BeraniKotor Itu Baik. Slogan yang menyentak. Apa pasal? Ketika pola asuh model lama yang
bersemayam di benak para orang tua adalah ‘katakan TIDAK pada kotor’, maka
Rinso dengan sangat berani menggeser paradigma lama itu. Sebuah aksi
kontroversi. Yup! Slogan ini potensial memicu kontroversi, karena keharusan
anak menjauh dari kotor, sudah sangat melekat kuat dalam model pendidikan
keluarga Indonesia.
Rinso,
memiliki kepedulian tinggi pada perkembangan anak-anak. Pesan yang diusung
dalam produk sabun cuci ini, tidak sekedar menawarkan keunggulan daya cucinya
yang sanggup mengentaskan segala kotor dan noda. Berani Kotor Itu Baik, bermakna
luas. Ia mengingatkan para orang tua, agar memaknai kotor bukan sebagai dosa.
Kotor bukan sesuatu yang haram. Namun dalam kotor ada macam-macam hal. Ada
keceriaan, tolong menolong, kebersamaan, proses pembelajaran, kreativitas,
eksplorasi, dan aneka makna lainnya.
Kesemua
makna itu terungkap dan tergambar dengan baik, dalam tuturan kisah inspiratif, yang
terangkum dalam buku “Cerita di Balik Noda”. Ada 42 cerita di dalamnya. Cerita
yang diberi label “Kisah Inspirasi Jiwa”. Ke-42 cerita itu dituturkan oleh para
pemenang Lomba Menulis bertema “Cerita di Balik Noda” yang diselenggarakan oleh
Rinso melalui facebook.
Adalah
Fira Basuki, penulis kondang yang sudah sangat matang, yang kemudian diminta
untuk menulis ulang dan mengembangkan kisah-kisah ini menjadi sebuah buku. Buku
yang merupakan langkah cerdas Rinso dalam menggaungkan slogannya. Menggenapkan
aksi kontroversinya. Rinso konsisten berdedikasi kepada para orang tua
Indonesia untuk menunjukkan bahwa Berani Kotor Itu Baik.
Sebagai
guru TK, saya menyaksikan tidak sedikit orang tua yang kolot, over protective, mengekang anak, untuk
satu tujuan: bersih. Anak-anak mereka dipasung kreativitasnya, ditutup keran
eksplorasinya, demi terhindar dari noda dan kotor. Maka ketika kami, para guru,
mengajak anak-anak berkotor-kotor dalam proses bermain sambil belajar,
terdengarlah suara-suara sumbang yang menentang. Disebutnya kami sebagai
‘korban iklan’. Padahal sungguh tak ada sedikit pun niatan untuk mempromosikan
produk Rinso, tatkala kami bilang bahwa Berani Kotor Itu Baik.
Dengan
hadirnya buku “Cerita di Balik Noda” rasanya akan menjadi lebih mudah
memahamkan makna kotor. Untuk orang tua yang masih sangsi dengan model
pembelajaran yang berorientasi lingkungan, bisa membaca “Hidup Baru Danu”.
Keceriaan Danu yang kembali terpancar serta kemandirian dan tanggung jawab yang
tampak, akan mencopot label tentang sekolah alam yang dianggap hanya
bermain-main dan berkotor-kotor. Semangat hidup Danu muncul setelah sebelumnya
dirundung duka karena berpulangnya ayahanda tercinta. Ternyata, berkotor-kotor
saat menanam sayuran di kebun sekolah, saat menangkap lele di kolam sekolah,
dan rupa-rupa pembelajaran yang bernuansa kotor, membentuk sikap positif.
Empati, mandiri, kreatif, bertanggung jawab, suka menolong, adalah beberapa di
antaranya.
Bagi
orang tua yang sangat keras dengan disiplin kebersihan, lihatlah Innez dalam
kisah “Di Antara Sampah”. Betapa ia memendam rasa takut yang sangat, ketika
bajunya ternoda oleh bumbu masakan padang. Innez tidak berani pulang dan
memilih bersembunyi di pos ronda. Ia super cemas bahwa ibunya akan marah besar
melihat baju seragamnya kotor. Dan, lihat kemudian apa yang semestinya
dilakukan oleh orang tua menghadapi kondisi demikian. Ibu Innez lalu memilih
bersikap lembut. Tidak serta merta menyemprot habis-habisan dengan omelan.
Hasilnya, Innez bersikap jujur serta menunjukkan tanggung jawabnya dengan
mencuci sendiri baju yang tertumpah bumbu masakan padang itu. Ini artinya,
kotor tidak identik dengan amarah yang meluap.
Anak
yang biasa hidup dalam budaya tidak mengenal kotor, akan membuatnya merasa
jijik dan takut bersentuhan dengan hal-hal yang mengandung kotor. Mereka enggan
berkotor-kotor meski itu untuk kebaikan. Hal ini berlaku sebaliknya. Sebut saja
Farhan dalam “Nasi Bungkus Cinta”. Ia tulus membantu korban banjir, walau untuk
itu ia harus bergelut dengan lumpur. Lalu ada Deva dalam “Celengan” yang
terbiasa mencari uang dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan
dengan kotor, seperti: membersihkan selokan, mengurusi taman, mengangkut karung
tepung. Uang tabungan hasil kerjanya itu kemudian diberikan kepada kakeknya
yang tertimpa musibah kebakaran. Padahal sebelumnya Deva memimpikan sepeda
lipat bisa dibelinya dengan uang tabungan tersebut. Juga Ali dalam “Siluman
Tikus” yang ringan tangan menolong Mak Sa membersihkan rumahnya yang kotor dan
bau, karena nenek itu sakit. Serupa dengan Ali, ada Tesla dalam “Untuk Bu Guru”
yang memiliki inisiatif mengkoordinir teman-temannya untuk kerja bakti
membersihkan rumah ibu guru mereka yang sedang sakit flu berat. Terbukti, betapa
pentingnya anak terbiasa berkotor-kotor dalam koridor kebaikan, membuat mereka
tidak segan menolong sesama.
