Selasa, 30 April 2013

SURAT CINTA DARIKU UNTUKKU


Aku tidak tahu harus memulai dari mana. Tapi, percayalah, aku sungguh ingin membantumu bangkit perlahan, keluar dari lingkaran kekalutanmu. Bukan untuk mengungkit dan membahas masalah itu.. Tidak! Aku tahu, kau pasti tak ingin membicarakannya lagi.
Linda sayang, please, dengarkan aku. Aku sisi dirimu yang lain. Maka aku tahu persis betapa luka perasaanmu saat ini. Meski orang-orang di sekitar menganggapmu sebagai orang yang tegar dan kuat menghadapi badai yang menerpa ini. Tapi aku tahu, betapa hatimu merintih karenanya. Kadang kau merasa menjadi orang lain. Kau ingin menjadi diri sendiri. Kau marah pada keadaan. Namun kemarahan itu harus disembunyikan rapat. Maka tanpa sadar, anak-anakmu yang tak berdosa itu kerap menjadi sasaran. Duh..



Ya, aku mengerti… kau merasa garis nasib merosot tajam, meluncur deras, terjun bebas menukik ke bawah. Tapi lihat, itu bukan kiamat. Ketika kau merasa kehilangan sahabat dan lingkungan yang menyenangkan, pada saat yang sama, sahabat-sahabat dari belahan wilayah lain tetap hadir. Semua menyemangati, mendukung, bahkan memberi bantuan dalam bentuk materi. Ya… ya.. aku tahu, hal itu membuatmu risi. Merasa orang-orang tengah memandang iba dan jatuh kasihan pada nasib burukmu, tapi percayalah, itu bukti bahwa dirimu tidak sendiri.
Ingat, ketika sedikit kau singkap gelombang badai ini, muncullah sahabat-sahabat yang kemudian mengeluarkan rahasia hidupnya, yang juga ternyata berisi kemalangan. Hei, wanita bernasib malang ternyata bukan hanya dirimu, toh? Ups! jangan lanjutkan protesmu. Kau berpikir bahwa kemalangan mereka masih belum dalam kategori kemalanganmu yang kau kira dahsyat itu? Come on, Sist… buka hati, jangan meratapi diri sendiri!
Ya.. ya.. aku tahu, kau kehilangan pekerjaan, kehilangan kesenangan berorganisasi, kehilangan karier dan kesempatan, kehilangan rumah, mobil, dan harta benda lainnya. Lalu kini mendapati diri berubah miskin, tersapu badai dan tinggal di kota kecil. Inilah saatnya kau melakukan penerimaan diri. Mana hasil mengajimu selama ini? Sampai di mana tingkat religiusitasmu? Lalu akal sehatmu, kau simpan di mana?
Yup! Sebagai penyuka hal-hal yang sistematis, gimana kalau suratku ini  diberi urutan point? Kau bertanya, point apa? Tentu saja point-point yang perlu kau lakukan untuk move on. Kau tidak bisa melulu bergelung dengan kekesalan. Ini saatnya bangkit. Kau harus menjadi sesuatu. Kau harus menghargai dirimu sendiri. Ayolah.. kau pasti bisa! Masa’ kalah sama abg yang labil dan serba galau itu? Hahay.. Nggak lah yaaw..



Ok, let’s start..
   1. Ingat Allah.
     Boleh jadi, badai ini tercipta agar dirimu lebih mengingat Allah. Semakin dekat dengan Allah. Bertambah mesra hubunganmu dengan Allah. Ya… Allah merindukanmu. Allah menyayangimu. Dia tak ingin dirimu semakin lalai dan abai.
     Hei… kau sadar, betapa semakin hari ayat-ayat surat An-Naba, An-Naziat, ‘Abasa, semakin menguap perlahan? Apakah akan terus bertambah hilang, diikuti surat-surat lainnya? Allah ingin kau terus menjaga dan merawat hafalanmu.
     Lalu, bagaimana dengan nge-juz? Oh… No! Itu pun terlewat, karena dalam 1 hari tidak lagi tilawahmu mencapai 1 juz… L
Bahkan membaca terjemah Al-Quran pun sudah jarang kau lakoni.. hiks..
     Shalat malam? Hmm… meski masih dilakukan saban malam, tapi apakah kualitasnya meningkat? Mata yang terkantuk-kantuk, ‘azzam yang kurang kuat, kerap menjadikan rakaat-rakaatmu hanya gerakan berulang belaka, kering makna.
     Yuk… istighfar, memohon ampun, lantas bergegas menujuNya. Yakinlah, kedekatan kepada Allah, akan membuat kita terus mengingat Allah lalu gundah pun sirna. Ketenangan hati ‘kan diraih. Ketenteraman jiwa mengikuti. Subhanallah… itu yang kau butuhkan, bukan?
     Coba buka Q.S. Al-Fath (48) ayat 4: Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin untuk menambah keimanan atas keimanan mereka (yang telah ada). Dan milik Allah-lah bala tentara langit dan bumi, dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.
     Satu lagi nih, Q.S. Ar-Ra’d (13) ayat 28: (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.

