Minggu, 26 Februari 2012

Laptop Impian

Beberapa waktu lalu aku di-tag info lomba resensi dalam rangka milad FLP ke-15. Awalnya ga begitu tertarik, tapi biasanya ketika teman-teman kemudian nge-tag naskahnya, aku jadi tergoda juga. Dan, demikianlah yang terjadi. Aku jadi kepingin ikutan juga.

Ada sepuluh judul buku yang menjadi pilihan untuk diresensi. Aku mengincar buku baru yang ditulis temanku, namanya Awy. Ibarat sambil menyelam minum air, aku beli bukunya sambil bisa ikutan lomba juga.

H-1 dari deadline, bergegas aku melesat ke Gramedia. Bela-belain deh, sewa ojek. Sebelumnya mau pake mobil, tapi sebel banget.. mobilnya tak kunjung tiba. Akhirnya menderulah aku dengan motor butut tetanggaku yang berprofesi sebagai ojekers menuju Gramedia. Duh.. padahal terasa kurang enak badan, karena sehari sebelumnya aku berkendara ke Sukabumi dengan macet sekitar 5 jam.. pfffh.. pegeell bangets!

Setibanya di mal mentereng deket IPB itu, aku langsung turun menuju toko Gramedia, dan tanpa tengok kanan kiri, memburu komputer pencari. Tapii.. apa yang terjadi? Bukan buah semangka berdaun sirih.. ternyataa.. buku yang kumaksud belum mendarat di Gramed situ. Kuhampiri petugas yang wara-wiri untuk minta bantuan, lalu aku dibawanya ke petugas customer service, bersama-sama nge-cek keberadaan buku tersebut. Hasilnya.. nihil, sodara-sodari! Konon ucap sang petugas, "buku ini belum masuk wilayah Jabodetabek".. gubrak!

Lunglai aku meninggalkan toko, sambil menyesal kenapa tadi ga dicatat kesepuluh judul buku yang diajukan panitia lomba. Akhirnya, aku nekat cari warnet bersama Pak Ojek yang baik hati..

Kami menjelajah ke wilayah kampus Universitas Pakuan, sampai akhirnya menemukan juga warnet yang buka, setelah sebelumnya warnet yang kujumpai tutup semua. Aku segera buka internet lalu searching info lomba tersebut. Tak lupa sebelumnya pinjam dulu pulpen plus bonus kertas pada abang warnet. Kucatatlah judul-judul buku itu, komplet sama nama penulis, penerbit, dan tahun terbitnya.

Pak Ojek kembali nge-gas motornya.. (mana jalannya terjal mendaki dan turunan curam..).. mengantarku balik lagi ke Gramedia. Dengan mantap aku melangkah menuju komputer pencari, lalu mencari satu judul buku yang paling menarik hatiku.. namun.. oh, tak ada alias stock kosong. Beralihlah aku ke judul berikut, dan mengalami nasib serupa. lalu.. judul ketiga, keempat, kelima.. hingga kesembilan.. hiks.. sama saja. Lemees banget!

Aku keluar dari toko dengan gontai. Naseeb.. memang ga bisa ikutan di ajang ini, mungkin.. pikirku.. :(
Di eskalator.. aku termenung. Ada satu judul buku yang aku ga tertarik untuk meresensinya, bahkan ga kucatat di daftar judul buku itu. Tapi, anehnya aku ingat betul judul buku dan nama penulisnya. Saat kakiku meninggalkan eskalator lalu melangkah menuju pintu keluar, aku berubah pikiran. Ah, bukankah akan menjadi tantangan yang hebat kalau aku menulis resensi dari buku yang aku ga suka..?

Maka, balik kanan.. grak! aku pun memutar arah, kembali turun menuju Gramedia. Mantap, kuambil buku berjudul "Happy Working Mom" karya Aprillina Astari Gaib (smoga menulisnya tidak salah.. padahal waktu itu, aku hafal banget lho..), lalu kubawa ke kasir dan membayarnya. Oh, sia-sialah.. perburuanku ke warnet.. Tidak! kutepis pikiran itu.. Ini kan bagian dari perjuangan.. (halah!)

