Rabu, 18 Februari 2015

Save Ust.Felix Siauw!



Kalau ada barisan pengagum Ustadz Felix Siauw, maka aku pasti ada dalam barisan itu. Sebenernya sih ngefansnya nggak yang sampe ngikutin banget gimana sepak terjang beliau. Tapi yang jelas, aku kagum banget sama beliau. Gimana nggak kagum? Masih muda, pinter, dengan pemahaman Islamnya yang wow banget. 


Kekagumanku pada Ust. Felix hampir mirip lah sama suka-nya aku ke Ustadz Antonio Syafei, meskipun teuteup lebih besar cintaku pada ustadz yang pakar ekonomi syariah itu..  
Tapi sekarang aku lagi bukan mau ngebahas Ust. Antonio, so.. back to Ust.Felix.
Beliau itu ya, bukunya udah lumayan banyak, wuih.. tambah suka aja sama orang yang pinter dan suka nulis. Aku baru baca dua bukunya. “How to Master Your Habits” dan “Udah, Putusin Aja!”. Buku yang pertama itu kereeen abiz! Kekagumanku berlipat deh. Ust.Felix yang baru mengenal Islam saat dia kuliah, tapi udah begitu dalem pemahamannya. Resensiku untuk buku ini, ada di sini.

Buku kedua, “Udah, Putusin Aja!” bagus banget buat segmennya, yaitu para remaja dan lajangers. Nah, sebenernya buku ini nih yang membuat aku pingin nulis note ini. Belum lama aku dengar kabar bahwa buku ini akan di-filmkan. Ustadz Felix konon heran kenapa bukunya yang nonfiksi itu kok diminati buat jadi film. Dan setelah dipertimbangkan dari berbagai sisi dengan beberapa persyaratan yang diajukan Ustadz Felix, akhirnya deal disepakati buku itu akan diangkat ke layar lebar.

Alasan paling kuat yang dikemukakan Ustadz Felix tentu agar pesan buku tersebut bisa sampai lebih luas menjangkau kalangan bukan penggemar baca. Agar dakwah bisa lebih berkembang. Agar para pelaku pacaran lebih banyak yang tertonjoq. Agar angka kemaksiatan akibat perzinahan terus menurun. Pokoknya semua tujuan mulia itu masuk akal banget, kan?

Konon Ustadz Felix mengajukan syarat bahwa proses pembuatan film itu harus dikawal ketat agar tetap syar’i. Dan pihak film sudah setuju. Karena itulah makanya Ustadz Felix berani menyetujui bukunya difilmkan.

Tapi sebagai seorang pengagum, aku justru khawatir. Ustadz Felix yang selama ini konsisten, teguh, bahkan terkesan sangat keras pada penegakan nilai-nilai Islam, apakah tidak sedang digoyang? Ketegasan sikapnya itulah yang membuatku salut dan menjura pada beliau. Lalu sekarang beliau akan bersentuhan dengan dunia film? Duh, maaf ya.. menurutku, mana ada yang syar’i dari sebuah film? Dalam arti benar-benar memegang nilai-nilai Islam, semisal: hubungan mahrom. Dalam film Kang Abik aja, pemeran suami istri diperankan oleh pasangan artis yang bukan mahromnya.

Aku takut nanti niat baik Ustadz Felix akhirnya malah akan berbalik buruk untuknya. Aku khawatir banget Ustadz Felix masuk perangkap. Filmnya nanti malah mengundang kontroversi. Orang-orang mengecam, dan para haters bersorak. Bukan tujuan dan pesan mulia dari buku itu yang menjadi sorotan, tapi di luar itu, proses filmnya, artis-artisnya, jalan ceritanya, dan sebagainya. Akhirnya pesan kebaikan dan nilai syar’i yang ingin digaungkan malah tenggelam oleh hal-hal yang bersifat teknis. Belum lagi nanti artisnya setelah selesai main film itu, tetap dengan gaya hidupnya yang ngartis dan nggak menjaga aurat.. hadeuh.. mancing omongan aja deh. Seolah film itu akhirnya cuma omong kosong aja.