   2. Ikhlas Melepas
     Wait… wait... jangan merasa sebal dulu! Aku tahu, ikhlas itu bukan pekerjaan ringan. Ia sebuah proses. Kelanjutan dari sabar. Sabar yang selalu didengungkan orang untukmu, bukan? Sepertinya terdengar klise. Tapi sekaranglah saatnya bagimu, mempraktekkan ilmu ini.
     Ikhlas melepas beban amarah. Ia berbanding lurus dengan memaafkan. Berdamai dengan seseorang yang kau anggap sebagai biang kerok dari timbulnya masalah ini. Ok, ini bukan sesuatu yang instant. Ketika kau kira, sudah berikhlas diri, but when U meet and talk to him, what have U do? Yang ada, jutek abis, nada tinggi, and of course no smile! Duh…
     Baiklah… kau berdalih, ini pekerjaan hati. Dan dirimu merasa tak bisa memaksa hati. Hmm… sampai kapan? Kalau menuruti terus amarah yang muncul di hati, sampe ujung waktu pun ga akan ada akhirnya. Maka.. berproseslah. Kau harus menempuhnya. Allah menyediakan surga sebagai balasannya. Subhanallah.. Surga, Sist! Lihat di Q.S. Ali Imran ayat 133-134: Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu, dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang yang berinfak di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah sangat cinta orang-orang yang berbuat kebaikan.

        3.  Syukur, Pasangan Setia Sabar
     Yup! Sabar memang harus bersanding dengan syukur. Artinya, setelah bersabar atas segala kepedihan yang diderita, maka munculkan syukur. Tengoklah, meski berderet kemalangan yang menimpa, namun cermati… betapa tetap melimpah kenikmatan yang kau dapat.
    Kala rumah melayang, bersyukurlah karena ada kakak yang menampungmu untuk menumpang di rumahnya. Bayangkan kalau tak ada. Mau tinggal di mana, sementara untuk mengontrak tak ada dana? Lalu lihat anak-anakmu, mereka sehat dan kerap menjadi penghibur yang menyenangkan, juga penyemangat dan penyuluh hidup. Ga kebayang bukan, kalau mereka tak ada? Duh, betapa pilunya… Kemudian, perhatian dan dukungan dari sahabat yang mengalir deras, Subhanallah.. ukhuwah nan indah..
      Dan… begitu banyaaaak hal yang harus disyukuri. Fabiayyi aalaa-i rabbikumaa tukadzdzibaan.

        4.  Gali Potensi Diri
     Kau punya potensi menulis. Kembangkan itu. Buatlah prestasi yang membanggakan dan bernilai amal shalih. Jangan lekas putus asa karena tulisan tak kunjung dimuat di media atau tak berbuah kemenangan dalam lomba. Hindari pula menyangsikan teman yang kerap menilai tulisanmu dengan puja dan puji. Insya Allah mereka tulus mengapresiasi. Yang kau perlukan adalah senantiasa evaluasi dan introspeksi. Mungkin kau kurang banyak membaca sehingga tulisanmu tampak hebat namun tidak akurat. Atau minim referensi sehingga kurang ber’isi’. Atau… memang perlu banyak terus mengasah diri. Lihat perjuangan teman-teman penulis yang kau kenal, mereka memulai sejak lama bukan? Itu artinya kau yang baru kemarin sore merangkak, memang masih harus banyak belajar dan menempa diri. Semoga potensi ini bisa juga menjadi sandaran hidup, menghasilkan rupiah yang berkah.

         Ok, Linda sayang… pointnya cukup empat yaa.. kalau banyak-banyak nanti malah males ngelakuinnya. Mulailah melakukannya sejak sekarang.
       Suratku nyampe sini aja. Tetap semangaaaatt… dan, tersenyumlah… harimu ‘kan menjadi indah… J

Pelajaran dari Sekerat Urat

Sabtu pagi. Cuaca cerah. Aku mengantar bungsuku, Salman, ke arena lomba mewarnai. Salman berseri-seri, bersemangat ikut lomba. "Nanti kalau aku juara, pokoknya aku mau hadiahnya piala!" Aku tersenyum mendengar celoteh Salman. Hehe.. dia itu kalau latihan mewarnai aja masih berantakan, lha.. kepingin jadi juara. Tapi aku tidak mengecilkan semangatnya. Kuniatkan dalam hati, nanti mau membelikan hadiah, sebagai ganti piala, yang rasanya bisa dipastikan akan jatuh ke tangan peserta lain. Kami pun ber-toss..

Di tempat lomba, penjual rupa-rupa mainan turut memeriahkan suasana. Salman mulai menunjuk ini dan itu. Yang paling ditaksirnya adalah pedang dan pistol. Aku membujuknya, "Nanti ya Dek, kalau udah selesai lomba." Salman setuju, dan menjatuhkan satu pilihan saja. "Pedang nggak usah, Ma.. pistol aja!" ujar Salman, bijak. Dia penuh pengertian pada kondisi dompet Mamanya.



Usai lomba, Salman asyik bermain-main dulu dengan teman-temannya. Saat matahari mulai meninggi, aku ajak Salman pulang. Dan.. oh, dimanakah abang penjual pistol-pistolan yang tadi? Dia lenyap!

Aku hibur Salman sambil memberinya alternatif untuk membeli mainan sejenis di pasar. Salman mengangguk. "Tapi kita pulang dulu ya, Dek! Simpan meja gambar ini, masa' dibawa-bawa ke pasar.."

