Kamis, 22 Desember 2011

Hari Ibu

Hari ini, 22 Desember adalah hari yang amat dinantikan Nadia (8 thn), putriku. Sejak lama ia tampak menyiapkan sesuatu untuk menjadikan hari itu istimewa. Bagi Nadia, hari ibu adalah hari yang perlu diperingati dengan memberikan sesuatu yg menyenangkan hatiku.

Nadia, anakku perempuan sendiri, sementara kedua kakak dan satu adiknya, laki-laki semua. Kehadiran Nadia bak pelipur lara. Kala hatiku dilanda gulana, ia akan menghibur dan berjuang keras agar aku menyunggingkan senyum. Hatinya bening, sikapnya santun. Memiliki kepatuhan yang sangat baik kepada Allah, serta mencintai Nabi Muhammad.

Sehari sebelum tgl 22, Nadia sudah sibuk mengajak adiknya untuk sama-sama mengucapkan selamat hari ibu pada waktunya, dengan kompak. Ia memeriksa kembali tempat persembunyian hadiah yang dibelikannya untukku. Aman, katanya, masih tersimpan dengan baik.

Dan ketika hari yang dinanti tiba.. Nadia memberikan kertas bertuliskan tulisannya sendiri, berbunyi: "Selamat Hari Ibu.. I Love You, Mom.. You Are My Everything.."

Bagaimana rasaku..? Sungguh, rasa itu tak mampu kuterjemahkan lewat kata-kata. Tak ada kata yang sanggup mewakilinya. Ucap syukur meluncur dari bibirku, ah.. betapa aku berterimakasih kepadaMu atas anugerah seorang putri yang manis dan shalihah ini.

Tak hanya kertas ucapan itu, Nadia pun memberikan hadiah untukku. Dua bros dan pulpen dengan tinta warna-warni. Ditabungnya uang jajan demi membeli aneka barang itu. Sebuah pengorbanan tulus. Sungguh, binar matanya saat memberikan hadiah itu, membuatku disergap haru yang kuat.

Hari Ibu yang membahagiakan..
Terimakasih Nadia, permata hatiku.. pelita jiwaku.. penyala semangat hidupku..

Rabu, 21 Desember 2011

Menjadi Ibu

Alhamdulillah aku adalah seorang ibu. Putra-putriku ada empat. Masing-masing dengan karakternya sendiri-sendiri. Kadang membuat hatiku berbunga, namun tak jarang membuat tanduk bercula.

Demikian cara Tuhan mendidik hambaNya. Bagaimana keterampilan mengolah emosi, kepandaian berkomunikasi, ketepatan bertindak, keluhuran budi, kecerdasan nalar, semua dipadu dalam materi hidup berjudul 'membesarkan dan mendidik anak'.


Anak-anak yang lucu dan menggemaskan di usia bayi dan balita, menjadi berbeda saat usianya beranjak remaja. Tiba-tiba ia membentak, membangkang, bahkan berkata buruk. Terhempas rasanya berhadapan dengan kenyataan itu. Anak yang dulu ditimang dan dibelai sayang, berubah di luar persangkaan. Siapkah aku?

Sejujurnya, tidak! Ditambah dengan segala tudingan bahwa perilaku anak sangat bergantung dari model yang ditampakkan orangtuanya. Kemudian keharusan untuk selalu bersikap lemah lembut dan menghindari segala jenis kekerasan, baik verbal maupun fisik. Aku merasa menjadi tertuduh.

Aki ingin bercerita banyak tentang perasaanku. Betapa aku galau, gundah gulana, resah dan gelisah. Tapii.. sebuah tembok menghadangku. Tembok itu berkata: Seorang ibu tidak boleh berkeluh kesah. Seorang ibu harus sabar. Seorang ibu harus tegar.

Arrrgh..

Minggu, 18 Desember 2011

Mulut yang Terkunci

Ketika seorang yang kau sayangi, melukai hatimu, adakah kau serta merta membencinya..?
Aku tidak! Aku tidak ingin membenci, betapa pun aku tersakiti.

