Selasa, 06 September 2016

Ibu, Sang Pembela

                 Di sekolah tempat saya mengajar, diberlakukan aturan larangan membawa handphone. Hal ini agar anak-anak bisa terlepas dari ketergantungan pada hp, serta menumbuhkan sikap tanggung jawab dan kemandirian. Karena biasanya orangtua bersikukuh membekali hp pada anak-anaknya dengan alasan agar anak mudah dipantau, terutama saat jam pulang. Wah, kalau anak selalu dikuntit orangtua terus, kapan anak belajar mandiri dan tanggung jawab? Tanpa hp, diharapkan anak akan tumbuh sikap tanggung jawabnya untuk bersegera pulang ketika jam pulang sekolah, sehingga orangtua tidak khawatir. Maklumlah, full day school kan pulangnya sore. Kalaupun anak ada kegiatan selepas jam pulang, maka anak harus punya kesadaran untuk memberitahukannya kepada orangtua, sebelum berangkat sekolah.
                 Eh, bukan berarti sama sekali nggak boleh bawa hp. Kalau memang ada hal yang urgent, boleh aja bawa hp. Tapi orangtua harus meminta izin dulu kepada walikelas atau wakasek kesiswaan. Dan selama berada di sekolah, hp harus dititipkan kepada walikelas atau Kesiswaan. Baru boleh diambil ketika akan pulang.
                 Nah, kemarin diadakan razia hp. Saya dan Divisi Kedisiplinan OSIS bergerak memasuki kelas-kelas, saat jam sholat dzuhur dan asar. Jadi ketika kelas kosong karena anak-anak berada di masjid, kami menggeledah isi tas nya. Dan.. ditemukanlah beberapa hp.
                 Sebagai wakasek bid. kesiswaan, saya menyita hp-hp tersebut. Anak-anak tidak bisa langsung mengambil hp miliknya pada sore itu, saat mereka akan pulang. Tapi hp baru bisa diambil esok hari, dan yang mengambil harus orangtuanya.
                 Anak-anak tersebut bisa menerima konsekuensi itu, karena mereka tahu telah melanggar peraturan sekolah. Namun ada 1 anak yang sangat gelisah dan menginginkan hp-nya kembali. Anak ini memang salah satu target razia kali ini, karena beberapa hari lalu diduga sering membawa hp dan tidak dititipkan ke walikelas atau Kesiswaan.
                 Dia datang kepada saya sambil merengek minta diizinkan untuk mengambil hpnya. Alasannya, ibunya sedang berada di luar kota. Kalau nanti ibunya menghubungi, dia nggak angkat hp, nanti ibunya khawatir. Saya bilang, nggak masalah. Ibunya akan saya hubungi untuk dikabari bahwa hp anaknya sedang disita, jadi tidak bisa dihubungi dari sore itu hingga esok hari.
                 Saya pun menelpon ibunya. Tampak ibunya kaget dan reaksi spontannya langsung ingin melindungi sang anak. Sang ibu tahu, anaknya pasti sangat menginginkan hpnya kembali. Ia pun beralasan bahwa saat itu ia sedang berada di Jakarta untuk suatu urusan, maka nanti bila ingin menghubungi anaknya tentu sulit.
                 Duh, rempong betul, pikir saya. Padahal ayah anak itu ada di rumah, kan ibunya bisa menghubungi lewat si ayah bila ingin mengetahui keadaan putra tercintanya.
                 Saya tegaskan pada ibu anak itu, bahwa peraturan sekolah berlaku untuk semua anak. Jadi tidak mungkin anaknya mendapat perlakuan istimewa dengan diperbolehkan langsung mengambil hpnya sore itu, tanpa orangtua pula. Semuanya baru bisa diambil esok hari oleh orangtua.
                 Ibu itu pun lalu bilang, "Anak saya nggak biasa bawa hp. Cuma tadi pagi itu memang saya yang suruh, karena saya mau ke Jakarta, jadi supaya saya bisa gampang menghubunginya."
                 Saya tertegun. Duhai, demikanlah seorang ibu. Betapa ia langsung muncul sebagai pembela anak, padahal ia tahu anaknya bersalah.
                 Anak itu sudah beberapa hari lalu diduga sering bawa hp. Ada beberapa saksi mata tepercaya yang melaporkan kepada saya. Jadi tidak mungkin ketika ibunya bilang bahwa anaknya tidak biasa bawa hp. Itu mah ibunya aja yang nggak tahu. Terbukti, laporan para saksi mata itu benar, dengan ditemukannya hp sang anak di dalam tasnya.
                Ibu itu masih agak berdalih lagi namun saya berusaha tetap konsisten. Kemudian ia ingin bicara dengan anaknya. Saya bilang, "Ada pesan apa, Bunda? Nanti saya sampaikan." Saya pikir, urusan akan tambah panjang kalau pake acara ngobrol dulu antara ibu dan anak tersebut. Akhirnya, sang ibu menitipkan pesan agar anaknya nanti ketika tiba di rumah, untuk segera menelpon ibunya. Lalu sang ibu meminta maaf kepada saya, dan saya pun segera menyudahi pembicaraan.
                Sang anak tertunduk lesu. Lunglai ia berjalan pulang.
                Begitulah para ibu. Acap menunjukkan sayang yang berlebih, namun sesungguhnya ditempatkan pada porsi yang tidak tepat.
                Mari bijaksana menyayangi anak!
gambar diambil dari sini



8 komentar:

  1. Semoga saya ga seperti itu..makasih sharingnya mba jadi reminder buat saya kelak. Kalau salah y salah nda perlu dibela hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kadang spontan ya, pingin mbela anak. Tapi bgitu sadar, ya harus fair.. :)
      Makasii Mbak Herva, dah mampir..

      Hapus
    2. Assalamualaikum wr.wb mohon maaf kepada teman teman jika postingan saya mengganggu anda namun apa yang saya tulis ini adalah kisah nyata dari saya dan kini saya sangat berterimah kasih banyak kepada Mbah Rawa Gumpala atas bantuan pesugihan putihnya tampa tumbal yang sebesar 15m kini kehidupa saya bersama keluarga sudah sangat jauh lebih baik dari sebelumnya,,saya sekaran bisa menjalanka usaha saya lagi seperti dahulu dan mudah mudahan usaha saya ini bisa sukses kembali dan bermanfaat juga bagi orang lain,,ini semua berkat bantuan Mbah Rawa Gumpala dan ucapa beliau tidak bisa diragukan lagi,bagi teman teman yang ingin dibantuh seperti saya dengan pesugihan putih bisa anda hubungi di no 085 316 106 111 jangan anda ragu untuk menghubuni beliau karna saya sudah membuktikannya sendiri,karna Mbah tidak sama seperti dukun yang lain yang menghabiskan uang saja dan tidak ada bukti sedankan kalau beliau semuanya terbukti nyata dan sangat dipercay,,ini unkapan kisah nyata dari saya pak Rudi di semarang.Untuk lebih lenkapnya silahkan buka blok Mbah di 🐣PESUGIHAN PUTIH TANPA TUMBAL🐣

      Hapus
  2. Iya ya Mbak, ini peringatan banget buat kita ya, bijak menyayangi anak. Makasih sharingnya Mbak Linda. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. sama-sama makasiih juga ya, Mbak Nurin.. dah mampir.. :)

      Hapus
    2. sama-sama makasiih juga ya, Mbak Nurin.. dah mampir.. :)

      Hapus
  3. Iya ya Mbak, ini peringatan banget buat kita ya, bijak menyayangi anak. Makasih sharingnya Mbak Linda. :)

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus