Aku
tidak tahu harus memulai dari mana. Tapi, percayalah, aku sungguh ingin
membantumu bangkit perlahan, keluar dari lingkaran kekalutanmu. Bukan untuk
mengungkit dan membahas masalah itu.. Tidak! Aku tahu, kau pasti tak ingin
membicarakannya lagi.
Linda
sayang, please, dengarkan aku. Aku
sisi dirimu yang lain. Maka aku tahu persis betapa luka perasaanmu saat ini.
Meski orang-orang di sekitar menganggapmu sebagai orang yang tegar dan kuat
menghadapi badai yang menerpa ini. Tapi aku tahu, betapa hatimu merintih
karenanya. Kadang kau merasa menjadi orang lain. Kau ingin menjadi diri
sendiri. Kau marah pada keadaan. Namun kemarahan itu harus disembunyikan rapat.
Maka tanpa sadar, anak-anakmu yang tak berdosa itu kerap menjadi sasaran. Duh..
Ya,
aku mengerti… kau merasa garis nasib merosot tajam, meluncur deras, terjun
bebas menukik ke bawah. Tapi lihat, itu bukan kiamat. Ketika kau merasa
kehilangan sahabat dan lingkungan yang menyenangkan, pada saat yang sama,
sahabat-sahabat dari belahan wilayah lain tetap hadir. Semua menyemangati,
mendukung, bahkan memberi bantuan dalam bentuk materi. Ya… ya.. aku tahu, hal
itu membuatmu risi. Merasa orang-orang tengah memandang iba dan jatuh kasihan
pada nasib burukmu, tapi percayalah, itu bukti bahwa dirimu tidak sendiri.
Ingat,
ketika sedikit kau singkap gelombang badai ini, muncullah sahabat-sahabat yang
kemudian mengeluarkan rahasia hidupnya, yang juga ternyata berisi kemalangan.
Hei, wanita bernasib malang ternyata bukan hanya dirimu, toh? Ups! jangan
lanjutkan protesmu. Kau berpikir bahwa kemalangan mereka masih belum dalam
kategori kemalanganmu yang kau kira dahsyat itu? Come on, Sist… buka hati,
jangan meratapi diri sendiri!
Ya..
ya.. aku tahu, kau kehilangan pekerjaan, kehilangan kesenangan berorganisasi,
kehilangan karier dan kesempatan, kehilangan rumah, mobil, dan harta benda
lainnya. Lalu kini mendapati diri berubah miskin, tersapu badai dan tinggal di
kota kecil. Inilah saatnya kau melakukan penerimaan diri. Mana hasil mengajimu
selama ini? Sampai di mana tingkat religiusitasmu? Lalu akal sehatmu, kau
simpan di mana?
Yup!
Sebagai penyuka hal-hal yang sistematis, gimana kalau suratku ini diberi urutan point? Kau bertanya, point apa?
Tentu saja point-point yang perlu kau lakukan untuk move on. Kau tidak bisa melulu bergelung dengan kekesalan. Ini
saatnya bangkit. Kau harus menjadi sesuatu. Kau harus menghargai dirimu sendiri. Ayolah.. kau pasti bisa! Masa’ kalah sama abg yang labil dan serba
galau itu? Hahay.. Nggak lah yaaw..
Ok, let’s start..
1. Ingat
Allah.
Boleh
jadi, badai ini tercipta agar dirimu lebih mengingat Allah. Semakin dekat
dengan Allah. Bertambah mesra hubunganmu dengan Allah. Ya… Allah merindukanmu.
Allah menyayangimu. Dia tak ingin dirimu semakin lalai dan abai.
Hei…
kau sadar, betapa semakin hari ayat-ayat surat An-Naba, An-Naziat, ‘Abasa,
semakin menguap perlahan? Apakah akan terus bertambah hilang, diikuti surat-surat
lainnya? Allah ingin kau terus menjaga dan merawat hafalanmu.
Lalu,
bagaimana dengan nge-juz? Oh… No! Itu
pun terlewat, karena dalam 1 hari tidak lagi tilawahmu mencapai 1 juz… L
Bahkan
membaca terjemah Al-Quran pun sudah jarang kau lakoni.. hiks..
Shalat
malam? Hmm… meski masih dilakukan saban malam, tapi apakah kualitasnya
meningkat? Mata yang terkantuk-kantuk, ‘azzam yang kurang kuat, kerap
menjadikan rakaat-rakaatmu hanya gerakan berulang belaka, kering makna.
Yuk…
istighfar, memohon ampun, lantas bergegas menujuNya. Yakinlah, kedekatan kepada
Allah, akan membuat kita terus mengingat Allah lalu gundah pun sirna.
Ketenangan hati ‘kan diraih. Ketenteraman jiwa mengikuti. Subhanallah… itu yang
kau butuhkan, bukan?
Coba
buka Q.S. Al-Fath (48) ayat 4: Dia-lah yang
telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin untuk menambah
keimanan atas keimanan mereka (yang telah ada). Dan milik Allah-lah bala tentara
langit dan bumi, dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.
Satu
lagi nih, Q.S. Ar-Ra’d (13) ayat 28: (Yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.
2. Ikhlas
Melepas
Wait… wait...
jangan merasa sebal dulu! Aku tahu, ikhlas itu bukan pekerjaan ringan. Ia
sebuah proses. Kelanjutan dari sabar. Sabar yang selalu didengungkan orang
untukmu, bukan? Sepertinya terdengar klise. Tapi sekaranglah saatnya bagimu,
mempraktekkan ilmu ini.
Ikhlas
melepas beban amarah. Ia berbanding lurus dengan memaafkan. Berdamai dengan
seseorang yang kau anggap sebagai biang kerok dari timbulnya masalah ini. Ok,
ini bukan sesuatu yang instant.
Ketika kau kira, sudah berikhlas diri, but
when U meet and talk to him, what have U do? Yang ada, jutek abis, nada
tinggi, and of course no smile! Duh…
Baiklah…
kau berdalih, ini pekerjaan hati. Dan dirimu merasa tak bisa memaksa hati. Hmm…
sampai kapan? Kalau menuruti terus amarah yang muncul di hati, sampe ujung
waktu pun ga akan ada akhirnya. Maka.. berproseslah. Kau harus menempuhnya.
Allah menyediakan surga sebagai balasannya. Subhanallah.. Surga, Sist! Lihat di Q.S. Ali Imran ayat
133-134: Dan bersegeralah kamu mencari
ampunan dari Tuhanmu, dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan
bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang yang
berinfak di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya
dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah sangat cinta orang-orang yang
berbuat kebaikan.
3. Syukur,
Pasangan Setia Sabar
Yup!
Sabar memang harus bersanding dengan syukur. Artinya, setelah bersabar atas
segala kepedihan yang diderita, maka munculkan syukur. Tengoklah, meski
berderet kemalangan yang menimpa, namun cermati… betapa tetap melimpah
kenikmatan yang kau dapat.
Kala
rumah melayang, bersyukurlah karena ada kakak yang menampungmu untuk menumpang
di rumahnya. Bayangkan kalau tak ada. Mau tinggal di mana, sementara untuk
mengontrak tak ada dana? Lalu lihat anak-anakmu, mereka sehat dan kerap menjadi
penghibur yang menyenangkan, juga penyemangat dan penyuluh hidup. Ga kebayang
bukan, kalau mereka tak ada? Duh, betapa pilunya… Kemudian, perhatian dan dukungan
dari sahabat yang mengalir deras, Subhanallah.. ukhuwah nan indah..
Dan…
begitu banyaaaak hal yang harus disyukuri. Fabiayyi
aalaa-i rabbikumaa tukadzdzibaan.
4. Gali
Potensi Diri
Kau
punya potensi menulis. Kembangkan itu. Buatlah prestasi yang membanggakan dan
bernilai amal shalih. Jangan lekas putus asa karena tulisan tak kunjung dimuat
di media atau tak berbuah kemenangan dalam lomba. Hindari pula menyangsikan
teman yang kerap menilai tulisanmu dengan puja dan puji. Insya Allah mereka
tulus mengapresiasi. Yang kau perlukan adalah senantiasa evaluasi dan
introspeksi. Mungkin kau kurang banyak membaca sehingga tulisanmu tampak hebat
namun tidak akurat. Atau minim referensi sehingga kurang ber’isi’. Atau… memang
perlu banyak terus mengasah diri. Lihat perjuangan teman-teman penulis yang kau
kenal, mereka memulai sejak lama bukan? Itu artinya kau yang baru kemarin sore
merangkak, memang masih harus banyak belajar dan menempa diri. Semoga potensi
ini bisa juga menjadi sandaran hidup, menghasilkan rupiah yang berkah.
Ok, Linda sayang… pointnya cukup empat yaa.. kalau banyak-banyak nanti malah males ngelakuinnya. Mulailah melakukannya sejak sekarang.
Suratku
nyampe sini aja. Tetap semangaaaatt… dan, tersenyumlah… harimu ‘kan menjadi
indah… J
semangaat mbag linda.walaupun sampai skrg aku ngga tahu apa y terjadi pada dirimu, tapi doaku menyertaimu mbaaak, semoga tidak mnyerah dan keep moving ;)
BalasHapussemangat, mba linda :)
BalasHapus