Tapi tahukah kau kawan, betapa sulitnya itu? Ketika ingin menyayangi, namun entah alam bawah sadar ikut berperan, maka tampilanku seakan membencinya. Dan, seolah ia pun demikian. Betapa aku berpayah-payah memenuhi keinginannya, menyiapkan keperluannya, menyajikan masakan kesukaannya, namun ia tetap sulit tersentuh.

Setiap hari mata gerimis, hati teriris oleh sikapnya. Semua kutelan saja. Ingin rasanya aku berkoar tentang detil sikapnya yang membuatku terhempas, namun aku tak sanggup. Sahabat dan kerabat, tak ada yang tahu. Di sudut hatiku terdalam, aku tetap melindunginya. Tak ingin perilaku buruknya terungkap.

Hingga akhirnya kudatangi seorang ahli, tuk mengurai masalah ini. Ia, ahli yang kesekian yang kutemui. Kuyakinkan diri untuk memuntahkan segala sesak di dada. Mulailah aku bertutur. Namun apa yang terjadi kemudian? Saat menceritakan bagian sikap buruk yang kuterima, mulutku tetap terkunci. Bungkam.

Duhai anakku, pintaku sederhana saja.. Aku ingin engkau merasa, betapa aku menyayangimu..

Sabtu, 17 Desember 2011

Tentang Cara

Dalam menempuh jalan untuk mencapai tujuan, tentu kita menggunakan cara. Yang adakalanya luput dari pertimbangan seseorang, bahwa cara itu menentukan hasil. Sukses tidaknya sebuah cara dapat dilihat dari hasil yang dicapai. Kadar pencapaian hasil, umumnya dilihat secara fisik, meski sebetulnya ada lapisan di dalam yang kadang tak tampak secara fisik.

Kita langsung menggunakan contoh kongkrit saja ya. Misal: tujuan ingin lulus ujian. Jalan yang ditempuh ada berbagai cara: belajar sungguh-sungguh, menyontek, menyogok guru, atau mungkin ada cara lainnya. Secara fisik, hasil yang tampak adalah nilai yang gilang gemilang. Nah.. lapisan dalam yang tak tampak secara fisik adalah: berkah Allah. Jadi, apakah berkah, nilai tinggi tapi didapat dengan cara yang salah?

Begitu pula dengan mencari rezeki. Kalau tujuannya ingin kaya saja, tersedia aneka rupa cara. Tapi, apakah cara itu disukai Allah atau dibenci? Apakah ketika kita memilih cara yang menguntungkan namun Allah haramkan, maka rupiah yang berlipat akan mendatangkan keberkahan..?

Berhati-hatilah menggunakan cara. Suatu hasil itu bernilai bukan dari unggul atau besar atau banyaknya, tapi dari keberkahanNya. Maka, jauhi cara-cara yang tidak disukai Allah, walau cara itu sudah dianggap biasa dalam masyarakat.

Kamis, 15 Desember 2011

Sepasang Roda

Sepasang roda berputar
Mereka berputar bersama dalam irama bahagia
dalam kecepatan sama

Suatu ketika roda yang di depan mengganti arah
ditempuhnya jalan berbeda
Roda belakang hanya bisa mengikuti
Meski sejatinya ia punya irama sendiri

Putaran roda depan terus bergerak mengikuti angin
Angin yang terasa asing bagi roda belakang

Kadang ingin rasanya kembali ke jalan yang dulu
Namun waktu tak bergerak mundur
Karena perjalanan masih panjang
Tak bisa tidak, roda harus terus menggelinding
Walau putaran roda tak lagi sama..
Mereka harus seiring sejalan..

Rabu, 14 Desember 2011

Semua Berhikmah

Hari ini agendaku cukup padat. Pagi berpacu dengan waktu, menyiapkan si bungsu berangkat sekolah lalu melesat menemani si kakak (Nadia) berenang bersama sekolahnya. Di kolam renang, Nadia asyik bercengkrama dengan teman-temannya, sementara aku membaca.

