Minggu, 27 Januari 2013

Meragukan Ust.Yusuf Mansur

Siapa tidak mengenal Ust.Yusuf Mansur? Ustadz muda bertampang imut yang terkenal dengan ajakan untuk bersedekah. Beliau dengan gencar memotivasi jama'ah agar gemar menyisihkan rezekinya di jalan Allah, entah untuk fakir miskin, anak yatim, sekolah-sekolah, dsb.

Konon bila mengikuti tabligh akbar beliau, maka jama'ah akan diminta untuk bersedekah secara spontan. Bahkan sampai ada yang berseloroh bahwa jama'ah "dipalak" karena perhiasan yang sedang dikenakan pun diminta keikhlasannya untuk dilepaskan dan diserahkan sebagai sedekah. Tapi belum lama ini saya melihat ceramah umum beliau yang ditayangkan live di televisi, Ust.Yusuf Mansur ketika meminta jama'ah yang hadir untuk bersedekah, beliau berkata, "Jangan takut, ga usah buka kalung, ga usah copot cincin, ga usah lepas jam tangan, tapi cukup satu persen dari jumlah total tabungan pribadi Anda!"

Materi ceramah Ust.Yusuf Mansur yang paling mengemuka yaitu tentang "The Power of Giving alias Kekuatan Bersedekah". Beliau tidak jarang menghadirkan contoh-contoh kesaksian dari para pelaku sedekah yang memperoleh begitu banyak keajaiban positif setelah mereka menyedekahkan hartanya. Allah menggantikan harta yang dikeluarkannya itu dari jalan yang tidak disangka-sangka. Juga mengabulkan kehendak yang diidam-idamkan secara tidak terduga. Subhanallah..

Awalnya saya tidak terlalu tertarik dengan jargon sedekah dari beliau. Beberapa testimoni tentang "The Miracle of Sedekah" hanya saya kagumi saja, tapi tidak terlalu menembus ke dalam hati. Kerap muncul keberatan-keberatan saat saya akan bersedekah. Timbul pertimbangan-pertimbangan yang semakin menguatkan alasan untuk menunda atau mengurangi nominal sedekah. Astaghfirullah.. betapa syetan berjibaku menghalangi manusia dari segala amal baik.

Ketika beberapa waktu lalu, saya mulai intens mengikuti kajian "Wisata Hati" bersama Ust.Yusuf Mansur, saya mulai merasakan kata-katanya merasuk ke dalam kalbu. Menyadarkan saya. Mencerahkan. Membukakan matahati. Betapa kita harus yakin dengan sepenuh-penuhnya yakin akan kekuasaan Allah.

Seringkali orang meragukan 'resep' beliau tentang bersedekah. Beberapa statement yang muncul, semisal: "Kok sedekah pake pamrih?" "Mau usaha kok malah harus sedekah, kan harusnya dipake ikhtiar untuk modal?" "Kok sama Allah main hitung-hitungan?" dsb

Menurut Ust.Yusuf Mansur, tidak apa-apa toh minta pamrih sama Allah? Daripada sama orang, kan lebih baik minta ke Allah saja. Sedangkan tentang ikhtiar, bukankah berdoa dan bersedekah itu merupakan sebuah aksi, sebuah ikhtiar? Dijalani saja dulu dengan penuh keyakinan. Kalau sudah muncul kata 'kok'.. itu tandanya sudah meragukan.

Singkat cerita, saya pun tergerak untuk menyemangati diri bersedekah meski sedang tidak dalam kondisi lapang. Ketika timbul niat untuk memberikan sedekah rutin sebesar 50 ribu rupiah kepada anak yatim tetangga saya, maka saya kukuhkan betul niat itu meski rasanya jumlah itu entah akan ada atau tidak dalam setiap bulannya. Bahkan untuk bulan berjalan pun, saya masih belum ada bayangan dari mana uang 50 ribu tersebut. Tak lama setelah memantapkan niat, tiba-tiba terdengar salam dari luar. Rupanya seorang kawan datang berkunjung. Ia memberikan oleh-oleh makanan untuk anak-anak kemudian diselipkannya pula amplop di tangan saya. Saat ia pulang, saya lihat isi amplop tersebut.. ada uang 50 ribu di sana. Subhanallah..  ternyata Allah telah memberikan jalan agar saya bisa bersedekah untuk anak yatim tetangga saya itu.

