Sebetulnya arti peribahasa itu kurang tepat untuk cerita yang mau aku tulis. Menderita karena orang yang kita sayang, dimaksudkan untuk seorang istri yang diperlakukan dengan tidak patut oleh suaminya. Sementara yang mau aku ceritakan adalah merasa gundah akibat perilaku anak. Tidak apa-apa lah ya.. toh orang yang disayang itu bisa suami, bisa juga anak.
Aku masih terkenang-kenang sama ucapan Bunda Rani Razak ketika aku mengikuti pelatihan bersamanya, bahwa jangan sampai perbuatan anak membuat kita susah. Duh.. duh.. mana lah bisaa.. aku rasanya sudah patah arang.. nyaris hopeless. Anakku yang nomor dua ituu.. mengapa sepertinya menutup hati untuk menerima kebaikan.
Setiap mencoba berkomunikasi, dipastikan akan berujung dengan pertengkaran. Sikapnya yang keras, sulit diberi nasehat, ngeyel, benar-benar menggoyahkan kesabaran. Emosiku tersulut, beradu kata, hingga tak jarang berakhir dengan air mata berderai-derai.
Semakin terpuruk rasanya dengan mengingat bahwa cobaan tak hanya dari si anak kedua. Hal-hal lain yang malas aku sebutkan sekarang (mungkin nanti aku ceritakan tersendiri) terasa semakin memberati pundak. Hingga terbetik sebuah kalimat di benak. Mungkin Tuhan akan memberikan penghiburan kepadaku, lewat... kematian.
Kukira, kematian bisa menjadi penghiburan, bukan? Bila hidup demikian berat, maka dipanggilNya akan menjadi hal yang menyenangkan. Tapi... bagaimana dengan si kecilku? sulungku? putri cantikku? hahaha.. masih enggan mati rupanya.. :P
Lalu tiba-tiba kabar duka menghampiri. Seorang sepupu berpulang untuk selamanya. Aku menyempatkan untuk bertakziah meski tempatnya jaauuh, yang awalnya membuatku ragu untuk berangkat. Tapi begitulah Allah berkehendak. Jauh kutempuh, ternyata di sana aku berjumpa dengan sepupuku yang lain, yang tak lain adalah teman kecilku. Berbilang tahun kami tak bertukar kabar. Ia segera menikah selepas SMA, sedang aku melanjutkan kuliah di kota kembang. Maka mengalirlah cerita sepupuku tentang putra-putrinya.
Anak sulung sudah kuliah, menekuni dunia otomotif. Sudah direncanakan nanti akan membuka bengkel bila lulus kuliah. Si bungsu, satu-satunya perempuan, kelas 6 SD, cantik dan berprestasi baik. Daan.. anak kedua.. sungguh membuatku menahan napas. Bukan hanya sering bolos dan mendapat peringatan dari sekolah seperti anakku, tapi dia berulang kali betul-betul dikeluarkan dari sekolah. Ganti-ganti sekolah.
Bila aku membawa anakku ke beberapa psikolog dengan metode pendekatan yang berbeda-beda, demikian pun sepupuku. Bahkan dia mengunjungi juga orang-orang pinter dan ajengan-ajengan demi harapan berubahnya perangai si buah hati.
Bila anakku bolos sekolah karena tergila-gila pada game Lost Saga, anak sepupuku itu melanglang buana ke berbagai kota. Berhari-hari tak ada kabar entah di mana keberadaannya. Ketika pulang lalu dihujani ceramah oleh sepupuku a.k.a Mamanya, dia hanya diam. Tidak membantah, tidak pula melawan.
Riwayat tawuran berderet panjangnya. Pasukannya entah anak-anak dari sekolah mana, entah mungkin juga anak-anak putus sekolah. Musuh pun tidak jelas orang-orang dari mana. Bergerombol-gerombol.
"Anakmu geng motor?" selorohku.
Daan.. OMG! pertanyaan berseloroh itu dijawab dengan anggukan dan.. "Iya, anakku wakil ketua Moon Raker."
Aku tercekat. Moon Raker? Aku tidak tahu satu pun nama geng motor. Lalu, wakil ketua? Jadi anak sepupuku adalah petinggi geng motor. Tiba-tiba kepalaku pening.
"Kemarin anakku baru aja tawuran. Dia kena 9 bacokan. Ini fotonya," lanjut sepupuku sambil menyodorkan foto di BB-nya.
Aku bergidik. Lidahku kelu. Foto anak sepupuku dengan 9 bacokan di kepalanya, membuat pandanganku berkunang-kunang.
Ya Allah.. begini rupanya Engkau memberitahuku. Betapa orang lain jauuh lebih menderita dari aku. Betapa kesabaranku masih jaaauuh di bawah kesabaran sepupuku. Betapa keyakinanku masih begitu lemahnya dibanding sepupuku.
"Aku yakin, suatu hari nanti anakku akan berubah. Nggak mungkin dia akan begitu terus. Setelah segala usaha yang aku lakukan. Aku masih menyimpan harapan, kelak dia akan jadi anak yang membanggakan," ucap sepupuku, diiringi segurat senyum.
Tetiba ada yang berdenyar di pelupuk mataku...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar