbicara. Dan sebagai sastrawan non komunis, beliau menjadi sasaran serangan strategis. Koran komunis memberitakan bahwa karyanya yang berjudul “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” adalah hasil jiplakan. Kemudian Buya Hamka ditangkap atas tuduhan terlibat dalam komplotan yang berencana membunuh Presiden Soekarno. Beliau dipenjara selama 2 tahun 4 bulan tanpa diadili.

Betapa Buya Hamka seorang yang berjiwa besar dan pemaaf, diperlihatkan dalam hubungannya dengan para penentang yang membencinya. Tidak tersisa dendam dalam hatinya, beliau tulus memaafkan Presiden Soekarno, Mohamad Yamin, dan Pramudya Ananta Toer. Sebuah episode yang mengharukan dan menyentuh.

Di balik kesuksesan laki-laki, ada perempuan hebat di dalamnya. Demikian pun Buya Hamka. Melengkapi kisah dalam buku ini, penulis menceritakan pula bagaimana sepak terjang istri beliau, yang dipanggil Ummi. Menelusuri kisahnya, tergambar betapa Buya Hamka sangat mencintai dan membanggakan istrinya.


Dari babak demi babak kehidupan seorang Buya Hamka, terhampar berjuta hikmah dan teladan. Keikhlasan dan keteguhan dalam berjuang, menjadi pegangan kuat. Kecintaannya pada buku menjadikannya seorang yang berilmu dan berpandangan luas. Dan karya tulisnya mengabadi dengan tinta emas sebagai warisan tak ternilai.




Sabar, Sumber Kekuatan

Judul                            : Mukjizat Sabar
Penulis                         : Tallal Alie Turfe
Penerjemah                  :  Asep Saifullah
Penerbit                       : Penerbit Mizania – PT Mizan Pustaka
Terbit                          : Cetakan II, Juni, 2013
Jumlah Halaman          : 276 hlm
ISBN                           : 978-602-9255-60-7
Setiap orang yang tertimpa kemalangan atau ujian, hampir pasti akan mendapat ucapan: Sabar ya. Sebuah kata yang mudah diucapkan namun sungguh sulit diterapkan. Sesungguhnya, sabar itu menggerakkan seorang muslim untuk menjadi kuat, kuat imannya dan kuat akidahnya.

Dalam salah satu bagian dari bukunya, “Mukjizat Sabar”, Tallal Alie Turfe menjelaskan ikatan antara sabar dan iman. Dikatakan bahwa Imam ‘Ali r.a. mewasiatkan kepada kita untuk bersabar. Sebab, sabar selalu terikat dengan iman bagaikan kepala dengan tubuh. Sebagaimana tubuh tak bernyawa tanpa kepala, iman pun tak sempurna tanpa sabar. (halaman 52)

Lebih jauh Tallal Alie Turfi menjelaskan bahwa tameng sabar sesungguhnya terpendam dalam keimanan yang mendalam. Sedang pelaksanaannya sendiri selalu diselingi oleh ujian-ujian dari Allah, sebagaimana termaktub dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 214.

Buku “Mukjizat Sabar” ini mengupas lengkap tentang sabar. Diterjemahkan dari Al-Shabr fi Al-Islam dengan merujuk ke edisi bahasa Inggris, Patience in Islam. Memuat 7 bab yang terdiri dari: Sabar dalam Perspektif Islam, Sabar dan Akidah Islam, Sabar dalam Syariat Islam, Filsafat Sabar, Sabar dan Psikologi Sosial, Teladan-teladan Kesabaran, dan Kepemimpinan Islam: Teladan Kesabaran. Masing-masing bab mengurai dari berbagai aspek. Dilengkapi pula dengan bagan-bagan yang mendukung penjelasan dari masing-masing bab tersebut.

