Senin, 12 Juli 2021

Menjadi Single Parent bagi Anak yang Sudah Besar Itu Lebih Mudah, Benarkah?

 

“Untung ya, anak-anaknya sudah besar. Kalau masih kecil-kecil kan repot. Nggak kebayang deh, ribetnya ngurus krucil, sendirian.”

Kalimat seperti itu kerap dilemparkan kepada ibu tunggal yang anak-anaknya sudah melewati masa kanak-kanak. Seakan kondisi anak yang lebih besar membuat ibu tunggal posisinya lebih mudah. Benarkah demikian?

Iya lebih mudah, karena …

1.     1. Tingkat kemandirian anak yang sudah besar, lebih baik

Kita tahu bersama, anak-anak kecil apalagi balita, butuh bantuan dan pengawasan ekstra. Makan masih harus disuapi, mandi harus dimandikan, bahkan mainan bekas mainnya pun seringkali harus dibantu untuk dirapikan. Belum lagi kalau main lupa waktu, kita harus menyusulnya ke rumah temannya. Lain halnya bila anak sudah besar. Biasanya mereka sudah lebih mengerti, lebih bisa dikasih tahu. Hal ini karena tingkat kemandirian yang lebih baik, sehingga anak yang sudah besar relatif lebih terkendali.

2.  2. Penguasaan emosi yang lebih terkontrol

Anak-anak kecil yang keinginannya tak terpenuhi atau berada dalam kondisi yang tidak nyaman, mudah saja mengekspresikan emosi, bahkan di depan umum. Bisa menangis kencang, berteriak-teriak, memukul-mukul, hingga meraung-raung sambil menggelosor di lantai. Pada anak yang lebih besar hal tersebut tidak lagi terjadi, karena mereka lebih bisa mengontrol emosi, dan memiliki rasa malu sehingga tidak menunjukkan sikap mengamuk.

3.    3. Bisa diandalkan untuk membantu pekerjaan rumah

Anak-anak yang sudah besar biasanya cakap melakukan pekerjaan rumah ringan, seperti mencuci piring, menyapu, mengepel, hingga memasak sederhana. Maka sang ibu akan sangat terbantu karena pekerjaan-pekerjaan tersebut bisa didelegasikan kepada anak-anak untuk mengerjakannya. Kalau anak-anak yang kecil memberantaki rumah, maka sebaliknya, anak yang agak besar merapikan. Ini membuat Ibu bisa menarik napas lega.


Nggak gitu ah, karena …

           1.       Masalah yang dialami anak yang sudah besar, lebih kompleks

Sewaktu anak masih kecil, Ibu disibukkan oleh kegiatan-kegiatan yang cenderung menguras tenaga, dalam membersamai anak. Maka lelah yang timbul adalah lelah fisik. Sedangkan anak yang lebih besar, lebih banyak menimbulkan lelah hati bagi Ibu. Masalah seputar anak remaja dan menjelang dewasa menyedot pikiran dan emosi. Menenangkan anak remaja tidak cukup dengan iming-iming permen atau es krim. Butuh tarik ulur perasaan. Alih-alih mengademkan masalah, yang terjadi malah tersulut emosi. Sehingga masalah bertambah runyam. 

2.       Kemampuan mengungkapkan pendapat lebih besar

Bila anak-anak kecil mudah dibujuk dengan kata-kata, maka anak yang lebih besar justru pandai menggunakan kata-kata untuk memprotes atau menyuarakan pendapat. Ibaratnya, Ibu baru saja mengucap sepatah kata, tetapi anak sudah membalas dengan sebaris kalimat. Sungguh ini bisa memancing emosi.

Selain itu, mereka pun butuh penjelasan lebih banyak apabila dilarang atau disuruh sesuatu. Yang terkadang justru Ibu berpikir bahwa seharusnya si anak sudah tahu, karena mereka sudah besar. Alhasil, anak menuntut penjelasan sementara Ibu menuntut pengertian. Akhirnya teperciklah konflik. 

3.       Lebih mendengar orang lain daripada Ibu

Anak-anak yang sudah besar memiliki lingkaran pertemanan lebih kuat. Mereka saling melindungi dan memercayai antarteman. Tidak jarang nasihat Ibu dianggap angin lalu, sedangkan kata-kata teman sangat diperhatikan dan merasuk kalbu.

Apalagi bila anak sudah memiliki pacar. Seperti pengalaman seorang Ibu yang terluka hatinya ketika si anak mengatakan bahwa ia bangun pagi karena ditelpon sang pacar. Padahal dari sebelumnya, Ibu sudah berulang kali memanggil dan mengetuk pintu kamar agar anaknya bangun. Namun ternyata, si anak bangun bukan oleh upaya Ibu yang gigih membangunkan anaknya, melainkan suara pacar yang membangunkan via telpon.

 

Lalu bagaimanakah kiat Ibu tunggal menghadapi dinamika seputar pola asuh dan pola didik anak, ketika anak-anak sudah melampaui masa kanak-kanak? 

Berikut 3 tips yang bisa diterapkan yang dapat menjadi solusi.

