KEMANAKAH
RAHASIA ‘KAN MENUJU?
Dalam hidup ini aneka masalah bertebaran. Suatu ketika
ia pasti menimpamu. Dan pada saat itu, berbagi dengan seorang teman dekat, akan
sangat membantu. Temanmu tentu akan berempati dan boleh jadi memberi solusi.
Kalut mereda dan pikiran lumayan tenang. Dorongan semangatnya akan menguatkan.
Bahkan temanmu tak akan pelit mengirim doa menuju langit. Semuanya kemudian
perlahan mengikis gundah.
Tapi, kawan, pernahkah kau merasa bingung hendak kau
ceritakan kepada siapa masalah yang tengah membelit itu? Kepada sahabat yang
ini, ah.. dia kan lagi mau ujian, masa’ harus ditambah berat dengan curhat
masalah sahabatnya. Kepada sahabat yang itu, hmm.. dia lagi sibuk menyiapkan
ta’arufnya. Lalu sahabat yang lain lagi, dia baru melahirkan, pasti repot
mengurusi buah hati. Atau kepada saudara kandung? Nanti khawatir malah jadi
beban keluarga.. jadi kepada siapa dong..?
Mungkin salah seorang dari kalian, ada yang merasa
tidak pernah mengalami kebingungan seperti itu. Aku pernah, kawan. Meski alasannya
tidak persis seperti contoh di atas. Ya, pada saat itu aku bingung. Aku ingin
berbagi, ingin bercerita, sekedar melepaskan beban yang mengganduli pikiranku.
Terbersitlah ide untuk menceritakan masalahku kepada
seorang teman baik yang belum lama kukenal. Ia belum begitu tahu banyak tentang
aku, siapa dan bagaimana aku, maka kupikir bila ia memberi pendapat, tentu akan
merupakan pendapat yang objektif. Teman baik itu seorang yang suka menolong,
baik hati, ramah dengan senyum manisnya, cerdas, dan cukup rasional. Maka
kupercayakan masalahku, pula sedikit rahasiaku, kepadanya. Masalahku saat itu
beraneka rupa. Cukup pelik dan rumit. Ada juga sisi-sisi yang beraroma tabu.
Temanku itu merespons dengan penuh empati. Pendapatnya
mengalir berupa analisa yang logis dan mudah dipahami. Kata-kata penghiburan
juga dorongan untuk optimis, bertaburan dari lidahnya, menyemangatiku. Aku
sungguh merasa lega. Kuucapkan terimakasih tak terkira, sambil tak lupa
kusampaikan bahwa baru kepadanyalah rahasia ini kupercayakan.
Dengan segala hal positif tentangnya, seperti yang
kuceritakan di atas, aku pun kemudian tenang-tenang saja. Kupikir, masalah dan
rahasiaku aman bersamanya. Sampai suatu ketika… dalam satu pertemuan dengan
sahabat-sahabatku yang lain.. terkuaklah! Apa?
Begini, kawan.. tak kusangka tak kuduga,
sahabat-sahabatku itu, yang amat menyayangiku, dengan suara yang agak terbata
dan volume rendah, mengingatkan dengan hati-hati sekali, agar aku tidak lagi
menyampaikan rahasia kepada teman baik yang telah kupercaya itu. Mereka kini
tahu rahasiaku tersebab si teman baik itu yang mengatakannya kepada
mereka.Tercekat aku mendengar itu. Namun aku menahan diri untuk bereaksi.
Khawatir emosi meluap. Aku beristighfar. Berbagai kekhawatiran serta merta
bermunculan. Apa saja yang diumbar kepada mereka? Siapa saja yang juga menerima
info rahasiaku selain mereka? Lalu kontennya, apakah rasa original atau
dibumbuinya dengan aneka penyedap dan penguat rasa? Duhai, betapa malunya aku.
Sahabat-sahabatku itu menjamin bahwa rahasia yang
mereka terima itu, akan dijaganya. Tak akan kemudian bocor lagi ke banyak
orang. Aku tergugu. Teman baikku telah sukses menghancurkan kepercayaanku
kepadanya.
Nah, ada tiga sisi yang berperan dalam kisahku ini.
Yang pertama, teman baik yang menerima tumpahan masalah dan rahasia. Jadi
kawan, bila kau ada di posisi ini, hargai dan sayangi si pencurhat yang saat
itu tentu sedang kalut, bingung, gundah, dan sebangsanya. Janganlah kau tambah
deretan masalahnya dengan perbuatan konyolmu yang menceritakan rahasia tersebut
kepada orang lain. Meski hanya sepenggal dari rahasia tersebut. Apalah lagi
bila semuanya. Kau sudah dipercaya. Kau sudah terpilih. Sepatutnya kau menjaga
itu. Karena sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak kan percaya.
Yang kedua, orang-orang yang menerima bocoran rahasia.
Lihatlah, betapa mulia sahabat-sahabatku. Tatkala menerima info rahasia, mereka
bukannya menyebarkannya kembali. Namun dijaganya agar berhenti di mereka saja.
Jangan sampai ada lagi orang lain yang tahu. Kemudian, tersebab rasa sayang,
mereka mengingatkanku agar tidak terjebak untuk kedua kalinya, menceritakan
rahasia kepada teman baik itu. Dan kuharap kau tidak menganggap
sahabat-sahabatku sebagai mengadu domba. Karena tujuan mereka jelas, agar aku
tidak lagi mengulang kecerobohan dengan membagi masalah kepada orang yang
salah.
nasehat super mbak.. makasih,
BalasHapusbermanfaat buat aku untuk lebih berhati2
Iya Mbak.. pdhl klw aku curhat sm Mbak Binta, pasti aman tuh..
HapusHiks, jadi merasa bersalah sepertinya akukah di cerita itu, maafkan aku mbak Linda T__T
BalasHapusWah.. bukan banget.. bukan Mbak Naqi..
HapusMalah Mbak Naqi adalah penyemangatku.. makasiiiih Mbak..
Butuh berbagi mencurahkan kegelisahan memang harus berhati2 ya mbak... Tidak perlu semua orang tau kesulitan kita.
BalasHapusDan bila ingin mendapatkan teman sejati, maka kitapun harus bersikap selayaknya temas sejati.
Btul Mbak Niken.. sy banyak blajar dari kecerobohan sy kala itu..
HapusTrimakasiih dah mampir kemari.. :)
selalu menjaga rahasia org lain dan selalu berhati2 kemana kita akan mencurahkan rahasia kita ya.. terima kasih ya mbak :)
BalasHapusSama2 makasiih Mbak Myra.. smoga nanti2 mampir lagi ke sini yaa.. :)
HapusAku bingung klo dapat curhatan dari orang yg lebih tua dan masalahnya lebih berat daripada yg kualami. Gak tau mau komentar apa, paling2 hanya bisa jd pendengar, krn aku pun belum tentu bisa sekuat dia klo ditimpa masalah yg sama.
BalasHapusTfs, mbak... aku jg sekarang pilih2 temen curhat, apalagi di socmed :)