Teladan kesabaran yang diperlihatkan para nabi dan rasul, juga orang-orang shalih, menjadi penguat uraian dalam buku ini. Ada Kisah Nabi Ayyub, Nabi Ismail, Nabi Idris, Nabi Ya’qub, Nabi Daud, Nabi Dzulqifli, Khadijah binti Khuwailid, Fatimah AzZahra, Asiah, Maryam, Imam ‘Al Zainal Abidin, Imam Musa Al-Kazhim, Imam Hasan Al-Asy’ari.

Kata ‘sabar’ tersebar dalam banyak ayat Al-Quran pada berbagai surah. Keutamaan sabar, indikasi kesabaran, pahala sabar, kabar gembira bagi orang-orang yang sabar, dan hal-hal lain seputar sabar bisa dilihat pada bagian lampiran. Di sana dibeberkan terjemah ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan sabar. Tidak hanya memuat kata ‘sabar’ namun kata turunannya pun, disertakan pula, semisal: shabara, shabartum, ishbir, shabirah, dsb.

Selain penggunaan kata ‘sabar’dalam Al-Quran, pembaca disuguhkan juga dengan hadits-hadits tentang sabar dan pahalanya. Terlihat bahwa Rasulullah kerap menggunakan kata kiasan yang indah, termasuk saat menerangkan sabar, seperti dalam hadits ini: Seandainya sabar tidak diciptakan sebelum musibah, pastilah seorang mukmin akan hancur berkeping-keping karenanya, sebagamana telur remuk dihantam batu.

Maka sabar bukan berarti duduk diam, menunggu, tanpa aksi. Ia mewujud dalam gerak yang mengerahkan segala daya upaya. Semua terbingkai dalam kesabaran, baik itu sabar saat melakukan aksi, maupun sabar saat menanti hasil aksi yang dilakukan dengan didukung doa nan tak putus kepada Allah SWT.


Selain merujuk pada sesuatu yang bertajuk musibah atau cobaan, sabar juga dibutuhkan saat sesorang mengecap kenikmatan. Bagaimana ia mampu bersabar untuk bersyukur dan tidak terlena dalam gelimang nikmat dan anugerah yang didapat. Pada saat itulah seseorang tertempa menjadi kuat, kuat ketika diterpa duka dan kuat saat dihujani suka. Kekuatan tersebut bersumber dari kesabaran.  

#dimuat di nabawia.com


Rabu, 23 Oktober 2013

Karena Hidup Adalah Pilihan Rasa

Judul Buku                :  The Mocha Eyes
Penulis                        :  Aida MA
Penerbit                      :  Bentang Pustaka
Terbit                         :  Cetakan I, Mei 2013
Tebal Buku                :  x + 250 halaman
ISBN                           :  978-602-7888-32-6

Blurb:
Komposisi : Cinta, Kejujuran, Kelembutan, Perubahan, dan Moka
Cara penyajian : Tuangkan kejujuran, kelembutan, perubahan, dan moka ke dalam cangkir. Tambahkan 180cc air cinta, aduk, dan sajikan.
Kehadiranmu menjadi hal yang kutunggu
Kusesap kelembutanmu dengan senyuman, menafikan sedikit pahit karena ternyata terasa manis. Kamu dan aku seperti dua hal yang terlihat senada, tetapi berbeda. Karena aku justru menemukanmu dalam sepotong cinta.
Ya, menunggumu bersatu denganku, seperti mencari rasa cokelat dalam secangkir mochacino karena aku tak akan merasakan manis dalam setiap hal yang tergesa-gesa, kecuali semuanya tiba-tiba menghilang…

Review:
Perasaan manusia itu seperti cangkir, setiap saat diisi dengan berbagai macam hal. Kamu tidak akan merasakan bahagia, jika kamu membiarkan cangkirmu diisi penuh dengan sesuatu yang rasanya pahit. Rasa cangkirmu itu berdasarkan apa yang kamu pilih. (halaman 77)

Novel “The Mocha Eyes” merupakan rangkaian novel bertema “What’s Your Love Flavour” besutan Penerbit Bentang. Berkisah tentang seorang gadis bernama Muara, yang terkungkung dalam hidup dengan rasa kopi pahit hingga kemudian ia menemukan sebuah rasa lain, yaitu moka.