Pertama, perkaya wawasan dengan ilmu parenting. Materi-materi ilmu parenting yang informatif bisa didapat melalui web yang memberi porsi pada masalah seputar dunia keluarga. Dengan pendalaman ilmu parenting, akan membuat pikiran lebih terbuka dan mampu memahami masalah yang membelit. Sehingga kemudian dapat dicari jalan keluar yang realistis dan relatif mudah ditempuh. 

Dengan pengayaan ilmu parenting, akan lebih mengarahkan pada upaya solutif dan bukan sekadar mengeluh atas masalah yang dihadapi. Pembahasan dan pemaparan dari para ahli, tentu akan lebih membukakan mata tentang beragam konflik dan intrik yang mungkin terjadi dalam dunia anak serta remaja.

Khusus pada masalah single parent, biasanya ada pembahasan tersendiri. Tips dan kiat ditawarkan sebagai alternatif pemecahan masalah. Misalnya, bagaimana menghadapi stress sebagai Ibu singleparent, cara mengatasi tantangan mengasuh anak bagi single parent, dan lainnya. 

Kedua, menjalankan relaksasi saat kepusingan melanda. Ketika masalah anak bertubi-tubi yang rasanya bikin kepala mau pecah, maka segera lakukan relaksasi agar pikiran dan perasaan lebih tenang dan terkendali. Bisa dengan terapi napas, olahraga ringan, memandang langit, atau hal lain yang membuat pikiran rileks dan hati bahagia. Karena sebagai single parent yang tidak memiliki bahu untuk bersandar, maka praktik relaksasi yang disebutkan di atas, akan sangat membantu.

Terakhir, mendekatlah kepada Tuhan. Senantiasa memohon petunjuk dan bimbinganNya. Tuhan tidak mungkin salah memilih seseorang untuk menjalani hidup sebagai ibu tunggal, maka bergantung kepadaNya adalah pilihan yang harus ditempuh. Kita harus yakin bahwa Tuhan tidak akan pernah membuat hambaNya sengsara dan menderita. Maka masalah yang menimpa, pasti sudah dibarengi dengan solusinya. Hanya saja terkadang kita yang belum dapat menemukan solusi tersebut. Atas petunjukNya, niscaya jalan menuju solusi akan terbuka.

Kesimpulannya, setiap kondisi pasti ada konsekuensi yang mengiringi. Entah itu anak-anak masih serupa rombongan krucil, maupun yang sudah beranjak remaja bahkan dewasa, tidak ada yang disebut lebih sulit atau lebih mudah. Jadi mulai sekarang berhentilah melontarkan pernyataan seperti yang tertera di awal tulisan ini. Kita harus bisa menimbang sesuatu sesuai dengan takarannya.

Akhirnya, mari kita senantiasa menerima dan bahagia dengan kondisi yang ada. Kurangi mengeluh dan kedepankan sikap solutif.

Be a happy Mom! 😊  




14 komentar:

  1. Jadi, apa pun pasti ada tantangannya, ya. Entah usia muda atau usia yang lebih tua. Namun, kunci keberhasilannya bukanlah pada pemilihan usia anak, melainkan penerimaan sang orangtua dalam membersamai anak.

    Tulisan yang mencerahkan, mbak. Sangat bermanfaat #arulight

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasii Bang Arul dah mampir.
      Betul banget itu kuncinya, tentang penerimaan, yang pada ujungnya beririsan dengan "Ikhlas".

      Hapus
  2. Terharu bacanya. Iya, menghadapi anak beda usia beda caranya, bahasannya beda, tarik ulurnya beda. sebagai orang tua juga mesti terus belajar, dan meluaskan hati.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasii Mbak Shab..
      Iya ya, belajar sepanjang hayat itu termasuk ketika kita menjadi orang tua, bagaimana memiliki hati yang luas semembentang langit.

      Hapus
  3. Benar, semua ada tantangannya ya, Mbak.Terima kasih sudah berbagi. Semoga sehat-sehat semuanya dan kita senantiasa dibimbing Allah membarengi anak2. Aamiin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin.. Aamiin..
      Makasii doa dan supportnya, Mbak Aini.

      Hapus
  4. Ada tantangan yang berbeda di setiap fase usia ya mbak. Semoga sehat2 dan bahagia selalu ya mbak bersama anak2 tercinta

    BalasHapus
  5. Semua orang tua punya tantangan sendiri dalam membesarkan anak mereka. Barakallah ya Teh Linda, terus semangat dan semoga anak2nya jafi qurrata ayyun bagimu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. InsyaAllah semangat terus, Mbak..
      Makasii doanya..

      Hapus
  6. Wahh terima kasih sharingnya mbaak.. bemanfaat buat single mom kayak akuuuh..

    BalasHapus
    Balasan
    1. sesama single mom kitaah..
      aku banyak belajar dari kesetrongan dirimuu..

      Hapus
  7. tiap fase adalah ujian ya Teh... salut tetap diajukan ke dirimu, karena terbang dengan sayap hanya sebelah itu membutuhkan kekuatan fisik mental yang luar biasa...

    BalasHapus
  8. hehe.. tentang sayap itu.. jadi inget dulu pernah bikin tulisan dengan judul "Ketika Mengepak dengan Satu Sayap".. eternyata kejadian sama aku sekarang..

    BalasHapus