Pengalaman lain adalah saat kakak saya bercerita tentang masjid di kampung kami yang perlu dana untuk perbaikan beberapa bagian yang rusak. Pengurus masjid menyediakan kupon infak untuk donatur yang berminat. Ada yang 100 ribu, 500 ribu, 1 juta, dsb. Seorang tetangga yang belum kunjung punya keturunan, disarankan ibunya untuk berinfak di sana, dengan harapan akan dikabulkan doanya yang ingin memiliki buah hati. Saya pun merasa terinspirasi. Ya betul, berinfak sambil menyebutkan dengan jelas apa keinginan kita.

Dalam kondisi tidak lapang, saya pikir berinfak 500 ribu sudah sangat luar biasa. Benar-benar langkah berani menurut saya yang masih lemah iman ini. Saya pun bertanya pada kakak saya, siapa pengurus masjid yang menjadi PJ pengadaan kupon infak. Saya berniat infak dengan permohonan khusus ingin punya laptop.

Ketika kakak saya masih belum sempat menghubungi pengurus masjid, saya yang pada saat itu bersayonara pada sekolah yang telah lama menjadi tempat mengabdi, kemudian saya mendapat hadiah kenang-kenangan dari sekolah. Apakah hadiahnya? Sebuah laptop, sodara-sodara!

See, baru niat saja, sudah demikian istimewanya jawaban dari Allah. Subhanallah..

Ok, sobat.. semoga menginspirasi.. dan tidak lagi meragukan Ust.Yusuf Mansur.. :)

Jumat, 25 Januari 2013

KASIHAN...

Apa yang terbersit dalam pikiranmu saat mendengar kata "kasihan"? Tentu sebuah kondisi yang menyedihkan, mengharukan, mengenaskan, dan sebangsanya, iya kan? Semisal melihat korban bencana banjir, anak-anak putus sekolah, keluarga yang terhimpit kemiskinan akut, maka secara spontan akan terbit rasa kasihan. Kasihan pada nasib malang yang menimpa orang-orang itu.

Dulu, aku melihat orang-orang malang itu dari berita di televisi atau gambar-gambar di majalah dan koran. Sangat jarang bahkan rasanya tidak pernah aku berinteraksi langsung dengan mereka. Kalaupun berteman dengan yang miskin, tapi nggak miskin-miskin banget.

Saat pertama kali mengalami banjir, aku benar-benar tercengang. Seumur hidup tidak pernah mengalami, tiba-tiba saat itu malam hari, aku pulang kerja, turun dari bis kota, aku mendapati jalan menuju rumah kostku di Jln.Dr.Susilo (kawasan Grogol) sudah terkepung banjir setinggi paha. Glek! Aku jadi teringat pada orang-orang yang sepanjang tahun mengalami banjir rutin.. duh, kasihan.. pikirku..

Lalu, saat aku tinggal di ibukota, ketika itulah aku baru benar-benar melihat dari dekat kehidupan anak-anak putus sekolah. Mereka luntang-lantung, mengemis, ngamen, nyopet, jadi kuli angkut, dan rupa-rupa aktivitas yang sebelumnya hanya kulihat dari berita televisi atau tulisan di media. Lagi-lagi aku merasa kasihan, hingga pipi membasah tak tertahankan.

Kukira, engkau pun pasti pernah mengalami merasa kasihan seperti itu. Hatimu iba melihat penderitaan orang lain. Ah, betapa naas nasib mereka. Pikirmu begitu, bukan?

Tapi, pernahkah kemudian engkau mengalami, justru engkaulah yang dikasihani orang? Mereka menatapmu penuh iba. Mereka membincangkanmu dengan penuh getir, merasa pilu dengan nasib yang kau derita..

Kini aku mengalaminya. Rasanya.. sungguh tidak enak, kawan. Entahlah, bukan berarti aku tidak bersyukur. Tapi ada sisi lain dari hatiku yang merasa tidak menerima perlakuan tersebut. Mungkin batinku menolak, yang pada dasarnya adalah menolak 'derita' yang aku alami tiba-tiba. Kukira itu manusiawi, bukan?

Tiba-tiba hidupku kekurangan secara finansial. Tiba-tiba aku harus terbiasa disumbang orang. Apakah kau pernah membayangkan suatu ketika dalam hidupmu, orang-orang memberi sumbangan kepadamu? Awalnya aku gagap. Bagaimana mungkin, orang-orang yang hidupnya sederhana, tiba-tiba memberi uang 50 ribu agar aku dan anak-anak bisa tetap makan? Atau tiba-tiba anakku sepulang sekolah membawa seporsi baso dalam plastik, karena dijajanin orang. Atau anakku yang semula mau membeli gorengan 2 potong saja, tiba-tiba ada yang membelikan sebungkus nasi uduk komplit. Dan semacam itu lah.

Orang bilang, hidup itu bak roda yang berputar. Dan kini putaran rodaku bergerak menurun ke bawah. Entah, sebatas bawah mana nantinya. Kukira itu akan sangat bergantung dari penerimaanku saat ini. Ya, putaran ke bawah ini banyak mengajariku. Betapa tak ada yang kekal di dunia ini. Hanya Allah jua-lah yang Maha Kuasa.

Lalu bagaimana penerimaanku saat ini? Aku menamainya proses penerimaan. Karena tidak serta merta aku menerima segala perubahan ini dengan sepenuhnya. Semua melalui proses. Aku belajar bersyukur. Aku belajar berbahagia dalam kesempitan.

Sungguh, segala bantuan dan dukungan, baik berupa sumbangan dana maupun dorongan semangat dan doa, semuanya amat sangat berarti. Betapa Allah menolongku melalui tangan-tangan mulia dari hati tulus teman-teman dan saudaraku. Subhanallah..

Kini, aku masih terus menata hati. Proses menuju hati ikhlas membutuhkan keteguhan niat. Menumbuhkan semangat yang senantiasa berkobar, pun butuh perjuangan. Karena hidup ini memerlukan sinergi hati, pikir, dan aksi. Bismillah.. dimana pun posisi roda berputar, Allah pasti bersama kita, selama kita meyakininya..


Rabu, 23 Januari 2013

Ketika Semua Tak Lagi Sama

Dalam perjalanan hidup, dulu aku merasa hidupku begitu datarnya. Bersekolah selalu di sekolah negeri terbaik dan mengalami masa jaya berada di top ranking. Kemudian berhasil duduk di PTN dan lulus sebagai lulusan tercepat dan termuda, dengan nilai yang menenangkan. Bekerja, menikah, punya anak. Memutuskan resign, lalu tahun berikutnya mengelola sebuah sekolah taman kanak-kanak. Hidupku secara umum, lancar. Meski pernah juga jatuh terjerembab, namun bisa kembali bangun dan berdiri.

Lalu, muncullah prahara itu. Keluarga kecilku dihantam badai. Aku dan anak-anak terlempar. Kami terdampar di kampung halaman. Dan di sinilah sekarang kami, aku, Ghulam, Zidan, Nadia, Salman, memulai hidup baru.

Aku tidak suka! Aku benci! Aku marah! Tinggal di tempat terpencil seperti ini tidak enak! Aku harus meninggalkan rumahku, kehilangan sahabat, teman dekat, tetangga baik, anak-anak didik, semuanya.. Tidak ada Gramedia, jauh ke ibukota, sulit menghadiri Book Fair, etc, etc.

Aku harus mengucapkan selamat tinggal pada sekolah yang kurintis dari bawah sekali hingga sekarang cukup berkibar. Guru-guru yang masih polos itu, kini kelabakan sepeninggalku. Bahkan aku tidak sempat menatap wajah imut milik anak-anak sekolahku. Juga para orangtua yang selalu mendukung dan siaga membantu. Sayonara semua..

Tidak hanya itu, aku kehilangan banyak partner. Abang tukang ayam, abang bubur, mpok sayur, abang ikan,   Pak Ibnu aqua, Tante Hety pulsa dan token, Bu Ruhyat lontong sayur, Bu Mul gorengan, Mamah Ary nasi uduk, Bu Nanik susu kedelai, Mamah Dory siomay, Acoy Bakso, Mas dan Mbak warung depan, dan semuanya.

Tapi demikianlah Allah memperjalankan hidup ini. Sangat boleh jadi, inilah masanya sekolah tercinta, aku tinggalkan. Saat aku Alhamdulillah telah mengantarkan prestasi 'terakreditasi A'. Inilah waktunya Ibu-ibu guru bangkit berjuang mandiri, menerapkan segala ilmu yang telah didapat selama bersamaku. Insya Allah semua akan berjalan baik. All iz well..

Diri ini memang harus senantiasa siap menghadapi kondisi terburuk, yang sebelumnya bahkan tak pernah terbersit selintas pun. Betapa Allah menguji tingkat keimanan dengan rupa-rupa hal berat. Beginilah Allah memperlihatkan rasa cemburunya, agar kita sungguh-sungguh mendekat dan bermesraan denganNya. DibalikkanNya hidup sehingga semua tak lagi sama.. namun satu hal yang tetap sama, adalah bahwa Allah selalu ada bersama hambaNya yang sepenuhnya bergantung hanya kepadaNya.

Maka, jangan takut ketika semua tak lagi sama.. cintaNya kepada kita tak kan berubah, selama kita meyakininya.

Rabu, 02 Januari 2013

Tahun Baru.. 2013

Tahun 2012 telah usai. Tahun yang memiliki warna berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Warna kusam bersaput kelabu. Tapi tetap aku syukuri, karena pemberian warna itu dari Tuhan tentu untuk membuatku terlahir kembali nanti dengan warna-warni yang cerah ceria, Aamiin.

Di penghujung 2012, seorang teman baik mengadakan lomba bikin resolusi. Aku tertarik, karena kupikir ini sekalian untuk memacu diri menyusun resolusi untuk kuwujudkan di tahun baru nanti. Kalau hadiahnya sih biasa-biasa aja.. (haha.. sorry ya, Wind..). Sekarang ini kalau lomba, aku cari yang hadiahnya berupa rupiah atau barang-barang yang bernilai rupiah lumayan.. wow, matre yak..? hoho.. kata orang Sunda mah, bakat.. bakat ku butuh.. (maap, yang ga ngerti.. tanya Aki Google aja yaa.. :D )

Namun apa yang terjadi? Ternyata oh ternyata.. aku ga sempet ikut lomba itu. Dan lagi, kupikir kalau aku menulis resolusi yang bisa dikonsumsi untuk public, agak-agak ga enak juga. Soalnya, paling ga, aku akan sekilas menceritakan tentang warna kelabu itu. Yup! secara umum, resolusiku adalah mengubah warna kelabu itu menjadi warna pelangi yang indah. Tapi.. si warna kelabu itu risi juga kalau aku umbar kemana-mana. Ya sud lah, resolusinya kusimpan dalam hati aja.

Sebagai awalan, resolusiku sederhana, tapi beraaaatttt.. Karena butuh konsistensi alias kudu istiqomah. Apaan sih..? Itu lho.. sebagai penggemar Ust.Yusuf Mansur, aku benar-benar ingin mewujudkan apa yang pernah disampaikannya dalam kajian Wisata Hati. Yaitu, setiap hari shalat dhuha, setiap malam mendirikan shalat malam, setiap hari membaca Al-Quran 1 lembar beserta terjemahnya, dan ODOA alias One Day One Ayat menghafal AlQuran.

Duh, kayaknya enteng ya.. tilawah sehari 'cuma' selembar.. padahal target aku seharusnya bisa 1 juz sehari. Terus, menghafal AlQuran pun 'cuma' 1 ayat. Eit, ternyata pada prakteknya jauh dari enteng, sodara-sodari. Dengan si warna kelabu yang masih menguntit (halah! excuse ya..? ) ada yang kelewat juga.. hiks.. :'(

Maka, untuk memudahkan pencatatan (kata Ust.Yusuf Mansur, perjalanan tekad ini harus dicatat setiap hari), aku memutuskan untuk mengawali secara istiqomah per 1 Januari 2013. Namun apa yang terjadi..? Pada tgl 1 itu sholat dhuha terlewat.. oh, tidaak! Aku terlalu sibuk berkutat dengan pekerjaan domestik dan rangkaiannya, hiks.. baru sadar tau-tau matahari sudah tinggi.. :'(

Aku pun menggeser, baiklah.. start sejak tgl 2 deh. Dan, Alhamdulillah pada tgl 2, bada Subuh aku tilawah 1 lembar beserta terjemahnya. Suratnya masih lanjutan dari jejak di tahun 2012. Aku berada di Surat Al-Imron ayat seratusan. Yang aku baca tentang balasan bagi orang-orang kafir serta kenikmatan yang akan dihadiahkanNya bagi orang-orang beriman yang berjihad di jalan Allah, yang terkait sama Perang Badar.

Hafalannya, aku memulai lagi dari AnNaba.. (duh, maluu..). Aku bertekad akan merawat hafalanku. Kumulai dari AnNaba ayat 11, karena insyaAllah ayat 1-10 mah udah lancar. Meski merasa pingin langsung loncat beberapa ayat, tapi tetap aku batasi 1 ayat saja. Karena ternyata ketika kuhafal 15 ayat, pas aku test ulang saat sholat Maghrib.. aku agak terbata-bata.. glek!

Sholat dhuha, hampir urung juga.. oh, pilunya. Tadi itu kan aku mengantar Zidan test di sekolah barunya. Sambil menunggu Zidan test, aku menuju masjid untuk sholat dhuha. Eternyata di masjid sedang ada raker guru. Semua ustadz-ustadzah hadir dan di hadapan mereka berbicara seorang tutor lengkap dengan layar infocus yang besoarr. Aku pun berdoa, semoga Zidan testnya cepet, jadi aku keburu sholat dhuhanya di rumah. Alhamdulillah, doaku dikabulNya, walau beda realisasinya. Bukan Zidan yang selesai test, tapi rakernya break pada jam 10. Tak kusia-siakan kesempatan emas itu. Saat guru-guru keluar untuk istirahat, aku pun menunaikan sholat dhuha di dalam masjid. Legaa rasanya.. trimakasih Allah!

Oh ya, malamnya aku sholat malam. Masih 2 rakaat.. hiks.. Aku bertekad malam besok ditingkatkan menjadi 4 rakaat.

Semoga aku tetap istiqomah.. setiap hari melakukannya dengan sepenuh cintaku kepada Allah. Aku harus berjuang untuk mewujudkannya. Segala halang rintang harus kuterjang. Aku masih terngiang kata-kata Bu Rahmi, "Jangan takut ditinggalkan manusia, takutlah bila ditinggalkan Allah. Pasukan manusia banyak, tapi tentara Allah yang siap menolong akan jaaauuuh lebih banyak bila kita selalu mendekat kepadaNya".