Awalnya Muara adalah mahasiswi yang cerdas, periang, dan ramah. Tiba-tiba sebuah peristiwa buruk merenggut semua keceriaan dan semangat hidupnya. Seorang laki-laki psikopat merampas kegadisannya. Hidup Muara pun berubah total. Ditambah dengan kematian ayahnya akibat shock atas apa yang menimpa dirinya, maka tenggelamlah Muara dalam dunia yang muram berteman kepulan asap rokok dan kopi pahit.
Muara kemudian menjalani hidup terhuyung-huyung dengan image baru sebagai gadis yang aneh, kaku, dan dingin. Ibunya tak henti menasehati agar putri semata wayangnya itu kembali menjadi Muara yang dulu. Namun bukan hal yang mudah bagi Muara melepaskan diri dari trauma dan berdamai dengan masa lalu yang kelam.

Berturut-turut tiga lelaki mengepung pikirannya. Damar, kekasih yang memutuskan hubungan pacaran secara sepihak, meninggalkan luka yang dalam di hati Muara. Lalu, Genta, store manager di tempatnya bekerja, yang jatuh hati kepadanya. Terakhir, Fariz, trainer dan terapis yang ditemuinya saat mengikuti training motivasi yang diadakan perusahaan tempatnya bekerja.

Bagaimana perjalanan hidup Muara selanjutnya, akankah dia berubah? Sanggupkah Muara memaafkan sesuatu yang tidak mungkin diubah lagi? Kepada siapa hatinya menjatuhkan pilihan?

Novel ini cukup berhasil mengambil dua sudut pandang. Sudut pandang pertama, aku sebagai Muara, dan sudut pandang ketiga, penulis menceritakan beberapa tokoh dengan bebas. Karakter Muara tergambar kuat sebagai gadis yang dibelit trauma, meski di bagian akhir perubahan Muara terasa agak tergesa.  Di bagian lain, karakter Fariz yang womanizer, bisa ditangkap dengan baik.

Profesi Muara di restoran fried chicken terdeskripsikan cukup detil. Pun hal-hal yang berhubungan dengan hipnoterapi, disampaikan dengan baik.

Cover novel ini boleh dibilang unik. Menampilkan menu board dengan menu spesial yang bertuliskan judul buku, yang bisa dibuka-tutup. Saat dibuka, tampak quote yang manis yang menggambarkan isi cerita. Bentuk huruf serta ilustrasi yang berkesan klasik, cocok dengan aroma moka.

Kisah cinta yang hadir terasa lembut, manis, menghunjam hati, namun tidak memaksa. “Muara… Ini perkara hatiku, bukan hatimu. Beri kesempatan pada hatimu untuk tidak terbeban dengan hatiku. Biar hatimu menemukan jalannya sendiri. Walaupun aku ingin ada simpangan di jalanmu menuju hatiku.” (halaman 183)

Sejatinya sebuah buku memberikan pencerahan kepada pembaca. Di dalamnya tersirat ajakan-ajakan kebaikan, kalimat-kalimat motivasi, yang menggiring pembaca untuk menemukan hikmah dari sebuah kisah kehidupan. Untuk hal tersebut, novel ini telah melakukannya tugasnya dengan baik. Bagaimana daya memaafkan serta cinta yang tulus bekerja pada diri seseorang, akan memantulkan kebaikan bagi dirinya. Karena dendam yang terus bercokol dalam hati dan pikiran, sama sekali tidak memberikan kontribusi positif. Ia terus memberati langkah. Kita lah yang memilih untuk langkah yang lebih ringan atau terus terbelenggu dendam.

