“Untung ya,
anak-anaknya sudah besar. Kalau masih kecil-kecil kan repot. Nggak kebayang deh,
ribetnya ngurus krucil, sendirian.”
Kalimat seperti itu
kerap dilemparkan kepada ibu tunggal yang anak-anaknya sudah melewati masa
kanak-kanak. Seakan kondisi anak yang lebih besar membuat ibu tunggal posisinya
lebih mudah. Benarkah demikian?
Iya lebih mudah,
karena …
1. 1. Tingkat kemandirian anak yang sudah besar, lebih baik
Kita tahu bersama, anak-anak kecil apalagi balita, butuh bantuan dan pengawasan ekstra. Makan masih harus disuapi, mandi harus dimandikan, bahkan mainan bekas mainnya pun seringkali harus dibantu untuk dirapikan. Belum lagi kalau main lupa waktu, kita harus menyusulnya ke rumah temannya. Lain halnya bila anak sudah besar. Biasanya mereka sudah lebih mengerti, lebih bisa dikasih tahu. Hal ini karena tingkat kemandirian yang lebih baik, sehingga anak yang sudah besar relatif lebih terkendali.
2. 2. Penguasaan emosi yang lebih terkontrol
Anak-anak kecil yang keinginannya tak terpenuhi atau berada dalam kondisi yang tidak nyaman, mudah saja mengekspresikan emosi, bahkan di depan umum. Bisa menangis kencang, berteriak-teriak, memukul-mukul, hingga meraung-raung sambil menggelosor di lantai. Pada anak yang lebih besar hal tersebut tidak lagi terjadi, karena mereka lebih bisa mengontrol emosi, dan memiliki rasa malu sehingga tidak menunjukkan sikap mengamuk.
3. 3. Bisa diandalkan untuk membantu pekerjaan rumah
Anak-anak yang sudah besar biasanya cakap melakukan pekerjaan rumah ringan, seperti mencuci piring, menyapu, mengepel, hingga memasak sederhana. Maka sang ibu akan sangat terbantu karena pekerjaan-pekerjaan tersebut bisa didelegasikan kepada anak-anak untuk mengerjakannya. Kalau anak-anak yang kecil memberantaki rumah, maka sebaliknya, anak yang agak besar merapikan. Ini membuat Ibu bisa menarik napas lega.
Nggak
gitu ah, karena …
Sewaktu anak masih kecil, Ibu disibukkan oleh kegiatan-kegiatan yang cenderung menguras tenaga, dalam membersamai anak. Maka lelah yang timbul adalah lelah fisik. Sedangkan anak yang lebih besar, lebih banyak menimbulkan lelah hati bagi Ibu. Masalah seputar anak remaja dan menjelang dewasa menyedot pikiran dan emosi. Menenangkan anak remaja tidak cukup dengan iming-iming permen atau es krim. Butuh tarik ulur perasaan. Alih-alih mengademkan masalah, yang terjadi malah tersulut emosi. Sehingga masalah bertambah runyam.
2.
Kemampuan mengungkapkan pendapat lebih besar
Bila anak-anak kecil mudah dibujuk
dengan kata-kata, maka anak yang lebih besar justru pandai menggunakan kata-kata
untuk memprotes atau menyuarakan pendapat. Ibaratnya, Ibu baru saja mengucap
sepatah kata, tetapi anak sudah membalas dengan sebaris kalimat. Sungguh ini bisa
memancing emosi.
Selain itu, mereka pun butuh penjelasan lebih banyak apabila dilarang atau disuruh sesuatu. Yang terkadang justru Ibu berpikir bahwa seharusnya si anak sudah tahu, karena mereka sudah besar. Alhasil, anak menuntut penjelasan sementara Ibu menuntut pengertian. Akhirnya teperciklah konflik.
3.
Lebih mendengar orang lain daripada Ibu
Anak-anak yang sudah besar memiliki
lingkaran pertemanan lebih kuat. Mereka saling melindungi dan memercayai antarteman.