Kubaca buku itu sejak sore, kukhatamkan malam harinya, dan.. langsung tancap gas bikin resensi. Setelah rampung, kupikir.. smoga resensi ini juga bermanfaat untuk yang baca, meski niat utamanya ikut lomba.

Pagi harinya, pas deadline, resensi itu kukirim ke email panitia. Masih terbayang-bayang info lomba itu yang dikirim kembali oleh Mbak Lyta via inbox dan baru kubaca seksama, hadiahnya.. mini laptop! Aku girang bukan kepalang.. oh, betapa itu adalah benda yang kudamba.

Selesai urusan mengimel, sesuai ketentuan lomba, aku posting di note fesbuk dengan nge-tag limabelas kawan. Tanggapan bermunculan. Seperti biasa, kebanyakan penuh puja dan puji, yang kadang membuatku bimbang, ini benarkah atau basa-basi atau karena semangat ingin menyenangkan teman..?

Dua hari kemudian, aku melihat ada balasan email dari panitia lomba. Aku diingatkan untuk memosting di note fb, lalu memberi linknya kepada mereka, dengan penekanan 'ASAP'. Bahkan info lomba pun dikirim ulang pula di email itu agar aku bisa membaca lagi ketentuan lomba. Maka bersusah payahlah aku mengirmkan link note fb-nya.. (maklum emak gaptek).. dan, hasilnya gagal terus. Aku sms Mbak Lyta, ternyata malah dia ga dapet balasan email seperti itu. Akhirnya nekat kukirim ke inboxnya Pengurus FLP di fesbuk, sambil tak lupa menyebutkan alasannya. Dengan simpatik, pengurus membalas inbox itu, berjanji untuk meneruskan note resensi-ku kepada panitia.

Aku berharap ada keajaiban. Dalam khayalanku, dua pemenang yang dijanjikan hadiah laptop itu, satu dari peresensi fiksi, satu lagi dari nonfiksi. Dan.. peresensi nonfiksi itu adalah.. aku! Ga papa kan.. ngayal tingkat dewa..? Mimpi kan gratiss.. sapa aja bolee.. :)

Aku menghitung hari. Menunggu saat-saat acara puncak peringatan milad FLP tersebut. Pagi bergerak menuju siang, lalu merambat ke sore hari. Waktu sore itulah.. waktu yang tercantum pada jadwal acara sebagai waktu pengumuman pemenang lomba. Dengan degup penuh harap, kutelusuri pengumuman lomba demi lomba, karena banyaknya ajang lomba yag digelar. Tiba di pengumuman pemenang lomba resensi.. aku tercekat! Bermenung aku dalam murung.. oh, namaku ga ada. Bahkan seorang penulis keren sekelas Mbak Lyta pun kalah.

Inilah akhir penantian kali ini. Masih akan ada penantian-penantian berikutnya.. Oh, laptop.. semoga aku bisa segera memilikimu.. :)

Selasa, 21 Februari 2012

Pemburu Rembulan

Seorang teman di sebuah grup dalam komunitas penulis fesbuker, mengabarkan tentang sebuah novel istimewa. Penulisnya, juga anggota grup itu, adalah putra daerah yang berasal dari sebuah tempat nun jauh di ujung Pulau Jawa, bernama Pulau Bawean.

Dari interaksi di grup, aku menangkap sesuatu yang menarik dari penulis muda itu. Sulaman kata-katanya indah menggugah, namun kadang terselip humor segar nan menggelitik. Maka, aku pun terseret rasa penasaran untuk membaca novel hasil karyanya.