Pada bagian lain, penulis menyuarakan kampanye anti rokok. Juga protes keras terhadap pelaku pelecehan seksual. Betapa jahatnya laki-laki biadab yang melakukan itu, karena perbuatannya yang tak senonoh mengakibatkan si korban hancur, pun keluarga terdekatnya tidak lepas dari menanggung akibat buruknya.


Akhirnya, hidup adalah pilihan rasa. Kopi pun tak selamanya pahit. Dengan sebuah usaha, sedikit coklat yang manis, bila dicampurkan ke dalam kopi akan menghasilkan rasa gurih moka. Maka, hidup tak melulu beraroma satu rasa. Kita sendiri yang menentukan racikan rasanya.

#dimuat di web indoleader (tanpa blurb)



Cinta yang Memerihkan

Judul Buku                :  Surga yang Terlarang
Penulis                        :  Leyla Hana
Penerbit                      :  PT Penerbitan Pelangi Indonesia
Terbit                         :  Cetakan I, September 2013
Tebal Buku                :  viii + 376 halaman
ISBN                           :  9786027800854
Kayak sinetron deh, serba kebetulan. Ungkapan itu kerap terucap sebagai bentuk keraguan terhadap sesuatu yang terjadi secara kebetulan. Senyatanya, kebetulan memang mewarnai kehidupan, entah sebagai tragedi atau bikin happy.
Novel “Surga yang Terlarang” mengisahkan kebetulan yang cukup mengenaskan. Ini kisah sepasang muda yang saling jatuh cinta, tak terucap lewat kata, saling mencintai dalam diam. Dalam perjalanan waktu, mereka kemudian terpisah oleh jarak yang panjang membentang. Masing-masing saling tak mengetahui kabar. Si gadis merasa tak mungkin lagi berharap. Ia pun menerima pinangan seorang lelaki melalui ‘perjodohan’ yang dicomblangi oleh guru mengajinya.
Saat hari ‘H’ pernikahan yang dinanti, serasa sepucuk sembilu menyayat hati. Si gadis terperangah melihat rombongan keluarga suami, tepatnya adik semata wayang suami, ternyata adalah pemuda yang didamba selama ini. Demikian pun sang adik ipar, terbelalak menatap wanita pendamping kakaknya adalah wanita yang tak pernah beranjak dari hatinya.
Menyesakkan, bukan? Leyla Hana, cukup apik merangkai peristiwa kebetulan ini menjadi kisah yang manis. Dengan kalimat-kalimat sederhana, kisah ini terbangun tanpa kesan didramatisir.
Bagian awal novel ini membawa pada nostalgi suasana kegiatan rohis di kampus. Aktivitas ikhwan-akhwat yang terjaga rapat dari percik-percik asmara, saling menundukkan pandangan, hijab yang kukuh ditegakkan, dan semacamnya. Tapi tak ayal, tetap saja ada kasus ‘kecolongan’. Bahkan menimpa petinggi organisasi rohis tersebut. Sang Ketua dan Sekretaris.
Peristiwa semacam itu, sangat boleh terjadi di dunia nyata. Leyla Hana menggambarkannya secara alami. Betapa cinta datang tanpa diundang.  Ia menelusup perlahan, menyebar ke segenap penjuru hati, lalu mencengkeram kuat. Begitu cara cinta bekerja. Maka, berhati-hatilah, pada saat itu bisikan syaithan dapat mengaburkan segala. Karenanya, Islam menerapkan aturan yang jelas. Pembaca digiring halus pada kesadaran itu.
Kemudian melangkah ke jenjang pernikahan, bagaimanakah niat yang seharusnya melatari? Proses yang dilalui Nazma dalam mengarungi biduk rumah tangga bersama Furqon, menunjukkan bahwa ketika langkah suci yang menggenapkan separuh dien ini, diawali niat atas dasar ibadah kepadaNya, maka Allah akan menuntun pada jalan cinta. Setelah terikat ijab dan qabul, Allah tumbuhkan perasaan cinta yang indah pada sepasang sejoli ini.
Bagaimanakah rasa yang dulu pernah menghinggapi Nazma dan Faisal? Mampukah mereka bersikap wajar selayaknya saudara ipar? Masihkah getar-getar cinta bercokol dalam hati mereka? Penulis menuturkannya dalam simponi yang tenang, nyaris tanpa kejutan yang meletup-letup. Namun mendekati bagian akhir, pembaca mulai dibawa pada suasana yang membuat penasaran, karena dimunculkan konflik yang tak bisa diduga ujungnya akan seperti apa.
Novel ini direkomendasikan untuk dibaca oleh lajang yang bergerak usianya menuju jenjang pernikahan. Bagaimana berproses sesuai syariat, bagaimana menata hati dan berserah pada garis takdir akan jodoh yang telah ditetapkanNya, termasuk pula di dalamnya terdapat bagaimana langkah syar’i pada malam pertama sepasang pengantin baru. Bagi para suami dan istri, baik pula membaca novel ini, untuk berkaca dan evaluasi diri, lalu memperbaharui niat dalam mengarungi biduk rumah tangga yang islami.
Bicara setting, deskripsi yang disuguhkan penulis tidak mengecewakan. Suasana KRL, kota Bogor, budaya Betawi, adalah hal-hal yang berhubungan erat dengan penulis, maka pemaparannya cukup memenuhi standar. Demikian pula setting Malaysia dan Palestina, lumayan baik pengolahan hasil googlingnya. Sedang untuk deskripsi perasaan, tak akan dijumpai diksi yang menyentuh dan menawan kalbu. Namun pembaca dapat merasakan emosi yang dibangun, meski pilihan kalimatnya sangat biasa.