Sesampainya di rumah.. saat itulah musibah itu terjadi. Pas mau bangkit dari duduk, karena tergesa hendak menyenangkan hati Salman untuk segera berangkat, tiba-tiba... auuwww! tubuhku seperti terpaku. Ga bisa bergerak. Tepatnya sakiiiitt.. Sepertinya ada urat yang bergeser tidak pada tempatnya di daerah pinggang sebelah bawah.

Batal-lah kepergian kami. Dan yang lebih fatal, aku hanya bisa terbaring tak berdaya. Bergeser 1cm saja rasanya luarr biasa nyeriii.. hiks..



Sore nya, aku diurut sama ibu-ibu tua yang konon sudah berpengalaman. Tapi karena keburu magrib, urut dihentikan. Jadi baru yang sebelah kiri. Katanya, nanti dilanjut hari Senin. Dan kata emak urut itu, ada uratku yang bengkak di bagian atas pinggang, tapi karena melebar, maka aku merasakan sakitnya di bagian bawah.

Setelah diurut, rasanya sakit ga berkurang. Duh.. begini rupanya menjadi manusia uzur, yang hanya tergeletak  tanpa daya. Zikir dan istighfar bergantian meluncur dari mulutku. Yaa Rabb.. semoga sakit ini menjadi washilah penggugur dosa-dosaku..

Saat merasakan sakit begini, aku jadi banyak berpikir tentang anatomi tubuh. Subhanallah.. selama ini rasanya aku abai. Aku srat sret bergerak kesana kemari tanpa menghiraukan betapa berat kerja tulang, sendi, otot, dan lainnya. Ketika aku menggerakkan tubuh, dan langsung diikuti dengan nyeri yang menggigit dahsyat, barulah aku sadar, si tubuh aku ini tidak bisa bergerak sendiri. Ia membutuhkan organ lain. Lihat, betapa aku kebingungan mencari tumpuan. Aku harus memegang kuat benda di dekatku, agar tubuhku bisa bergeser.

Betapa sempurna Allah menciptakan tubuh ini. Semua saling berkontribusi, saling membutuhkan. Dan ketika salah satu bagian mengalami peradangan, maka ia tidak bisa ditinggalkan. Tapi tubuh ini harus sabar menuntunnya perlahan.. saangaat perlahan.. hingga akhirnya bisa bergerak, merubah posisi, entah itu bangkit, duduk, berdiri, atau berjalan.

Sungguh aku belajar kesabaran dari sini. Aku harus sabar terhadap tubuhku sendiri. Dan dalam setiap gerakan, saat slow motion itu aku merasakan, meresapi, menghayati bahwa aku menyayangi uratku, menyayangi ototku, maka kuperlakukan ia dengan hati-hati. Duhai, selama ini ga pernah kepikir aku eman-eman sama organ-organ yang tak terlihat itu. Padahal fungsi mereka demikian vital.

Kini aku dalam masa pengobatan. Alhamdulillah, dari sakit pangkat tiga, turun menjadi sakit pangkat dua, dan sedikit demi sedikit terasa berkurang rasa sakitnya. Di sini pula pelajaran sabar masih berlangsung. Sabar dengan kemajuan berkurang rasa sakit yang bergerak lambat, seolah 1 inch demi 1 inch.

Dan benar apa kata ustadz, bahwa sabar itu bersanding dengan syukur. Walau nyeri menyengat kuat, tetap syukur harus berhambur. Bersyukur karena dikelilingi oleh saudara-saudara yang membantu. Bersyukur karena berada di tengah sahabat-sahabat yang penuh perhatian dan tulus mendoakan. Bersyukur karena musibah terjadi saat aku berada di dalam rumah. Bersyukur karena di dompet masih ada uang untuk berobat. Bersyukur karena menemukan dokter yang hebat dan baik dan bertarif 20 ribu saja. Bersyukur karena obat generik yang diresepkan ternyata cocok dan mulai menunjukkan khasiatnya. Bersyukur karena ... Bersyukur karena .... Bersyukur karena .... Fabiayyi aalaa-i rabbikumaa tukadzdzibaan..

Pengobatan yang kupilih kemudian melalui medis. Mohon maaf, bukan meminggirkan emak urut. Masing-masing kita punya pilihan kata hati, apakah menuju dokter atau ahli urut. Kata dokter, aku melakukan salah gerakan. Terlalu cepat. Sehingga ada urat yang 'kaget' karena tersentak.

Maka, jika nanti aku pulih kembali seperti biasa, pelajaran sabar ini masih terus berlanjut. Aku harus melakukan gerakan apa pun dengan perlahan. Kakakku wanti-wanti berpesan, "Nanti, harus pelan-pelan.. kamu nih kebiasaan srat sret srat sret!"

Olala, next episode adalah: Aku menjadi putri Solo.. huhuu.. semoga aku bisa..


Sabtu, 20 April 2013

Mengigau di Pagi Buta


Sebuah sms dari sahabat dekat: Kamu harus bisa bersikap lebih sabar, terima segala apa yang menimpa dengan ikhlas. Kita harus punya prasangka bahwa sikap orang lain kepada kita , dan segala kejadian yang menimpa, mungkin akibat dari sikap kita selama ini. Kalau tidak merasa, anggap semuanya sebagai ujian.

Mak Jleb!

Sungguh aku terhenyak. Entah apa karena aku sedang sensitif atau apa, tapi aku kok merasa tertuduh. Apa setelah sebelumnya dia menerima curhatku, laku kesan yang muncul adalah, aku belum sabar? aku belum ikhlas? Sementara aku merasa telah bersusah payah melakukan itu. Lalu, lelaku macam apa yang harus dilakukan dalam kondisi seseorang terpuruk, kehilangan segala?

Sms itu terus menghantui. Aku tahu, maksud si pengirim sms adalah untuk membantu mengurai masalah yang menimpaku saat ini. Dan aku kemudian tidak pula mempertanyakan ulang makna smsnya itu. Aku hanya berucap terima kasih saja kepadanya. Tapi bunyi sms itu benar-benar tak jua beranjak dari pikiranku. Hingga rasanya semakin membuatku stress.

Sebetulnya tidak ada yang baru dari masalahku. Masih yang itu-itu juga. Namun ia terus berkelindan dalam kehidupan. Semakin lama semakin meluas, bukannya semakin berkurang. Masalah finansial, masalah anak-anak, masalah ‘orang-orang gila’ yang terus mengganggu, dan beberapa ikutan lainnya.

Dari sisi finansial, dalam kondisi job less begini, aku menahan pilu kehilangan kurleb 4,2 juta. Nyesek banget... Gila! Itu uang tunjangan sertifikasiku yang melayang dalam periode ini. Aku kira aku bersabar. Tapi jangan-jangan sesungguhnya aku belum kuasa meredakan amarah yang mengepul. Jujur, aku pingin marah rasanya. Betapa jumlah rupiah itu luar biasa bagi kami, aku dan keempat anakku. Tapi aku berusaha tetap biasa, tetap masuk sekolah, mengajar anak-anak. Meski rutinitas itu sepertinya sia-sia. Apa yang aku dapat dari sana? Gaji? Nol. Anak-anak yang manis pelipur lara? Tidak juga. Persahabatan indah dengan sesama rekan kerja? Hmm.. entahlah.

Astaghfirullah. Mungkin seharusnya aku merasakan cercah bahagia dalam aktivitas harian yang kujalani. Agar amal berbuah pahala sedekah.

Anak-anak di kelas? Oh.. mereka di sini sungguh aneh. Beberapa memang mencuri hatiku. Namun yang lainnya membuatku terperanjat dengan sikap liar dan kasarnya. Orang tua siswa betul-betul minim pengetahuan tentang parenting. Sehingga sikap si buah hati tak terkendali. Mereka tidak meng-anak. Duhai, sungguh aku prihatin dengan ini.

Hubungan dengan sesama rekan kerja? Ah, aku tak hendak membicarakannya.

Lalu di rumah, apakah aku cukup menerima sikap protes yang muncul dalam bentuk pembangkangan, yang dilakukan anakku? Aku benar-benar nyaris semaput menghadapi anakku yang kian di luar harapan. Bahkan belakangan ia ketahuan membolos sekolah. Dari adiknya lah, aku diingatkan bahwa mungkin sebetulnya si kakak sedang protes atas kepindahan ini. Duh, Nak, Mamamu ini juga tak ingin meninggalkan Bogor. Namun kita harus melakukannya.

Betapa sulitnya memahamkan kepada anak-anak bahwa garis nasib sedang terjun bebas meluncur ke bawah.

Ups! Kemana arah tulisan ini? Tak jelas, tak menentu arah. Apakah itu gambaran dari kondisiku saat ini? Tidak! Aku harus bangkit dan semangat! Sabar… Ikhlas… kemarilah, mendekat! Iringi langkahku senantiasa. Agar ringan terasa. Tiada beban menghimpit jiwa.

Ah, sudahlah.. kuhentikan saja sejenak aliran kata-kata. Semoga tidak ada yang membaca tulisan ini.. J

Rabu, 17 April 2013

ASYIKNYA NGE-BAW


BAW itu asyik! Ada banyak ilmu bertebaran,  persahabatan yang manis, dan persaudaraan yang hangat. Belum tahu, BAW itu apa? BAW adalah singkatan dari Be A Writer, sebuah grup menulis di facebook. Anggotanya ya.. para penulis. Dari yang penulis masih merangkak model aku, sampe penulis yang dah lari marathon.

BAW digagas sama Mbak Leyla Imtichanah yang sekarang lebih sering pake nama pena: Leyla Hana. Beliau ini novelis senior yang karyanya dah berderet-deret sejak jaman baheula sampe jaman kiwari.
Aku ada di BAW sejak grup ini pertama berdiri. Kapan itu ya? Sekitar Oktober tahun 2011. Lumayan lama ya? Dan masih eksis sampe sekarang. Keren kan? Aku juga betah di BAW. Kalau buka facebook pasti nggak pernah terlewat untuk melongok ke BAW. Malah sering juga jadi main destination.. halah!

Dari semua grup menulis yang aku ikutan jadi member, cuma BAW yang paling berkesan. Emang sih, mungkin terpengaruh faktor ‘dah pada kenal’, jadi kalau diskusi atau ngobrol-ngobrol, lebih nyambung dan seru. Tapi emang suasana keakraban di BAW asyik banget lho. Yang senior nggak pelit ilmu. Jadi yang unyu macam aku nih, tinggal bawa karung buat masukin harta karun itu. Eits, jangan protes dulu… aku nih unyu maksudnya dalam kepenulisan.. J

Jangan berpikir ini grup serius. Haha-hihi nya cukup bertaburan, OOT pun menjadi kesenangan tersendiri.. hehe.. Tapi tetap terkendali kok.

Suasana berkompetisi pun cukup meriah. Kalau ada lomba nulis, bareng-bareng ikutan dan saling menyemangati. Trus pas pengumuman, yang kalah kasih selamat sama yang menang. Semua larut dalam gegap gempita kemenangan. Juga kalau ada yang lahiran buku, semua turut bersorak sorai. Seru deh pokoke..

Sebetulnya aku pingin cerita tentang personelnya, yang boleh juga disebut ‘BAWers’. Tapi aku selalu khawatit kalau menyebut nama, nanti ada yang terlewat. Duh.. rasanya aku ga bisa memaafkan diriku kalau itu sampai terjadi. Yang jelas, keluarga BAW itu keluarga yang ramah, hangat, manis, dan bikin kangen. 

Makanya nggak usah nyebut nama aja ya. Tapi kalau ibu kepsek atau sekarang lebih dipopulerkan sebagai founder, tadi dah aku sebut ya.. Mbak Leyla Hana. Ada lagi wakil kepsek, Mbak Riawani Elyta. Trus para mentor: Mbak Eni Martini, Mbak Shabrina Ws, dan Mbak Yeni a.k.a. Afifah Afra. Nama-nama yang aku sebut itu para novelis kondang yang handal.

Bicara tentang OOT, nggak mengubah nilai postingan yang memuat materi amat berharga itu, kok. OOT mah cuma selingan aja. Dan uji kesabaran juga.. hehe.. soalnya thread jadi mengular panjaang. So.. harus sabar ngikutin komen demi komen demi  meraup ilmu yang terselip di dalamnya. Ga bisa dipastiin juga, ke-OOT-an sebuah thread. Ada yang kadarnya minimal, ada yang sedang, dan ada juga yang sedikit di atas sedang..  #bahasanya diperhalus nih.. ^_*

Pengetahuan yang tayang di BAW memang top abis. Pernah ada bahasan tentang PoV, setting, pendalaman karakter, dan unsur-unsur intrinsik lainnya. Selain itu, juga tentang per-blog-an dan a-b-c-d-nya twitter. Trus ada juga info-info penerbit, panduan pengiriman naskah, komplet sama contoh proposal naskah fiksi dan nonfiksi. Belum lagi review-review buku dan film yang keren-keren. Menu yang bergizi banget semuanya.

Tulisan-tulisan lain bersifat motivasi dan menjurus ke provokasi positif. Keren sangat dah! Tengok aja beberapa judul ini: “Tamparlah Daku, Kau Kukejar, Lalu Kugilas”, tayang pada tanggal 15 Oktober 2012, lalu “Mengapa Takut Mengirimkan Naskah ke Penerbit Mayor?”, tayang pada tanggal 8 Mei 2012. Trus file yang tayang pada tanggal 21 Mei 2012, judulnya: “Kebebasan Berekspresi vs Religi”, ada lagi “Profesionalisme vs Idealisme”, tayang pada tanggal 6 Juni 2012. Tak ketinggalan juga buat penulis yang mulai berada di puncak ketenaran, “Mempersiapkan Mental Penulis dalam Menghadapi Penggemar”, tayang pada tanggal 13 Juni 2012.

Yang aku sebut di atas cuma beberapa, yang lainnya masih seabrek-abrek di perpustakaan doc BAW. Eh, ada juga postingan dengan judul agak aneh.  Siapa yang bisa menebak nih, tulisan siapa… “Sebuah Langkah Tajam untuk Menyelamatkan Penulis dari Keterkaraman” tayang pada tanggal 13 Januari 2012. Ada juga, “Hubungan antara Subyek Perkasa dan Objek Penggoda” tayang pada tanggal 4 Januari 2012. Trus…  cari sendiri aja di peti harta karun BAW ya.. J

Oh ya, BAW juga punya jiwa peduli yang sangat tinggi lho. Para member berinisiatif mengadakan lelang. Hasil pendapatan dari lelang itu disumbangkan sepenuhnya untuk Dompet Perjuangan Palestina. Barang yang dilelang ada novel-novel keren, baju muslim, tas ber-merk, boneka, peralatan memasak, dan rupa-rupa deh..

Proyek menulis khususon warga BAW juga ada. Di masa awal berdirinya, ada proyek antologi dengan tema “Merawat Orang Sakit”. Semua wajib ikut. Setelah melalui proses seleksi ketat dari Mbak Eni Martini, akhirnya pada tanggal 25 Januari 2012 terpilih 25 judul. Dan, pada tahun itu juga, antologi tersebut diterbitkan oleh penerbit mayor. Alhamdulillah.

Proyek berikutnya, dilaunching awal Februari  2012, dan ditutup bulan April (tahun 2012 juga lah..) Ini berupa audisi kumcer dengan 4 kategori: Roman Remaja, jurinya Mbak Shabrina Ws, Drama Rumah Tangga yang dijuriin sama Mbak Riawani Elyta, trus Chicklit dengan juri: Mbak Leyla Hana, terakhir Horkom alias Horor Komedi yang jurinya Mbak Ade Anita. Sayangnya, kumcer ini nggak semulus proyek pertama untuk penerbitannya. Tapi, naskah yang terpilih itu bagus-bagus, cuma belum ketemu jodohnya aja kali ya..