Menurutku, better Ustadz Felix nggak usah menyetujui tawaran itu. Kalau dakwah yang luas, kukira dakwah beliau di twitter dan fb sudah cukup menjangkau banyak kalangan. Nggak usah merambah ke dunia film segala. Jadi aku akan senang kalau ternyata rencana memfilmkan “Udah, Putusin Aja!” mengalami kegagalan.

Mungkin kekhawatiranku terlalu berlebihan. Tapi ini tersebab kecintaanku pada beliau. I love him coz Allah..

Sabtu, 14 Februari 2015

Sekali Lagi Tentang Sabar


Setiap manusia akan diuji sesuai kadar kesanggupannya. Kalimat itu familiar banget, ya. Tapi aplikasinya. Subhanallah.. luar biasa sulit. Acap aku merasa, masalahku demikian rumit. Sudahlah masalah bapaknya anak-anak, masalah ekonomi keluarga, ditambah pula dengan masalah anakku yang mogok sekolah.

Apa sih yang harus dilakukan ketika anak mogok sekolah? Anakku kelas 9, tinggal 3 bulanan lagi belajar di sekolah sebelum pelaksanaan UN. Kenapa sih nggak memaksa diri untuk sekolah, toh setelah UN bisa bebas? Tapi ternyata pikiran anakku nggak kayak gitu. Dia merasa dirinya sakit dan harus dimaklumi. Betul, dia punya penyakit. Dari hasil rontgen thorax, dokter bilang bahwa anakku mengidap enfisema pulmonum, suatu keadaan paru-paru yang lemah. Tapi bukan berarti hidupnya tak bisa berkembang seperti orang lain. Kondisi mudah capek, harus dilawan. Dokter bahkan menyarankan anakku untuk rutin berenang. Dokter juga menyemangati anakku agar punya keinginan kuat untuk sembuh. Tapi anakku malah seolah merasa punya pembenaran dengan sakitnya itu. Setiap pagi kondisi badannya nge-drop (begitu istilah anakku). Dia merasa nggak enak badan dan memilih diam di rumah.

Selain masalah kesehatan, juga ada latar psikologis yang menjadi pemicu. Dan itu butuh pendekatan persuasif. Tapi ternyata susah bangeet. Mental mulu kalau aku bicara sama anakku itu.

Kadang pingin rasanya menghadirkan para pakar psikolog remaja, macam Kak Bendri Jaisyurrahman, ayah Irwan Rinaldi, di hadapan anakku. Apa ya, yang akan mereka lakukan untuk menaklukkan anakku? Tapi, gimana caranya bisa kontak dengan dua bapak keren itu? Ah, orang beken macam mereka mana mungkin bisa melayani orang kayak aku.. da aku mah apa atuh.. :P


Aku betul-betul sudah nyaris menyerah menghadapi ini. Usahaku untuk bicara baik-baik, membuka komunikasi, selalu berakhir dengan situasi yang panas. Aku merasa gagal menjadi ibu. Apa aku terlalu ngotot menjadi single mom? Tapi sesekali aku melibatkan ayahnya juga, kok. Enak aja, masa' aku pusing sendiri..

Beneran bikin pusing. Masalah ini sangat berpengaruh pada pekerjaanku di sekolah dan pada konsentrasiku untuk menulis. OMG! aku lelah.. :P

Tapi aku berasa nyess saat mendapat sms dari sahabat baikku, sesaat setelah aku curhat tentang masalah ini. Begini bunyi smsnya: Intinya mah ini ujian dari Allah. Ujian yang akan berlanjut sampai dikau lulus. Tetap semangat sampai Allah memberi keputusanNya. Hasbunallah wa ni'mal wakiil ni'mal maula wa ni'mannashiir. Saat semua jalan begitu buntu dan semua pintu seolah tertutup, ketuklah pintuNya di sepertiga malam. Banyak dzikir dan istighfar.