Sebagai novel islami, “Surga yang Terlarang” sangat memenuhi syarat. Di dalamnya bertabur nilai-nilai islami yang menambah wawasan pembaca, semisal tentang ekonomi syariah.  Juga menginspirasi untuk menjalani hari sebagai muslim yang tidak hanya sekedar. Maka membaca novel ini, bukan saja memenuhi kesenangan emosi, namun ia pun mengayakan ruhani.



dimuat di nabawia.com

Senin, 21 Oktober 2013

Yang Tercecer dari Diary Freya

Segalanya indah bersamamu
Pagi merekahkan senyum
Embun beningkan rasa  
Mentari pancarkan rona bahagia

Namun senja yang sedianya menjingga
Tiba-tiba tertutup awan gelap
Kita serentak kalang kabut
Eratkan genggaman jemari
Hati bertaut tak ingin pergi

Sayangnya
Asa tak mungkin jua beriring bersama

Maka
Dalam tikaman waktu yang memerih
Kita hanya bisa saling menatap
Karena rasa tak kuasa berbuat apa
Ia terkoyak terburai
Seiring air mata yang menderas
Seiring hati yang terus berdenyar

Bergetar menggemakan namamu

Selasa, 15 Oktober 2013

Peri Sayap Biru

Bos Peri menitahkan tugas berat. Freya tiba-tiba berada dalam dunia yang berbeda. Terpisah dari sahabat-sahabatnya, jauh dari tempat tinggalnya yang dulu. Ia merasa terlunta-lunta. Sepertinya Bos Peri menginginkan Freya menjadi peri yang tangguh, bisa bertahan dalam kondisi sulit, sempit, yang berbeda dengan dunianya yang dulu.

Dari hari ke hari Freya berusaha tetap ceria, meski itu kamuflase. Ia masih bisa tersenyum. Baginya, berkamuflase merupakan satu-satunya hiburan menarik. Ia berlagak di depan siapa pun seolah dunianya cerah ceria. Sementara kala sepi sendiri, ia tergugu dalam derasnya airmata.

Sehelai daun istimewa dimilikinya. Daun berwarna keperakan dengan permukaan lembut namun bertekstur kuat. Daun yang kerap diajaknya berbicara, dan itu membuat hatinya bahagia.

Namun rupanya ujian untuk Freya masih belum cukup. Kini, ia terancam harus terpisah pula dengan daun kesayangannya. Karena daun itu harus terbang melintasi semesta, dan Freya tidak mungkin ikut serta. Freya mengepak lemah. Peri bersayap biru itu masih serasa tidak percaya dengan apa yang dihadapinya

Rabu, 09 Oktober 2013

FF Iseng

Kehilangan itu pedih, Jendral. Meyrha membeku. Matanya menerawang.
Adhya mendekat. “Lu yakin, Rha… mau ninggalin dia?” tanyanya, hati-hati.
Meyrha bergeming. Tampak kristal di matanya. “Gue sayang dia, sayaaang bangeet,” lirihnya.
Tangan Adhya mengelus lembut bahu sahabatnya itu. “Rha… lu… jatuh cinta sama dia?”
“Ya, nggak lah… nggak mungkin!” Meyrha menepis tangan Adhya. “Dia tuh adik, gue kakaknya!”
Adhya terdiam. Ia memilih menenangkan Meyrha tanpa kata.
“Ya, kenapa gue harus ngelakuin hal yang gue ga suka, dan menjauh dari sesuatu yang bikin gue bahagia,” isak Meyrha.
Adhya menghela napas. Ini bukan saat yang tepat untuk mendebat. Ia tersenyum, membiarkan Meyrha mengeluarkan segala yang membuatnya sesak.
“Gue harus pergi dari kehidupan dia. Gue ga boleh ada lagi dalam kesehariannya.”
“Dia tahu rencana lu, Rha?”
Meyrha menggeleng lemah.
“Terus kenapa lu harus ninggalin dia? Kalian kan masih bisa deket kayak dulu…”
“Tapi sekarang segalanya beda, Ya. Ada rasa yang aneh saat gue deket sama dia. Meski itu hanya sebatas sms-an. Dia sama gue merasakan debar yang sama, getar yang tak biasa… dan itu ga boleh terus terjadi!” Bahu Meyrha bergerak naik turun menahan sedu sedan.
Adhya berusaha mencerna kalimat Meyrha yang cukup membingungkan baginya.
“Aku ga boleh egois, Ya… Aku ga boleh membiarkan dia terus hidup dalam dunia semu. Langkahnya masih panjang. Dia baru lulus kuliah. Aku… aku… harus mundur…” Suara Meyrha terbata.
Adhya tak kuasa mengucap apa pun. Meyrha dan ‘adik’nya itu memang tak mungkin bersatu, bahkan mungkin hingga matahari terbit di barat sekalipun.  
“Adhya, baru kali ini gue ngerasain kangen… gue kangeen Ya, kangeeen sama dia…”
“Lu yakin… lu bukan… jatuh cinta sama dia…?”
“Nggak, Ya! Nggak mungkin! Gue cuma ngerasa nyaman cerita sama dia!”
“Mungkin lu hanya belum terbiasa kehilangan kawan cerita, Ra!”
“Dia adik gue, Ya!”
Adhya tersenyum. Sahabatnya betul-betul sedang galau.
Tiba-tiba pembicaraan mereka ter-interupsi oleh pecahnya suara tangis batita. Celananya basah. Saat itu ia sedang tidak menggunakan diapers. Meyrha sigap melepas celana yang basah, sambil berseru, “Queensha, bisa tolong Mama ga, ambilin celana adek…?”

Seorang gadis kecil usia 7 tahun, tergopoh masuk kamar dan menyerahkan celana adik kepada Meyrha. Ia duduk di dekat adiknya yang tampan itu. Kepalanya yang semula menunduk, perlahan mendongak. Wajah princess-nya menatap lekat, “Ma, besok family day di sekolah. Aku malu… nggak punya Ayah…!”