Tampak ibu-ibu orangtua siswa lain yang duduk-duduk bergerombol, saling bertukar kudapan dan riuh berbincang segala rupa. Aku tidak tertarik bergabung. Lebih memilih menepi ke sudut, berasyik masyuk dengan buku. Selepas Nadia berenang, jam 11 aku menuju rumah teman. Sebuah kajian rutin pekanan, selalu kuhadiri.

Selesai kajian, rumah teman yang lain kusambangi. Kali ini, rapat tentang sebuah acara yang sedang kami rancang untuk pembinaan anak-anak dan remaja.

Rapat ditutup pukul 15.40. Aku menumpang motor sahabatku, Ila. Rupanya kami harus kembali ke rumah teman tempat kajian tadi, karena Hp-ku tertinggal di sana. Hufftt..

Tiba di gerbang komplek, sekitar pukul 16.05, kulihat dua orang rekan guru tengah berjalan ke arah keluar komplek. Ternyata mereka hendak menengok anak murid yang sakit dan dirawat di RS Hermina. Aku segera turun dari motor, dan membatalkan acara pulang. Kuputuskan untuk berbalik arah, ikut ke rumah sakit. Lalu terpikir untuk naik mobilku saja, maka kutelpon suami. Ternyata suami sedang berada di proyek perumahannya yang tak jauh dari komplek kami. Katanya, "Ini dah mau pulang, pake mobil aja berangkat ke Hermina-nya".

Aku dan 2 rekan guru menanti di gerbang komplek. Lima menit, sepuluh menit, dua puluh menit. Akhirnya aku menelpon lagi dan ternyata suami masih di proyek. Hingga setengah jam lebih, tanduk sudah melesak-lesak ingin menyembul. Huh.. aku paling sebal menunggu, apalagi bila berdasarkan perhitungan logika, seharusnya tidak perlu ada acara menunggu demikian lama. Setelah kutelpon lagi, dan kabar yang didapat tidak berbeda dengan yang pertama, dengan gusar aku berujar, "Ok, ga usah diantar pake mobil, kami naik angkot sajah!"

Bergegas kami naik angkot dengan hati mendongkol. Maksudnya, aku yang dongkol. Geram. Kesal. Bagaimana kalau jam bezuk berakhir jam 17.00? Sementara waktu itu jam sudah menunjukkan pukul 16.45, sedangkan lokasi Hermina masih jauh. Seorang rekan guru, bertanya via sms kepada orangtua si sakit tentang jam bezuk. Alhamdulillah, jam 17.00 - 18.00. Tak lama kemudian, terdengar suara telpon dari Hp guru yang tadi. Sepertinya penelpon menanyakan tentang kami.
"Iya, kami lagi di jalan, menuju Hermina."
"...."
"Apa? Sudah pulang?"
"...."
"Belum terlalu jauh sih.."
"...."
"Iya, gapapa. Kami pulang lagi aja."
"....."
"Ooh.. pulangnya ke rumah eyang.. iya.. Baik, Bu. Wa'alaikumsalaam."

Aku jadi malu rasanya. Sudah merajuk sama suami, ngambek karena menunggu lama.. ternyata justru di situ hikmahnya. Kalau kami dari tadi langsung berangkat, maka kami akan kecele sampai di rumah sakit, karena si sakit sudah kembali ke rumah.

Jadi teringat anak-anak di TK dengan hati putihnya kerap mengingatkan sambil melafalkan hadits, "Laa taghdob walakal jannah.. Janganlah engkau mudah marah, maka surga untukmu.."

Selasa, 13 Desember 2011

Ketika Dibenturkan

Seorang sahabat berkeluh, "Mengapa aku selalu berhadapan dengan orang miskin yang menyebalkan?"

