Sabtu, 14 Februari 2015

Sekali Lagi Tentang Sabar


Setiap manusia akan diuji sesuai kadar kesanggupannya. Kalimat itu familiar banget, ya. Tapi aplikasinya. Subhanallah.. luar biasa sulit. Acap aku merasa, masalahku demikian rumit. Sudahlah masalah bapaknya anak-anak, masalah ekonomi keluarga, ditambah pula dengan masalah anakku yang mogok sekolah.

Apa sih yang harus dilakukan ketika anak mogok sekolah? Anakku kelas 9, tinggal 3 bulanan lagi belajar di sekolah sebelum pelaksanaan UN. Kenapa sih nggak memaksa diri untuk sekolah, toh setelah UN bisa bebas? Tapi ternyata pikiran anakku nggak kayak gitu. Dia merasa dirinya sakit dan harus dimaklumi. Betul, dia punya penyakit. Dari hasil rontgen thorax, dokter bilang bahwa anakku mengidap enfisema pulmonum, suatu keadaan paru-paru yang lemah. Tapi bukan berarti hidupnya tak bisa berkembang seperti orang lain. Kondisi mudah capek, harus dilawan. Dokter bahkan menyarankan anakku untuk rutin berenang. Dokter juga menyemangati anakku agar punya keinginan kuat untuk sembuh. Tapi anakku malah seolah merasa punya pembenaran dengan sakitnya itu. Setiap pagi kondisi badannya nge-drop (begitu istilah anakku). Dia merasa nggak enak badan dan memilih diam di rumah.

Selain masalah kesehatan, juga ada latar psikologis yang menjadi pemicu. Dan itu butuh pendekatan persuasif. Tapi ternyata susah bangeet. Mental mulu kalau aku bicara sama anakku itu.

Kadang pingin rasanya menghadirkan para pakar psikolog remaja, macam Kak Bendri Jaisyurrahman, ayah Irwan Rinaldi, di hadapan anakku. Apa ya, yang akan mereka lakukan untuk menaklukkan anakku? Tapi, gimana caranya bisa kontak dengan dua bapak keren itu? Ah, orang beken macam mereka mana mungkin bisa melayani orang kayak aku.. da aku mah apa atuh.. :P


Aku betul-betul sudah nyaris menyerah menghadapi ini. Usahaku untuk bicara baik-baik, membuka komunikasi, selalu berakhir dengan situasi yang panas. Aku merasa gagal menjadi ibu. Apa aku terlalu ngotot menjadi single mom? Tapi sesekali aku melibatkan ayahnya juga, kok. Enak aja, masa' aku pusing sendiri..

Beneran bikin pusing. Masalah ini sangat berpengaruh pada pekerjaanku di sekolah dan pada konsentrasiku untuk menulis. OMG! aku lelah.. :P

Tapi aku berasa nyess saat mendapat sms dari sahabat baikku, sesaat setelah aku curhat tentang masalah ini. Begini bunyi smsnya: Intinya mah ini ujian dari Allah. Ujian yang akan berlanjut sampai dikau lulus. Tetap semangat sampai Allah memberi keputusanNya. Hasbunallah wa ni'mal wakiil ni'mal maula wa ni'mannashiir. Saat semua jalan begitu buntu dan semua pintu seolah tertutup, ketuklah pintuNya di sepertiga malam. Banyak dzikir dan istighfar.

Gemetar rasanya.. seperti apakah ini nanti kesudahannya.. bagaimana keputusanNya? Ya, sekali lagi ini tentang sabar...

5 komentar:

  1. Memang susah jadi orangtua ya, mbak. Ismail dan Sidiq juga sering mogok sekolah, tapi mungkin karena masih kecil jadi lebih mudah dibujuk. Biasanya, aku tanya kenapa nggak mau sekolah. Nanti kalo mereka jawab karena apa, trus aku kasih solusinya. Semoga berhasil ya mbak, kasian juga udah mau UN.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasiiih doanya, Mbak Ela...
      Itulah yg bikin susah, Mbak.. anakku udah abege.. susah nembusnya.. :'(

      Hapus
  2. Karena saya belum jadi orangtua, lihat ke diri saya semasa kecil aja ya mbak. Bisa dibilang saya nggak pernah mogok sekolah waktu MTs, tapi sebenarnya saya pengen mogok, takut dimarahi aja. Alasan pengen mogok, karena saya merasa minder saat berangkat dan pulang sekolah bareng anak SMP. Waktu itu semua teman2 dari SD yang sama melanjutkan ke SMP, cuma sy yang 'dipaksa' bapak melanjutkan ke MTs. Saat udah Aliyah di pesantren, saya pernah mogok hampir satu minggu, lagi-lagi karena masalah psikologi. Saya tertekan karena ada masalah dengan seorang guru, saya tertekan karena harus belajar banyak mata pelajaran yang saya anggap tidak mampu, akibatnya saya mengurung diri di kamar. Menurut saya, anak mbak yang mogok sekolah itu alasan utamanya pasti di psikologinya, sakit itu mungkin hanya salah satu alasan yang dia gunakan agar mbak bisa menerima (meskipun benar dia sedang sakit). Dia punya alasan lain yang lebih kuat, sehingga sekolah menjadi tempat yang sangat dihindarinya. Hasbunallah wa ni'mal wakiil ni'mal maula wa ni'mannashiir, bener banget mbak. Aku gak hanya menghayati kalimat ini, tapi juga mengamalkan setiap sehabis shalat. Alhamdulillah, hati jadi lebih tenang dan masalah yang berat tampak lebih lapang. Semoga anaknya mau ke sekolah lagi ya mbak, dan semoga tetap memiliki kesabaran yang luas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. pingin peluuk Mbak Sofia... makasiii banget, mau berbagi dgnku..
      iya, aku harus lebih menyelami jiwa anakku.. dan itu bagian yg sulit dari menjadi Ibu, setidaknya buatku saat ini..
      skali lagi, makasiii yaa..

      Hapus
  3. Adekku dulu jg gitu mba.susah kalo disuruh sekolah,bandel bgt. Biasanya diiming2i apa gitu sm ibuku.tp udah sma anaknya jd baik.skrg malah baik bgt.mungkin lagi masanya. Semoga mba linda diberi kekuatan dan kesabaran

    BalasHapus