Belum lama ini, BAW dah punya blog yang kereen banget. Di sana ada banyak harta karun tentang kepenulisan. Ada juga profil beberapa BAWers yang ga cuma menang di tampang, tapi juga mantav prestasinya. Kalau penasaran, lihat aja di http://bawindonesia.blogspot.com/

Buat yang suka nge-tweet, sila follow https://twitter.com/bawindonesia

Oh ya, ada satu nih proyek BAW yang aku nggak tau perkembangannya. Entah waktu aku sempet jeda sejenak dari dunia maya, mungkin dah ada kelanjutan kabarnya. Aku lupa aja mau nanya-nanya. Proyek apakah itu? Hehe.. kaos BAW! Ide keren ini digagas sekitar April – Mei 2012. Desain kaosnya bagus, dan warnanya boleh milih lho, asyik kan? Yaah.. sapa tau, sekarang celotehanku ini mengingatkan lagi dan ide ini bisa diwujudkan. Kayaknya perlu juga kaos BAW, supaya kalau kopdar, ga pake salah dadah-dadah..



Maunya sih ada kopdar akbar, tapi rasanya sulit ya, soalnya BAWers menyebar di seluruh nusantara bahkan negeri jiran, negeri gajah putih, hingga Timur Tengah sampai ke Rusia. Paling sering mah yang di seputar Jabodetabek, tapi di kawasan lain pun pernah juga meski terbatas pesertanya. Kadang pake bintang tamu BAWers dari pulau lain, macam Mbak Riawani Elyta. Yaa.. di mana pun BAWers berada, semoga tetap solid dan ngeksis.. maksudnya ngeksis dalam prestasi.. ^_^





Ok, temans… terbukti kan, kalau BAW itu asyik..? Seenggaknya itu kesan aku selama berada di sana. Dan… aku yakin, kalian pasti setuju… ^_*

Rabu, 10 April 2013

SELAMAT TINGGAL PARADIGMA LAMA



BeraniKotor Itu Baik. Slogan yang menyentak. Apa pasal? Ketika pola asuh model lama yang bersemayam di benak para orang tua adalah ‘katakan TIDAK pada kotor’, maka Rinso dengan sangat berani menggeser paradigma lama itu. Sebuah aksi kontroversi. Yup! Slogan ini potensial memicu kontroversi, karena keharusan anak menjauh dari kotor, sudah sangat melekat kuat dalam model pendidikan keluarga Indonesia.
Rinso, memiliki kepedulian tinggi pada perkembangan anak-anak. Pesan yang diusung dalam produk sabun cuci ini, tidak sekedar menawarkan keunggulan daya cucinya yang sanggup mengentaskan segala kotor dan noda. Berani Kotor Itu Baik, bermakna luas. Ia mengingatkan para orang tua, agar memaknai kotor bukan sebagai dosa. Kotor bukan sesuatu yang haram. Namun dalam kotor ada macam-macam hal. Ada keceriaan, tolong menolong, kebersamaan, proses pembelajaran, kreativitas, eksplorasi, dan aneka makna lainnya.
Kesemua makna itu terungkap dan tergambar dengan baik, dalam tuturan kisah inspiratif, yang terangkum dalam buku “Cerita di Balik Noda”. Ada 42 cerita di dalamnya. Cerita yang diberi label “Kisah Inspirasi Jiwa”. Ke-42 cerita itu dituturkan oleh para pemenang Lomba Menulis bertema “Cerita di Balik Noda” yang diselenggarakan oleh Rinso melalui facebook.
Adalah Fira Basuki, penulis kondang yang sudah sangat matang, yang kemudian diminta untuk menulis ulang dan mengembangkan kisah-kisah ini menjadi sebuah buku. Buku yang merupakan langkah cerdas Rinso dalam menggaungkan slogannya. Menggenapkan aksi kontroversinya. Rinso konsisten berdedikasi kepada para orang tua Indonesia untuk menunjukkan bahwa Berani Kotor Itu Baik.
Sebagai guru TK, saya menyaksikan tidak sedikit orang tua yang kolot, over protective, mengekang anak, untuk satu tujuan: bersih. Anak-anak mereka dipasung kreativitasnya, ditutup keran eksplorasinya, demi terhindar dari noda dan kotor. Maka ketika kami, para guru, mengajak anak-anak berkotor-kotor dalam proses bermain sambil belajar, terdengarlah suara-suara sumbang yang menentang. Disebutnya kami sebagai ‘korban iklan’. Padahal sungguh tak ada sedikit pun niatan untuk mempromosikan produk Rinso, tatkala kami bilang bahwa Berani Kotor Itu Baik.


