Sedikit flashback, Zidan memang termasuk cukup rumit menjalani hari-harinya. Maklumlah, ketika musibah menimpa, dia lagi masa baru menginjak usia remaja. Jadi galaunya lumayan bikin pusing aku. Tapi aku nggak bisa nyalahin dia juga sih. Dengan segala hal 'ajaib' yang kita sekeluarga alami, wajar aja kalau terjadi keguncangan dalam dirinya.
Singkat cerita, akhirnya dia mengulang kelas sembilan. Sementara teman-temannya sudah duduk di bangku SMA. Alhamdulillah, dia nggak pernah bolos lagi. Dia sekolah dengan baik. Rupanya dia mulai menyadari telah ketinggalan waktu satu tahun.
Sujud syukur sama Allah melihat dia tiap hari berangkat sekolah. Mungkin bagi orang lain mah biasa aja ya, melihat anaknya sekolah. Tapi buat aku, subhanallah, bersyukur banget. Ya, begitulah, kadangg apa yang sederhana untuk seseorang, mugkin sangat berarti luar biasa bagi orang lain. Hal itu juga berlaku untuk sebuah kemalangan. Hal yang buruk bagi seseorang, mungkin bagi orang lain, segitu tuh sudah berupa sebuah pencapaian. Misal, Ibu yang punya anak cerewet, merasa kesal dengan kecerewetan anaknya. Sebaliknya, Ibu yang anaknya penderita autis, justru mendambakan anaknya kritis dan cerewet seperti itu.
Balik lagi ke Zidan. Aku lagi seneeeng banget. Gurunya sms, bilang bahwa Zidan menunjukkan kemajuan. Dia mau ikutan lomba bidang studi di sebuah SMA Negeri. Waah, surprise banget rasanya. Pantas saja, dia nanya-nanya lokasi SMA yang dimaksud. Trus, nanya-nanya juga soal Bahasa Indonesia.
Pada hari pelaksanaan test, aku dorong dia dengan doa. Katanya, dia ikutnya lomba mapel Bahasa Indonesia. Ok, sebagai guru Bahasa Indonesia, aku sudah membekali dia sebelumnya dengan soal-soal dan membahasnya.
Hingga siangnya, gurunya mengabarkan via sms, ternyata Zidan masuk peringkat 16, sehingga masuk semifinal. Subhanallah..
Kebayang nggak sih, tu anak dulunya boro-boro mikirin sekolah, lha tiap hari kan bolos aja. Eh, tiba-tiba sekarang ikut lomba mata pelajaran dan berhasil berprestasi. Lombanya pun ternyata berubah, jadi bukan hanya satu bidang studi, tapi lima: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, IPA, Matematika, dan IPS.
Gurunya meminta aku agar melatih Zidan untuk persiapan menghadapi semifinal keesokan harinya. Ternyata semifinal berbentuk Lomba Cerdas Cermat perseorangan. Aku pun melatih dan menemaninya belajar. Untungnya punya buku soal-soal UN, jadi mempelajari buku soal itu. Cuma soal-soal IPS yang nggak ada. Zidan nyari sendiri di google.
Keesokan harinya aku ikut menemani ke lokasi lomba. Alhamdulillah, guru pendampingnya mensupport. Beliau mengajakku ikut. Jadi, kami berangkat bareng dalam mobil si Bapak Guru itu.
Pas aku lihat pengumuman di tempat lomba, ternyata jumlah peserta seluruhnya ada 158 orang. Zidan berada di peringkat 16. Sungguh pencapaian yang luar biasa.
Meski pada akhirnya Zidan gagal masuk final, tapi aku tetap mengapresiasinya dengan antusias. Masuk semifinal itu udah demikian membanggakan. Dan Alhamdulillah, bagi para semifinalis (16 besar) berhak mendapatkan fasilitas masuk SMA Negeri tersebut tanpa test lagi.
Sujud syukur banget, Zidan dah dapat tiket masuk SMA Negeri yang berkualitas bagus. Hanya sayangnya, lokasi sekolah itu cukup jauh, dan melewati pabrik garment yang rawan macet. Jadi kalau berangkat dari rumah harus pagi-pagi. Zidan sih mau-mau aja daftar ke SMA Negeri itu, tapi masih mikir-mikir juga.
Aku cuma berharap, yang terbaik untuk Zidan. Semoga.
Kenangan sama Zidan waktu masih imut.. :) |
Semoga Allah memberikan pilihan terbaik buat Zidan dan mbak Linda :) Salut untuk Zidan dan Mamanya
BalasHapusAamiin.. Aamiin..
Hapustrimakasiih doanya, Mbak Vanda.. :)
Alhamdulilah, ikutan senang baca tentang Zidan. Semoga ke depannya prestasi Zidan makin meningkat. Nggak masuk final itu bukan masalah, aku dulu juga pernah gitu, kecewa memang, untungnya guruku bilang: kamu bisa ikut olimpiade itu aja sudah prestasi.
BalasHapusAamiin..
HapusIya, Mbak Sofia, prestasi nggak hanya diukur dari sebuah kemenangan ya.. tapi bisa mengikuti lomba itu aja udah berupa pencapaian yg harus disyukuri.
Makasiii ya, Mbak..