Sabtu, 12 April 2014

Ibu Macam Apah Akuh?

Dinihari tadi aku membaca tulisan temanku. Ia bercerita tentang ibunya yang single mom. Ayahnya menikah lagi, meninggalkan ibunya dengan anak-anaknya yang mesih kecil. Temanku masih sekitar 5-6 tahun usianya saat kejadian itu. Lalu mengalirlah cerita temanku tentang ibunya yang berjibaku demi kelangsungan hidup mereka. Ibunya yang kuat, tegar, dengan setiap tetes cinta dalam peluh lelahnya.

Aku tercenung seiring titik air yang meluruh dari pelupuk membasahi pipi. Temanku demikian membanggakan ibunya. Ibu yang tangguh dengan kasih sayang tak terbilang.

Selalu ada yang bergetar di hati setiap membaca tulisan seorang anak tentang ibunya. Aku ibu macam apa? Tetiba aku merasa jaauuuh belum melakukan seperti yang ibu temanku lakukan. Meski aku merasa terengah-engah, terseok-seok, terhuyung-huyung. Tapi aku belum bekerja sekeras yang dilakukan para ibu, yang senasib denganku, harus mengepak dengan satu sayap.

Secara kebetulan juga, selesai aku membaca tulisan temanku, aku nge-chat dengan teman, yang tanpa disetting sebelumnya, temanku bercerita tentang ibunya yang single mom dengan 5 anak. Lagi-lagi beliau ibu yang luar biasa.

Duhai, betapa yang aku lakukan masih belum ada apa-apanya. Menjadi single mom itu sesuatu banget. Meski.. yaa.. bukan single mom pun, keluarga komplet sekali pun, mereka tetap ditimpa masalah toh?

Aku harus bekerja keras lagi. Bekerja keras secara fisik, mencari nafkah. Pun bekerja secara psikis, mengendalikan emosi. Di tengah tekanan pekerjaan di sekolah, proyek-proyek menulis, dan segala urusan domestik, emosi tegangan tinggi acap sulit dihindarkan. Dengan beragam hal yang harus dilakukan, aku tidak jarang merasa sulit menentukan skala prioritas.

Harapanku, anak-anakku bisa merasakan betapa aku menyayangi mereka. Bahwa apa yang aku lakukan tiada lain hanya untuk mereka. Tak ada keinginan rasanya untuk diriku sendiri, semua semata demi mereka. Rasanya aku tidak butuh apa-apa lagi setelah semua kegagalan ini. Aku hanya ingin anak-anak meraih kebahagiaan sejati, jangan sampai mereka mengecap bagian pahit seperti yang kurasakan sekarang. Bahwa semua kecerewetan dan kebawelanku, sama sekali bukan karena aku marah, melainkan demikian sayangku kepada mereka. Anak-anakku harus mandiri dan punya tanggung jawab. Mereka harus 'menjadi'.

Semoga kenangan mereka tentangku kelak, meninggalkan hal yang menyenangkan dan baik-baik. Kalaupun ada hal yang terasa menyebalkan, lantas mereka sadari itu sebagai proses pendewasaan. Hanya doa-doa panjang kurajut demi kebahagiaan hidup anak-anakku, karena apalah setitik keringat yang muncul dari kulit jangat, tak lain tempat bergantung hanyalah Allah..

3 komentar:

  1. Mba Linda ibu yang hebat. Gak bisa bayangin kalau ku ada di posisi mba Linda ;-)

    BalasHapus
  2. Dan sampai saat ini aku ga tau aoa yg trjd dg keluarga mba linda.cuma menduga2 saja. Semoga mba linda kuat ya.btw mba ibuku jg single mom dan anak2nya berhasil.mba linda pasti bisa. Keep fighting mbaaa

    BalasHapus