“Pemburu Rembulan” judulnya. Dengan tampilan cover yang cantik dalam paduan warna cerah, novel ini nampak ‘eye catching’. Ditambah ketebalan 416 halaman, membuat harga novel ini cukup lumayan-untuk tidak mengatakannya.. ehm, agak mahal.

Kisah dalam novel ini berpusat pada persahabatan dua orang pemuda, bernama Arul dan Amar. Mereka berpetualang di Pulau Bawean selama empat hari. Sungguh, empat hari yang berpelangi.

Amar, pengusaha muda, dengan naluri bisnisnya yang jitu, membidik Pulau Bawean, tepatnya Kampung Somor, untuk mengembangkan bisnis pembudidayaan umbi scratophy. Tanaman ini adalah salah satu dari banyak bahan baku alami yang sangat diincar perusahaan-perusahaan kesehatan internasional. Tidak sekedar ingin mengeruk laba berlimpah, Amar juga memiliki tujuan mulia, ingin membantu masyarakat setempat dalam memperbaiki tingkat kehidupan yang selama ini terpuruk. Sebuah pilihan pekerjaan yang menjanjikan, karena di Kampung Somor hanya ada pekerjaan melaut, mencari kayu, atau nguli ngeruk pasir di tebing gunung yang beresiko tinggi. Atau, menjadi TKI ke negeri jiran, yang tidak kalah riskannya.

Sedangkan Arul, pengajar cerdas, menyentuh TPA untuk menyalurkan idealismenya. Di TPA yang sederhana itu, Arul berjumpa dengan 13 murid yang polos dan menggemaskan. Juga berhadapan dengan Hirzi, ustadzah muda, guru tunggal yang membangun TPA seorang diri dengan tangan besi. Hari-hari Arul mengajar di TPA adalah hari-hari yang amat menyenangkan sekaligus mengejutkan, baik bagi anak-anak maupun bagi ustadzah.

Penulis menggulirkan pengalaman Amar menghadapi penduduk Kampung Somor yang polos dan lugu. Namun mereka punya semangat juang yang tinggi serta berhati tulus. Sementara, Arul, berupaya keras meluluhkan prinsip Ustadzah Hirzi dalam menerapkan metode pendidikan. Perjalanan keduanya tidak sendiri-sendiri. Ia menjadi rangkaian kisah yang padu dan menawan.

Jalinan cerita yang dibangun cukup apik, dibalut nuansa humor yang kental. Tidak muluk-muluk, bahkan ia sederhana tapi manis. Tokoh utama, patut dijadikan teladan karena memiliki semangat tinggi untuk membawa perubahan, namun keduanya tidak digambarkan sebagai tokoh sempurna tanpa cacat.

Novel ini pun membawa pembaca pada sebuah panorama lukisan alam yang menakjubkan. Kecantikan Pulau Bawean nan eksotis, pesisir pantai yang menenangkan, debur ombak yang mengalun manja, juga hutan liar yang masih perawan.  Tak hanya  keindahan yang tampil, pembaca pun dibenturkan pada realitas sosial betapa mengenaskan kondisi tempat yang jauh tersentuh dari pembangunan yg sering didengungkan oleh penguasa negeri tercinta ini.

Kisah romantis tetap hadir di sini. Sebuah rasa cinta yang meresahkan namun memberi sensasi dahsyat bagi si pelaku. Tak ada bumbu rayuan gombal, namun sebuah perenungan yang dalam tentang hakikat cinta. Proses yang sederhana tapi menggetarkan. Terasa indah, elegan, dan memberi kekuatan.

Sedikit catatan, ada juga yang menyembul di pikiranku. Beberapa bagian humor, kadang terasa berlebihan. Entah, karena konon orang Bawean itu memiliki sense of humour yang tinggi, mungkin humor seperti itu tergolong biasa. Tapi, hanya beberapa bagian saja, selebihnya sangat menghibur.

Aku juga ingin menggarisbawahi bagian petualangan Arul dengan murid-murid tercintanya. Saat mereka memakan sesajen, yang sangat dipegang teguh nilai kesakralannya oleh masyarakat setempat, ternyata aman-aman saja. Kupikir, akan ada konflik di sini. Lagipula, tidakkah masyarakat marah bila orang asing melanggar nilai-nilai yang dianut kuat? Apalagi, sang pemberi sesajen juga menyaksikan penjarahan makanan lezat dalam sajen itu.

Anyway, meski ini novel perdana yang dihasilkan penulis, namun sama sekali jauh dari mengecewakan. Dijamin, kalian nggak akan menyesal bila membeli dan membacanya.

Honestly, aku jatuh cinta pada novel ini. Gaya penceritaannya unik. Muatan nilai edukasi memiliki bobot tinggi. Taburan kata-kata berhikmah nan bertenaga. Pembaca dibuat tersenyum, terhanyut, terharu, tersentuh, dan terbangun. Namun jangan heran, bila kemudian kita  terbahak dan terpingkal-pingkal. Sungguh, sebuah paduan rasa yang asyik.

Judul      :  Pemburu Rembulan
Penulis    :  Arul Chandrana
Penerbit  :  Gradien Mediatama
Tebal      :  416 halaman
Cet.pertama : 2011

Antologi kasih : Seribu Cinta yang Menyala

Ada berbagai cara untuk berbagi. Tidak hanya langsung menyodorkan lembaran rupiah, namun apapun bisa diberdayakan menjadi sarana menuju itu.

Bagi penulis, sebuah karya dapat melempangkan jalan agar dapat membantu sesama. Tulisan-tulisan yang indah dikumpulkan dalam sebuah antologi, lalu seluruh royalti disumbangkan kepada siapa saja yang membutuhkan.

Adalah Kumalasari, perempuan malang dengan Post SCTP Causa ALO + PEB, mengalami koma selama kurang lebih 3 tahun. Biaya penanganan medis tak terkira banyaknya. Karena itulah, "Antologi Kasih-Seribu Cinta Yang Menyala" digagas sebagai bentuk empati atas penderitaan yang dialami Ibu Kumalasari.

Buku antologi ini memuat 22 kisah menyentuh tentang cinta. Cinta kepada keluarga, sahabat dan handai tolan (maaf, cinta kepada pacar, tidak ada dalam buku ini). Tidak hanya menggugah, namun memberi inspirasi akan hakikat cinta yang tulus, cinta yang hanya memberi namun tak harap kembali.

Kenangan yang terpatri tentang Emak yang mencintai anaknya dengan caranya sendiri, dituturkan menawan oleh Ayesha El Himmah. Ada pula kisah sendu tentang seorang kakek di usia senjanya, yang memberi hikmah kepada kita betapa ujung episode kehidupan manusia tak bisa diterka. Kisah ini ditulis apik oleh Binta Al-Mamba. Yang juga menggetarkan adalah kisah yang ditulis oleh Nessa Kartika tentang seorang istri yang memiliki hati semembentang samudra. Suaminya seorang bisu-tuli, pun kemudian anaknya. Sebaliknya, cinta dan pengorbanan tulus seorang suami kepada istrinya yang menderita kanker otak, hadir dalam kisah berjudul "Cinta Tak Berbatas Waktu" yang ditulis oleh Linda Nurhayati.

Masih banyak kisah inspiratif lainnya yang disuguhkan dalam antologi ini. Bila Anda membeli bukunya, bukan saja akan beroleh kenikmatan saat membacanya, namun juga beroleh pahala karena turut menyumbang demi kemanusiaan. Dengan hadirnya buku ini, akan mengingatkan kita untuk selalu bergandengan tangan di jalan kebaikan.