Dengan hadirnya buku “Cerita di Balik Noda” rasanya akan menjadi lebih mudah memahamkan makna kotor. Untuk orang tua yang masih sangsi dengan model pembelajaran yang berorientasi lingkungan, bisa membaca “Hidup Baru Danu”. Keceriaan Danu yang kembali terpancar serta kemandirian dan tanggung jawab yang tampak, akan mencopot label tentang sekolah alam yang dianggap hanya bermain-main dan berkotor-kotor. Semangat hidup Danu muncul setelah sebelumnya dirundung duka karena berpulangnya ayahanda tercinta. Ternyata, berkotor-kotor saat menanam sayuran di kebun sekolah, saat menangkap lele di kolam sekolah, dan rupa-rupa pembelajaran yang bernuansa kotor, membentuk sikap positif. Empati, mandiri, kreatif, bertanggung jawab, suka menolong, adalah beberapa di antaranya.
Bagi orang tua yang sangat keras dengan disiplin kebersihan, lihatlah Innez dalam kisah “Di Antara Sampah”. Betapa ia memendam rasa takut yang sangat, ketika bajunya ternoda oleh bumbu masakan padang. Innez tidak berani pulang dan memilih bersembunyi di pos ronda. Ia super cemas bahwa ibunya akan marah besar melihat baju seragamnya kotor. Dan, lihat kemudian apa yang semestinya dilakukan oleh orang tua menghadapi kondisi demikian. Ibu Innez lalu memilih bersikap lembut. Tidak serta merta menyemprot habis-habisan dengan omelan. Hasilnya, Innez bersikap jujur serta menunjukkan tanggung jawabnya dengan mencuci sendiri baju yang tertumpah bumbu masakan padang itu. Ini artinya, kotor tidak identik dengan amarah yang meluap.
Anak yang biasa hidup dalam budaya tidak mengenal kotor, akan membuatnya merasa jijik dan takut bersentuhan dengan hal-hal yang mengandung kotor. Mereka enggan berkotor-kotor meski itu untuk kebaikan. Hal ini berlaku sebaliknya. Sebut saja Farhan dalam “Nasi Bungkus Cinta”. Ia tulus membantu korban banjir, walau untuk itu ia harus bergelut dengan lumpur. Lalu ada Deva dalam “Celengan” yang terbiasa mencari uang dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan kotor, seperti: membersihkan selokan, mengurusi taman, mengangkut karung tepung. Uang tabungan hasil kerjanya itu kemudian diberikan kepada kakeknya yang tertimpa musibah kebakaran. Padahal sebelumnya Deva memimpikan sepeda lipat bisa dibelinya dengan uang tabungan tersebut. Juga Ali dalam “Siluman Tikus” yang ringan tangan menolong Mak Sa membersihkan rumahnya yang kotor dan bau, karena nenek itu sakit. Serupa dengan Ali, ada Tesla dalam “Untuk Bu Guru” yang memiliki inisiatif mengkoordinir teman-temannya untuk kerja bakti membersihkan rumah ibu guru mereka yang sedang sakit flu berat. Terbukti, betapa pentingnya anak terbiasa berkotor-kotor dalam koridor kebaikan, membuat mereka tidak segan menolong sesama.
Resiko kotor memang adakalanya tak terelakkan saat anak-anak berkreasi. Di sekolah kami, anak-anak riang gembira di sentra kreasi. Mereka bereksplorasi dengan cat air, membuat pewarna alami dari bahan-bahan alam, mencipta bentuk dengan tanah liat, dan berbagai kegiatan lainnya. Suasananya seru, penuh suka dan tawa. Kreativitas pun berkembang tiada kekang. Seperti Ivan dalam “Batik Kreasi Ivan”. Kreasi batik dari daun yang diciptanya dengan gembira bersama teman-temannya, menginspirasi seorang desainer sehingga menjuarai Lomba Desain Batik pada Pekan Batik Nasional. Ada lagi Aninda dalam “Master Piece”. Sejak kecil orang tuanya membebaskan ia berkreasi mencoret-coret apa saja. Aninda selalu tertawa-tawa dalam kesenangannya menggambar. Ketika awalnya selimut, seprai, sofa, tembok, hingga bajunya sendiri tak luput dari coretannya, namun setelah diarahkan dengan baik, Aninda berhenti mencoret sembarangan. Ia mencurahkan coretannya di kertas atau melukis di kanvas. Prestasi demi prestasi pun diraih. Menjadi juara di banyak lomba dari tingkat kecamatan hingga tingkat nasional. Lemarinya pun mulai penuh dengan piala.

Deretan kisah lain menyuguhkan beragam hikmah dan peristiwa. Semisal “Sarung Ayah” dan “Untuk Papa” tentang kehilangan orang-orang tercinta, juga “Foto” dan “Tak Jadi” tentang konflik rumah tangga, “Tulisan di Kain Seprai” dan “Harta Sebenarnya” yang mencerahkan. Juga kisah-kisah lain yang menarik. Benang merahnya tetap pada Berani Kotor Itu Baik.
Saya angkat topi pada Rinso dengan segala upayanya mengusung slogan Berani Kotor ItuBaik. Semoga tidak lagi mengundang kontroversi, seperti yang sempat terjadi di sekolah saya. Maka saya mengharapkan kemunculan buku “Cerita di Balik Noda” akan menjadi pencerahan bagi para orang tua Indonesia. Kemudian sama-sama kita mengucapkan selamat tinggal pada paradigma lama. Bukan berarti tidak bersahabat dengan bersih, namun kotor bukan pula untuk dimusuhi. Maka dalam kapasitas saya sebagai pendidik, buku “Cerita di Balik Noda is a must read book bagi para orang tua sebagai pendidik utama anak-anak.
Bravo Rinso!