Resiko
kotor memang adakalanya tak terelakkan saat anak-anak berkreasi. Di sekolah
kami, anak-anak riang gembira di sentra kreasi. Mereka bereksplorasi dengan cat
air, membuat pewarna alami dari bahan-bahan alam, mencipta bentuk dengan tanah
liat, dan berbagai kegiatan lainnya. Suasananya seru, penuh suka dan tawa.
Kreativitas pun berkembang tiada kekang. Seperti Ivan dalam “Batik Kreasi
Ivan”. Kreasi batik dari daun yang diciptanya dengan gembira bersama
teman-temannya, menginspirasi seorang desainer sehingga menjuarai Lomba Desain
Batik pada Pekan Batik Nasional. Ada lagi Aninda dalam “Master Piece”. Sejak
kecil orang tuanya membebaskan ia berkreasi mencoret-coret apa saja. Aninda selalu
tertawa-tawa dalam kesenangannya menggambar. Ketika awalnya selimut, seprai,
sofa, tembok, hingga bajunya sendiri tak luput dari coretannya, namun setelah
diarahkan dengan baik, Aninda berhenti mencoret sembarangan. Ia mencurahkan
coretannya di kertas atau melukis di kanvas. Prestasi demi prestasi pun diraih.
Menjadi juara di banyak lomba dari tingkat kecamatan hingga tingkat nasional.
Lemarinya pun mulai penuh dengan piala.
Deretan
kisah lain menyuguhkan beragam hikmah dan peristiwa. Semisal “Sarung Ayah” dan
“Untuk Papa” tentang kehilangan orang-orang tercinta, juga “Foto” dan “Tak
Jadi” tentang konflik rumah tangga, “Tulisan di Kain Seprai” dan “Harta
Sebenarnya” yang mencerahkan. Juga kisah-kisah lain yang menarik. Benang
merahnya tetap pada Berani Kotor Itu Baik.
Saya
angkat topi pada Rinso dengan segala upayanya mengusung slogan Berani Kotor ItuBaik. Semoga tidak lagi mengundang kontroversi, seperti yang sempat terjadi di
sekolah saya. Maka saya mengharapkan kemunculan buku “Cerita di Balik Noda”
akan menjadi pencerahan bagi para orang tua Indonesia. Kemudian sama-sama kita
mengucapkan selamat tinggal pada paradigma lama. Bukan berarti tidak bersahabat
dengan bersih, namun kotor bukan pula untuk dimusuhi. Maka dalam kapasitas saya
sebagai pendidik, buku “Cerita di Balik Noda” is a must read book bagi para orang tua sebagai pendidik utama
anak-anak.
Bravo
Rinso!
#Tulisan ini diikutsertakan dalam Kontes Ngeblog Review Buku "Cerita di Balik Noda" yang diselenggarakan oleh KEB bekerjasama dengan Rinso
Bagus ya Lin, bukunya..mencerahkan
BalasHapusIya Mbak.. bukunya bagus. Recommended bwt keluarga Indonesia.
Hapusmasa kecil memang tidak lepas dengan main kotor, makin kotor makin asyik
BalasHapusiya ya.. seru banget, kotor-kotoran.. :)
HapusMakasiih ya, dah mampir.. salam kenal.. :)
aaamiin... *mendoakan harapan guru TK :-)
BalasHapusMakasiiih sdh mengamini, Mbak..
HapusBerhadapan langsung dgn ibu2 yg msh memegang paradigma lama itu.. duh, bikin gregetan deh.. :)
Berani kotor itu baik ya mbak :)
BalasHapusSemoga menang mbak Lindaaa :)
Makasiih doanya..
HapusYup! banyak lho, anak2 yg takut kotor krn tkut dimarahi Mamanya.. hadeuh..
gutlak mbak.. sperti biasa.. reviewnya ciamik, bs ngulas dr sisi yg unik :)
BalasHapusMakasiih Mbak Bint.. punya njenengan jg reviewnya keren.. unik lho, ada Farah Quinn sgala.. :)
Hapusiya, mah, memang ko! sampai sekarang teteh kadang - kadang takut dimarahin. karena kotor - kotoran. padahal, kan, main kotor - kotoran itu asyik banget!
BalasHapuscurang, sih! pas teteh TK gak ada bikin kerajuinan tanah liat. teteh paling suka main nya pas TK yang out bond, nagkep ikan, dan bikin tanah liat (baru pas ada).
Makasiih ya, Teh.. dah komen.. :)
HapusGpp main kotor-kotoran, asal ada baiknya, ga sekedar main kotor.
Pas Teteh TK malah ada main kotor-kotoran di sawah, nanam padi sama mandiin kerbau..
atuh, mamah, kan, teteh juga mau main kotor - kotoran. yang seperti, hujan - hujanan, main pasir/tanah boleh kan?
BalasHapusiya ko, masih ingat. tapi, yang paling berkesannya yang tadi, tuh! yang di sawah itu. tempat nya di taman matahri ya, kan? teteh juga suka.