Lets Enjoy The School

Saat si buah hati memasuki fase baru yaitu bersekolah, ada beragam pengalaman di dalamnya. Dari mulai persiapan hingga mengantar pada hari pertama sekolah. Aneka kejadian yang tak terduga, kerap terjadi. Bagaimana menyiasati hal seperti itu? Bagaimana pula tips dan trik agar dapat melalui hari pertama si kecil bersekolah dengan aman terkendali? Bagaimana caranya agar senyum ceria anak-anak tidak berubah menjadi mata yang berkaca-kaca atau teriakan histeris?

Buku "Let's Enjoy The School" menguak banyak problematika seputar mengawal anak di hari pertama sekolah. Ada 18 ibu yang bertutur tentang pengalamannya saat mengantar putra-putri kesayangan memasuki gerbang sekolah. Seorang anak yang awalnya bersemangat ingin sekolah, tiba-tiba kakinya seperti tertancap di tanah saat tiba di pagar sekolah. Ada juga anak yang terbiasa menggunakan bahasa Inggris di rumah, ternyata pada hari pertama sekolah malah terjadi miskom dengan ibu guru. Lalu, pengalaman si kembar yang ditempatkan dalam kelas terpisah. Juga ada cerita tentang anak yang mengamuk hingga menendang dan memukul ibu guru. Serta berbagai kisah menarik lainnya.

Dari pengalaman-pengalaman dalam kisah tersebut, pembaca akan diajak mengenal aneka kebiasaan anak serta dampak yang mengikutinya. Misalnya: kita tidak bisa langsung menyimpulkan bahwa balita yang bersikeras ingin sekolah karena melihat teman-teman di sekitar atau kakaknya yang setiap hari pergi sekolah, adalah benar-benar sudah siap bersekolah. Boleh jadi, ia hanya merasa kesepian di rumah, atau ingin tampak 'keren' seperti teman/kakak yang dilihatnya berpakaian seragam dan menyandang tas.

Buku ini benar-benar bergizi untuk dikonsumsi oleh para orangtua yang akan mempersiapkan buah hati tercinta masuk ke sekolah TK maupun SD. Di dalamnya, para penulis berbagi tips cara anak bersosialisasi, bagaimana menjalin komunikasi dengan guru, menyiasati anak yang mogok sekolah, serta apa yang perlu diperhatikan dalam memilih sekolah yang tepat, yang ramah anak. Selain itu, tinjauan psikologi pun hadir sebagai penambah wawasan.

Ada lagi yang tak kalah menarik dari buku ini, yaitu aneka resep bekal sehat untuk anak. Resep-resep praktis yang mudah dibuat dengan citarasa yang enak dan disukai anak, lengkap dengan fotonya. Ada nasi goreng gulung, bakso bakar, banana sandwich, martabak bayam, dan makanan lain yang mengundang selera.

Bagi para orangtua muda, tidak ada alasan untuk tidak memiliki buku ini. Sedangkan ayah bunda yang putra-putrinya telah melewati masa TK dan kelas 1 SD, maka membeli buku ini pun tidak sia-sia, karena sangat pas sebagai kado. Teman, kerabat, sahabat, dan handai tolan yang memiliki putra/putri balita atau usia menuju SD, tentu akan sangat berterimakasih bila mendapat hadiah buku ini. Oh ya, buat lajangers, tidak ada salahnya juga membeli dan membaca buku ini, untuk menambah amunisi sebagai bekal di masa datang.

Selamat menikmati dan merasakan limpahan manfaatnya.

Judul             :  Let's Enjoy The School
Penulis          :  Naqiyyah Syam, Linda Nurhayati, Shabrina WS, dkk
Penerbit        :  Gurita (imprint Zikrul Hakim)
Cetakan I      :  Oktober 2011

Gado-Gado Poligami - Antara Fiksi dan Realitas

Poligami.. hmm.. tema yang tak lekang dimakan jaman. Selalu ramai diperbincangkan. Mengundang kontroversi antara pro dan kontra. Menuai perdebatan antara mendukung dan menentang. Namun, betapapun riuh pembahasan mengenai poligami, para pelakunya tak surut dari waktu ke waktu, dengan berbagai alasan dan kondisi yang melatari.