#Tulisan ini diikutsertakan dalam Kontes Ngeblog Review Buku "Cerita di Balik Noda" yang diselenggarakan oleh KEB bekerjasama dengan Rinso


Selasa, 09 April 2013

Mbak Yummy dan Mas Crunchy

Apa yang terlintas saat mendengar kata 'yummy'? Hmm.. aku membayangkan ice cream yang lembuuuuttt.. dan maniiiss. Seperti itulah rasanya personifikasi yang mewakili teman baikku yang satu ini.

Mbak yang mungil ini berputra dua. Tinggalnya di daerah Jawa Timur. Prestasinya sebagai penulis sungguh tak bisa dipandang sebelah mata. Berjaya di aneka lomba menulis bergengsi dan buku-buku yang sudah diterbitkan pun berderet-deret.

Meski tergolong ke dalam jawara penulis, tapi sikap rendah hatinya benar-benar tiada banding. Tak pernah tampak setitik pun jumawa. Ilmu padi dianutnya dengan taat.

Suatu hari, ada info tentang kelas menulis online yang digawangi oleh master penulis anak. Mbak Yummy ini mengajakku ikut serta. Katanya, mau sekalian daftarin aku via inbox sang master. Aku mengiyakan seraya berucap terima kasih. Tak lama berselang, Mbak Yummy menginfokan waktu pelaksanaan kelas dan sedikit gambaran tentang kelas menulis tersebut. Ternyata khususon membahas penulisan kumcer anak.

Aku tanya, apa perlu konfirmasi lagi ya, ke Ibu Master? Ya boleh, Mbak, kalau mau konfirm lagi ke beliau, bilang aja transfernya udah bareng saya, jawab Mbak Yummy.

What..? Transfer..? Duhai, betapa lugunya aku yang mengira itu kelas gratis. Oh.. harus membayar, sodara-sodari! Ketika kutanya berapa harus kuganti biaya kelas tersebut, Mbak Yummy menolak dengan santun. Dan aku tak bisa mengelak dari kebeningan hatinya.

Singkat cerita, berlangsunglah kelas. Setiap peserta harus menggagas konsep untuk kumcernya. Aku memilih membuat kumcer dengan benang merahnya adalah kisah Baginda Rasul.

Ternyata eternyata, ada info dari sebuah penerbit besar bahwa mereka sedang memburu naskah Islami, termasuk di dalamnya segmentasi anak-anak. Ibu guru di kelas dan teman-teman menyemangatiku untuk ikut. Bismillah, aku ingin mencoba, berbekal semangat dan harapan untuk lolos.

Namun apa yang terjadi, sodara-sodari? Naskah yang diajukan haruslah disertai dengan ilustrasi. Penerbit maunya author includ ilustrator. Duh, siapa ilustrator yang kukenal? Yang mau diajak kerjasama dalam proyek pertamaku ini? Seketika aku teringat pada teman baikku yang lain. Tampaknya cocok bila kusebut Mas Crunchy. Ia punya sahabat seorang ilustrator.

Oh ya, kenapa teman baikku ini cukup mewakili sebagai Mas Crunchy? Karena ekarena.. dia banyak penggemarnya.. haha.. disukai gitu lho. Kayak kripik yang crunchy.. wkwkwk..
Thread dia selalu mengular, panjaaaang. Bermagnet. Menyedot orang-orang untuk komen. Tersebab postingan dan celetukan-celetukannya memang kriuk-kriuk.. :D

Mas Crunchy ini seorang guru. Mengajar di sekolah di daerah Jawa Timur, tapi dia menolak disebut guru. Katanya, aku teman bermain anak-anak. Wow.. it's cool.. :)

Lalu.. Mas Crunchy bersiap untuk mengontak ilustrator sahabatnya itu. Aku menunggu kabar darinya, harap-harap cemas atau lebih tepatnya, cemas-cemas harap. Satu hari berlalu.. ting tong.. belum jua ada kabar. Aku singkirkan rasa malu dan sungkan, aku sms lagi Mas Crunchy. Katanya, nanti malam mau ke rumahnya.

Oh, baiklah.. aku menanti kembali. Keesokan paginya, kabar pun tiba. Hiks.. gayung tak bersambut. Sang ilustrator yang juga seorang guru, kabarnya sibuk menghadapi UN. Aku tergugu. Lemas. Tapi berusaha tegar. Ya sudah..

Aku tanya lagi, adakah ilustrator selain pak guru yang sibuk UN itu? Mas Crunchy menyanggupi mencarikan lagi. Dia meminta diberi waktu sehari. Aku berdoa sepenuh hati, semoga misi berikutnya berhasil.

Malam harinya, sms Mas Crunchy kembali datang. Dan.. mengabarkan bahwa pak guru yang awalnya merasa sibuk UN itu, akhirnya menyetujui permintaanku. Subhanallah.. hatiku gegap gempita..

Sejenak aku terdiam. Meresapi kabar indah ini. Setelah sebelumnya mengalami penolakan, lalu tiba-tiba keinginan terkabul. Duhai, betul-betul kebahagiaan yang berlipat. Ah, begini rupanya Allah menyenangkan hati hambaNya. Tersungkur aku dalam sujud syukur di sepertiga akhir malam.

Betapa Allah memberiku teman-teman yang baik. Yang ringan tangan, ikhlas menolong. Senang hati membantu. Subhanallah.. terima kasih ya Allah..

Kini, tolong genapkan kebahagiaan hamba.. Ya Rabb.. Semoga naskah beserta ilustrasinya memikat hati editor penerbit itu.. Aamiin..