Ceritanya begini, dia itu pernah suatu kali menolong orang yang memohon-mohon untuk dapat bekerja apa saja di rumahnya. Tapi, ketika sudah menjadi ART alias Asisten Rumah Tangga di rumah sahabat saya itu, eh malah kerja seenaknya. Datang siang, tapi belum petang sudah ingin pulang. Belum lagi izin ga masuk, seriing banget, dengan beraneka alasan.

Lain waktu, sahabat saya menolong seorang tukang ojek yang motornya melayang karena tak sanggup memenuhi cicilan pembayaran. Sahabat saya, dengan hati putihnya, meminjamkan motornya dengan kompensasi sejumlah rupiah yang sangat rendah, itung-itung pengganti sewa. Namun apa yang terjadi? Abang ojek itu raib menggondol motor sahabat saya.

Seorang ustadz menanggapi keluhan sahabat saya dengan mengatakan, "Allah akan terus menguji dengan satu hal yang menjadi titik lemah kita, hingga kita berhasil melaluinya".

Nah, rupanya saya pun diuji dari sisi yang berbeda.

Pada sebuah acara kajian, saya diminta untuk menjadi pembawa acara. Saya menyanggupi karena ingin menunjukkan loyalitas pada teman-teman panitia yang lain. Padahal pada hari yang bersamaan, ada seminar yang akan saya ikuti dan sudah mendaftarkan diri dari jauh-jauh hari. Oh, ternyata.. pada hari'H', tiba-tiba ada panitia yang sangat inisiatif langsung membuka acara dan menjadi host sepanjang acara berlangsung. Duh, masa' sih saya harus bilang, "Eh, kan saya MC-nya.."  Nggak banget! Saya pun dengan tabah mengikuti acara kajian, sementara teman yang mengikuti seminar yang saya batal ikuti, kirim sms mengabarkan betapa kerennya seminar itu.. :(

Dan.. hari ini, seorang sahabat yang sudah lama tak jumpa, sepakat untuk rendezvouz di sebuah mal yang tak jauh dari kantornya, namun lumayan jaauuuh dari rumahku. Tapi demi menemuinya, saya rela berpayah-payah menempuh mal itu berangkot ria (tiga kali naik turun angkot) dan melewatkan sebuah acara pembinaan masyarakat yang seharusnya saya hadiri.

Dalam perjalanan, sebuah sms dilayangkan kepada sahabat lama itu bahwa saya dalam perjalanan. Dia belum membalas. Ketika tiba di mal, saya sms lagi posisi saya di Gramedia. Masih tak ada jawaban. Beberapa saat berkeliling di Gramedia, sudah lebih dari 30 menit berlalu. Saya sms ulang ke nomor HP yang satu lagi. Tetap tak ada jawaban. Sepuluh menit setelah itu, akhirnya saya telpon dia. Tak diangkat. Perasaan saya mulai tak menentu. Tak ingin membencinya.

Tiba-tiba HP bergetar. Dia menelpon. Lalu bertubi-tubi permintaan maaf meluncur. Katanya saat ini dia lagi di Bandung, karena mendadak kemarin sore mendapat tugas dari Boss. Saya katakan, Ok.. gpp. Saya maafkan dia. Tapi terbersit dalam benak, kenapa dia ga kabari saya? Ah, sudahlah..

Ketika sahabat saya meneriakkan kegeramannya, "Dasarr.. Orang Miskin ga tau diriii.."
Untunglah, saya masih bisa menelan ucapan kekesalan, "Uuh.. saya dah berkorban sedemikian, ternyataaa... "

Yup, sobat.. tak ada pengorbanan yang sia-sia..
Bersiaplah.. saat kita dibenturkan..

Jumat, 09 Desember 2011

dari sahabat

assalamualaikum, maafkan aku sahabatmu yang telah lancang memberi nama blogmu. tapi sungguh, aku berusaha mencari nama terindah untuk sahabatku Linda Nurhayati


wassalamualaikum.


nb, ntar ini didelete ajah.hehehe...