Aneka kehidupan poligami mewarnai kehidupan ini. Ada yang beraroma luka dengan airmata tak berkesudahan. Ada tetes kecemburuan yang kental di dalamnya. Ada pengorbanan yang berbanding lurus dengan keikhlasan. Dan, ada pula yang bertabur senyum dengan rona bahagia.

Sebuah buku bertajuk “Gado-Gado Poligami – Antara Fiksi dan Realitas” terbitan PT Elex Media Komputindo, mengurai kisah poligami dengan menampilkan kisah nyata dan kisah fiksi. Macam gado-gado yang memuat bermacam bumbu, maka kisah-kisah ini memiliki rasa yang berlainan. Ada yang manis, asin, hingga pedas. Namun yang pasti, kesemuanya bermuara pada satu rasa, yaitu rasa yang sedap.

Bermula dari lomba menulis flash fiction maksimal 400 kata di facebook, terjaringlah kisah-kisah FF pilihan yang kemudian menjelma menjadi buku ini. Adalah Leyla Imtichanah a.k.a Leyla Hana yang menggagas lomba ini lalu menyusunnya dengan menambahkan kisah-kisah nyata untuk penyeimbang serta pembanding. Maka, terbentanglah di hadapan pembaca, antara fiksi dan realita seputar poligami.

Lomba flash fiction alias fiksi kilat itu sendiri, ternyata mendapat sambutan luar biasa dari para fesbuker. Di luar dugaan, peserta lomba mencapai 300 lebih. Bahkan hingga deadline lewat, masih saja ada yang bersikeras mengirimkan naskahnya.

Kisah-kisah dalam buku ini membawa kita pada perenungan yang dalam tentang dinamika poligami. Plus minusnya, suka dukanya, bahagia dan deritanya. Anda akan dibuat tercengang, takjub, gregetan, dan tersayat pilu. Pun Anda tak dapat mengelak isak, lalu mengulum senyum, bahkan geram berdentam-dentam.

Tengoklah kisah yang bertutur tentang seorang istri yang awalnya merestui pernikahan suaminya yang kedua. Suaminya santun memohon izin dengan alasan yang bisa diterima. Namun mengapa kemudian keluarga yang semula bahagia itu berubah menjadi oleng? Apa yang dilakukan istri pertama agar keluarganya tetap berlayar tenang meski badai menghantam? Kisah perjuangan seorang wanita yang tegar ini hadir dalam kisah apik berjudul “Mengepak Dengan Satu Sayap”.

Kisah-kisah lain yang mengaduk emosi, tentang poligami terselubung. Tidak ada pemberitahuan kepada istri pertama, sekonyong-konyong berita tentang istri kedua lengkap beserta anaknya, menggelegar membuat hati berguncang. Ada yang kehilangan kendali, ada yang tertatih-tatih menata hati, ada juga yang bangkit lalu berjaya. Apa saja yang mereka lakukan? Bagaimana keluarga dekat seharusnya bersikap? Lalu bagaimana nasib anak-anak hasil pernikahan itu? Temukan hikmah yang bertabur dalam kisah-kisah tersebut.

Poligami yang damai berbuah kebahagiaan, juga terjadi dalam kehidupan. Istri kedua yang dipilihkan oleh istri pertama, lalu mereka bahu membahu dalam biduk rumahtangga dengan satu nakhoda yang sama. Sebuah keluarga yang kompak, dengan anak-anak yang akrab kepada dua ibunya. Bagaimana hal semacam ini bisa terjadi? Apa yang melatari peristiwa tersebut? Sungguh merupakan kisah inspiratif.  Judulnya adalah “Senyum Ini Milik Kami”. Kisah-kisah bahagia lainnya yang tak kalah menginspirasi, juga menarik diselami.