Gemetar rasanya.. seperti apakah ini nanti kesudahannya.. bagaimana keputusanNya? Ya, sekali lagi ini tentang sabar...

Kamis, 05 Februari 2015

Mainkan Saja Peranmu *)



Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Ketika ijazah S1 sudah di tangan, teman-temanmu yang lain sudah berpenghasilan,
Sedangkan kamu, dari pagi hingga malam sibuk membentuk karakter bagi makhluk yang akan menjadi jalan surga bagi masa depan.
Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
 Tak ada yang tak berguna dari pendidikan yang kau raih,
dan bahwa rezeki Allah bukan hanya tentang penghasilan kan?
Memiliki anak-anak penuh cinta pun adalah rezeki-Nya.

Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Ketika pasangan lain mengasuh bersama dalam cinta untuk buah hati,
Sedang kau terpisah jarak karena suatu sebab.
Mainkan saja peranmu, suatu hari percayalah bahwa Allah akan membersamai kalian kembali.

Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Ketika nyatanya kondisi memaksamu untuk bekerja, meninggalkan buah hati yang tiap pagi melepas pergimu dengan tangis.
Mainkan saja peranmu, ya mainkan saja, sambil memikirkan cara agar waktu bersamanya tetap berkualitas.

Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Ketika katamu lelah ini seakan tiada habisnya, menjadi punggung padahal rusuk.
Mainkan saja peranmu, bukankah semata-mata mencari ridha Allah?
Lelah yang liLLah berujung maghfirah.

Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Ketika belahan jiwa nyatanya bukan seperti imajinasimu dulu.
Mainkan saja peranmu, bukankah Allah yang lebih tahu mana yang terbaik untukmu?
Tetap berjalan bersama ridhaNya dan ridhanya, untuk bahagia buah cinta.
Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?

Mainkan saja peranmu, ketika timbul iri pada mereka yang dalam hitungan dekat setelah pernikahannya, langsung Allah beri anugerah kehamilan, sedangkan kau kini masih menanti titipan tersebut.
Mainkan saja peranmu dengan sebaik-baiknya sambil tetap merayu Allah dalam sepertiga malam menengadah mesra bersamanya.

Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Ketika hari-hari masih sama dalam angka menanti, menanti suatu bahagia yang katamu bukan hanya untuk satu hari dan satu hati.
Mainkan saja peranmu sambil perbaiki diri semata-mata murni karena ketaatan kepadaNya hingga laksana Zulaikha yang sabar menanti Yusuf tambatan hati, atau bagai Adam yan g menanti Hawa di sisi.

Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Ketika ribuan pasang pengantin mrngharapkan amanah Ilahi, membesarkan anak kebanggaan hati, dan kau kini, membesarkan, mengasuh dan mendidik anak yang meski bukan dari rahimmu.
Mainkan saja peranmu, sebagai ibu untuk anak dari rahim saudarimu.

Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan? Ya, taat. Bagai Nabiyullah Ibrahim, melaksanakan peran dari Allah untuk membawa istri dan anaknya ke padang yang kering. Kemudian rencana Allah luar biasa, menjadikannya kisah penuh hikmah, catatan takdir manusia.
Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan? Ya, taat.  Bagai Nabiyullah Ayub yang nestapa adalah bagian dari hidupnya, dan kau dapati ia tetap mempesona, menjadikannya kisah sabar yang tanpa batas berujung surga.
Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?

Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Ya, taat. Bagai nabiyullah lainnya. Berkacalah pada mereka, dan jejaki kisah ketaatannya, maka taat adalah cinta.
Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?
Taat yang dalam suka maupun tidak suka.
Taat yang bukan tanpa keluh, namun mengupayakan agar keluh menguap bersama doa-doa yang mengangkasa menjadikan kekuatan untuk tetap taat.
Mainkan saja peranmu, dalam taat kepada-Nya, dan karena-Nya.
*) big thanx for my dear ukhti, Ila... this message from her..