Tidak jarang nasihat Ibu dianggap angin lalu, sedangkan kata-kata teman sangat
diperhatikan dan merasuk kalbu.
Apalagi bila anak sudah memiliki
pacar. Seperti pengalaman seorang Ibu yang terluka hatinya ketika si anak
mengatakan bahwa ia bangun pagi karena ditelpon sang pacar. Padahal dari
sebelumnya, Ibu sudah berulang kali memanggil dan mengetuk pintu kamar agar
anaknya bangun. Namun ternyata, si anak bangun bukan oleh upaya Ibu yang gigih
membangunkan anaknya, melainkan suara pacar yang membangunkan via telpon.
Lalu bagaimanakah kiat Ibu tunggal menghadapi dinamika seputar pola asuh dan pola didik anak, ketika anak-anak sudah melampaui masa kanak-kanak?
Berikut 3 tips yang bisa diterapkan yang dapat menjadi solusi.
Pertama, perkaya wawasan dengan ilmu parenting. Materi-materi ilmu parenting yang informatif bisa didapat melalui web yang memberi porsi pada masalah seputar dunia keluarga. Dengan pendalaman ilmu parenting, akan membuat pikiran lebih terbuka dan mampu memahami masalah yang membelit. Sehingga kemudian dapat dicari jalan keluar yang realistis dan relatif mudah ditempuh.
Dengan pengayaan ilmu parenting, akan lebih mengarahkan pada upaya solutif dan bukan sekadar mengeluh atas masalah yang dihadapi. Pembahasan dan pemaparan dari para ahli, tentu akan lebih membukakan mata tentang beragam konflik dan intrik yang mungkin terjadi dalam dunia anak serta remaja.
Khusus pada masalah single parent, biasanya ada pembahasan tersendiri. Tips dan kiat ditawarkan sebagai alternatif pemecahan masalah. Misalnya, bagaimana menghadapi stress sebagai Ibu singleparent, cara mengatasi tantangan mengasuh anak bagi single parent, dan lainnya.
Kedua, menjalankan relaksasi saat kepusingan melanda. Ketika masalah anak bertubi-tubi yang rasanya bikin kepala mau pecah, maka segera lakukan relaksasi agar pikiran dan perasaan lebih tenang dan terkendali. Bisa dengan terapi napas, olahraga ringan, memandang langit, atau hal lain yang membuat pikiran rileks dan hati bahagia. Karena sebagai single parent yang tidak memiliki bahu untuk bersandar, maka praktik relaksasi yang disebutkan di atas, akan sangat membantu.
Terakhir, mendekatlah kepada Tuhan. Senantiasa memohon petunjuk dan bimbinganNya. Tuhan tidak mungkin salah memilih seseorang untuk menjalani hidup sebagai ibu tunggal, maka bergantung kepadaNya adalah pilihan yang harus ditempuh. Kita harus yakin bahwa Tuhan tidak akan pernah membuat hambaNya sengsara dan menderita. Maka masalah yang menimpa, pasti sudah dibarengi dengan solusinya. Hanya saja terkadang kita yang belum dapat menemukan solusi tersebut. Atas petunjukNya, niscaya jalan menuju solusi akan terbuka.
Kesimpulannya, setiap kondisi pasti ada konsekuensi yang mengiringi. Entah itu anak-anak masih serupa rombongan krucil, maupun yang sudah beranjak remaja bahkan dewasa, tidak ada yang disebut lebih sulit atau lebih mudah. Jadi mulai sekarang berhentilah melontarkan pernyataan seperti yang tertera di awal tulisan ini. Kita harus bisa menimbang sesuatu sesuai dengan takarannya.
Akhirnya, mari kita senantiasa menerima dan bahagia dengan kondisi yang ada. Kurangi mengeluh dan kedepankan sikap solutif.
Be a happy Mom! 😊