Kepiawaian para penulis dalam menuangkan ide dan imajinya, tampak dalam deretan fiksi kilat dalam buku ini. Dengan jumlah kata yang dibatasi, karena sifatnya yang ‘kilat’, pembaca tidak akan kehilangan asyiknya mengunyah cerita. FF berjudul “Secangkir Kopi” benar-benar menguar aroma nikmat, dengan suasana syahdu dalam sulaman kata-kata indah nan romantis. Menyusul cerita yang berjudul “Carikan Aku Teman, Bi” merupakan kisah sederhana yang manis dengan ending tak terduga. Dan rupa-rupa kisah lainnya dalam racikan gado-gado dengan kata kunci: sedap.

Setelah menelusuri kisah-kisah fiksi dan realita, kesimpulan adalah milik pembaca, bagaimana memaknai poligami. Barisan kalimat bertenaga berikut, dicuplik dari tulisan pada cover belakang buku ini. Pernikahan poligami maupun monogami, keduanya sunah Rasul. Pilihan yang diambil, hendaknya menjadi jalan untuk meraup pahala dan surga serta mendapatkan keberkahan di dunia dan akhirat, yaitu keluarga sakinah, mawaddah, wa rohmah. Keberkahan itu hendaknya diraih dengan menjauhkan diri dari perbuatan zalim dan bersifat aniaya terhadap keluarga.

Kehamilan yang Menakjubkan

Kehamilan adalah hal yang didamba bagi seorang wanita yang telah menikah. Berita tentang kehamilan merupakan kabar yang membawa bahagia bagi pasangan suami istri juga keluarga besarnya.  Ada yang mudah mendapatkannya, namun ada pula yang menunggu-nunggu hingga bilangan tahun.

Masa kehamilan yang sembilan bulan lebih itu, menjadi cerita yang beragam bagi para ibu. Rupa-rupa pengalaman dilalui pada masa itu. Bermacam reaksi terjadi dalam diri, baik secara fisik maupun psikis.  Bahagia dan derita bertumpang tindih. Tapi satu yang pasti, bertumbuhnya janin dalam rahim benar-benar nikmat anugerahNya yang wajib disyukuri.

Buku “Kehamilan Yang Menakjubkan” memuat kisah-kisah seputar kehamilan yang dialami para ibu. Tulisan-tulisan ini merupakan kisah terpilih dari sebuah audisi menulis di facebook. Dari 235 naskah yang masuk, dipilih 3 naskah pemenang utama, dan 27 kisah lainnya yang inspiratif dan menarik untuk dibukukan.

Perjuangan para ibu menjalani kehamilan, hadir dalam kisah mengharukan, menakjubkan, memberi kekuatan, memotivasi,  dan ada juga yang membuat tersenyum simpul. Selain kehamilan yang dinanti, ditemui pula kehamilan yang seolah hadir di luar rencana, karena usia si kakak masih berbilang bulan. Pun kehamilan yang berat dijalani dan berujung pada kepergian sang bayi untuk selamanya.

Kisah-kisah dalam buku ini membuka wawasan dan pengetahuan tentang hal-hal yang bersifat medis yang dapat terjadi selama masa kehamilan. Aneka keluhan dan penyakit timbul, namun kita akan temui solusi penanganannya. Maka, buku ini dapat menjadi rujukan yang baik bagi para ibu maupun calon ibu, beserta para ayah dan calon ayah juga. Dan buku ini pun lengkap memuat kisah para bapak dalam mendampingi kehamilan istrinya.

Pemenang pertama tulisan ini ditulis oleh seorang ibu yang hamil dengan infeksi TORCH (Toxoplasma, Rubella, CMV, Herpes) positif. Angka IgG dan IgM-nya tinggi.  Bagaimana kecamuk perasaannya menghadapi kenyataan tersebut? Lalu apa sikap yang diambil ketika dokter langganannya memvonis bahwa resiko bayi lahir cacat cukup tinggi? Apakah ia mengikuti saran dokter untuk menggugurkan janinnya atau malah mempertahankannya? Sang ibu menuturkan pengalamannya dengan gamblang tanpa mengurangi keindahan bahasanya.

Kemudian, tahukah Anda apa itu vaginismus?  Yaitu gangguan psikologis yang amat langka, diderita oleh wanita yang mengalami trauma akut, sehingga ia sulit melakukan hubungan suami istri. Proses penetrasi tidak memungkinkan terjadi karena ketakutan dan kekhawatiran tentang penetrasi. Seluk beluk tentang ini dipaparkan oleh seorang penderita vaginismus, yang benar-benar membagi hikmah bagi pembaca. Bagaimana perjuangan melawan ketakutan itu? Terapi apa saja yang dijalaninya? Lalu bagaimana sikap sang suami menghadapi istri demikian? Benar-benar kisah yang inspiratif!

Menyelami buku ini akan membawa kita pada sikap syukur dan menyadari betapa kehamilan itu adalah sebuah anugrah besar dariNya. Para ibu yang hamil dengan aneka kesulitan, jangan sampai berkecil hati. Kisah dalam buku ini sungguh menggugah semangat dan motivasi untuk tetap menjaga kehamilan dengan sepenuh keyakinan. Pre-eklamasi, kehamilan kembar, plasenta previa total, kista endometriosis stadium lanjut, mioma yang tumbuh banyak dalam rahim, mimisan berkepanjangan, dan berbagai masalah lain yang mengiringi kehamilan hadir dalam buku ini dengan kemasan cerita yang apik.

Jangan khawatir, di samping kisah para ibu dengan kesulitan-kesulitan medis yang dialaminya, ada juga kisah yang berbeda dari itu. Kisah ini tidak memuat sedikitpun hal-hal berbau medis, tapi sebuah pengalaman unik yang selalu mengiringi setiap kehamilannya. Judul kisah tersebut adalah “Hamil = Tiket ke Luar Negeri”. Apa yang Anda bayangkan dengan judul seperti itu? Apakah setiap hamil, sang ibu pergi ke luar negeri? Oh, dugaan yang salah! Sebaiknya baca saja kisahnya dalam buku ini, dan Anda akan tercengang lalu tersenyum setelahnya. Penulis kisah ini bernama Linda Nurhayati. Anda mengenalnya?

Rabu, 01 Februari 2012

Day.. we are still friend, aren't we..?

Day.. hari ini 1 Februari. Bulan baru hari baru. Rindu ini terus mengusik. Aku ingin kita seperti dulu lagi. Kutumpahkan sgala cerita, bahagia, ceria, duka, nestapa. Semuanya. We are still friend, aren't we?

Day.. kerap aku ingin berkata, "Aku cape!" Tapi kata-kata itu tertahan, ada tembok besar menghadang. Serasa ada larangan besar yang menjegal bahwa aku tidak boleh berkeluh kesah.

Rasanya pekerjaan dan beban tiada henti menghinggapi. Maka aku paling bingung bila ada orang yang berkata, "duh, ngapain ya..? ga ada kerjaan nih..!" Ow.. ow.. kapan yaa, aku bisa mengucapkan kalimat seperti itu?

Hari ini nih, Day.. dari pagi sampai sore, teruuus bergerak. Dari mulai beli keperluan Ghulam, rapat PC, ke bank Mandiri, ke konfeksi, dll deh. Di bank, antrinya ampun-ampunan lagi!

Tiba di rumah, lagi-lagi Zidan bikin ulah. Dan.. lagi-lagi aku terhempas. MasyaAllah, Day.. bener-bener deh, pingin bilang, "capeee..". Ga pa-pa ya, Day..?

Selanjutnya aku jadi marah-marah, bawaannya keseeell aja. Tapi, sempet juga ngulek bumbu, masak ayam trus ayamnya dipanggang.

Day, maaf ya, tulisanku ini ga bermutu. But.. we are still friend, aren't we..?