Senin, 23 November 2015

Menyapa Kenangan

gambar diambil dari sini

Asiknya gabung di satu komunitas itu, bisa diskusi segala macem. Komunitas yang aku ikuti, bukan komunitas gaje ya, tapi membernya para penulis yang ramah dan baik hati. di sana bergabung berbagai kategori penulis. Ada yang namanya udah berkibar sebagai novelis, ada yang jawara dimuat di media, ada yang langganan juara lomba nulis, ada penulis cerita dewasa, cerita remaja cerita anak, ada blogger, pokoknya seru deh.

Awalnya komunitas itu ada di fb lalu beberapa member bikin grup WA-nya juga. Nah, di WA inilah yang wacana diskusi selalu asik dan variatif. Dari hal-hal yang memang bersinggungan langsung dengan dunia tulis menulis, berkombinasi dengan segala hal yang terlintas di benak. Bisa masalah kesehatan, pendidikan anak, politik, agama, sampai hal-hal yang remeh temeh. Tapi, catet yaa.. remeh temeh bukan berarti gosip nggak karuan lho.. tetap sesuatu yang bermakna.. tsaaah..

Nah, kemaren tuh entah dari mana mulanya, tetiba topik berputar pada masalah kenangan lalu. Ada Neida yang dikenal suka sekali 'mengunyah kenangan' alias termantan.. hahaa.. Terus, Hairi Yanti yang memulai cerita tentang kenangannya waktu kelas 6 SD. Semacam cinta monyet gitu lah.. hahaa..

Cerita Yanti itu seperti menyeret pada kenanganku sendiri waktu kelas 6 SD juga. Hahaayy..
Dulu, di depan mejaku, duduk anak cowok yang entah siapa yang mulai, katanya kami saling suka. Dia suka aku, begitu pun sebaliknya.. *senyum-senyum sendiri nih..

Dia itu perawakannya kecil, pinter, dan tulisannya baguus banget. Cocok sama aku yang juga pinter waktu itu (eh, sekarang juga masih pinter ah.. hahaa..). Namanya.. engh.. aku sebut nggak yaa.. Ah, nggak aja ah.. :)

Tampangnya lumayan manis. Matanya kadang menyipit kalau lagi ketawa. Punya jiwa pemimpin. Larinya kenceng (lagi-lagi idem sama aku, yang dulu jago lari jarak pendek). Mahir menggambar.

Nah, di penghujung kelas 6 kan ada ujian praktek olahraga. Setiap anak harus membuat sendiri nomor pesertanya, dari karton gitu. Maka beramai-ramai pada ngorder sama dia, minta dibikinin. Karena dia kan dah tepercaya pasti bikinnya bagus. Temen-temen pada nyetor nomor peserta masing-masing sama dia. "Aku nomor segini ya, saya nomor segini ya.."

Apakah aku ikut-ikutan minta dibikinin juga? Tidak, sodara-sodari. Aku diem aja. Lho, bukannya dia 'pacar' aku? Harusnya aku minta dibikinin juga dong. Hmm.. nggak gitu deh ceritanya. Jadi, walaupun kami berteman akrab, dan konon saling suka, tapi kami menyimpan rasa ini dalam diam.. haha.. Aku ngerasa nggak enak aja kalau ikut-ikutan ngerubutin dia. Lagipula, aku pingin tahu, apa dia bakal bikinin kartu nomor peserta itu buat aku..

Singkat cerita, dia sudah selesai membuatkan kartu nomor peserta untuk para pengorder. Semua dibagikan. Semua riuh bilang trimakasih sama dia. Aku diam, melihat dari jauh. Lalu ketika proses distribusi kartu selesai, dia menghampiriku. Sambil tertunduk malu-malu, dia menyerahkan kartu nomor peserta untukku. "Nih, buat kamu."

Aku menerimanya dengan malu-malu juga. "Kok kamu tahu nomor aku?" tanyaku. Dia mengangkat wajahnya. Menatapku sambil tersenyum manis. Tanpa kata. Dan aku mengerti, senyum itu adalah jawabannya.

"Makasih ya, kamu dah bikinin kartu buat aku," ujarku sambil membalas senyumnya.

Dia mengangguk. "Maaf ya, kalau kartunya jelek."

Aku menggeleng. "Nggak kok, kartunya bagus. Tulisan kamu bagus."

Lalu kami menunduk sambil terus tersenyum. Duhai, rasanya seperti berada di taman bunga.. hahaayy..

Kini, kita akan berada di bagian melow dari cerita ini. Saat hari perpisahan, kami semua tampil di atas panggung, menyanyikan lagu perpisahan. Sedih rasanya, karena dia mau melanjutkan SMP ke Bandung. Dan, setelah acara selesai, kami berdua bertemu di balik panggung. Saat itu aku memegang hadiah sebagai pemegang ranking 5 besar. Dia mengucapkan selamat kepadaku.

"Selamat, ya. Nanti kamu pasti keterima di SMP Negeri 2." (SMPN 2 adalah sekolah favorit di kotaku)

Aku mengangguk. Kami terdiam. Senyap.

"Kamu jadi pindah ke Bandung?"

Dia terdiam. Hening sesaat. Lalu dia mengangguk. "Iya," jawabnya lemah.

Kami bertatapan sejenak. Menunduk bersama, kemudian.

Suasana melow itu tak berlangsung lama. Beberapa anak menghampiri kami, seolah nggak menyadari bahwa kami lagi dirundung haru. Mereka ramai membicarakan rencana melanjutkan sekolah. Ya, untung juga sih mereka datang. Jadi bisa mengganti suasana.

Setelah sekian waktu berlalu, saat zaman kuliah, aku bertemu dengan seorang teman SMA. Yang aku tahu, ibunya telah meninggal. Lalu dia mengabarkan kalau ayahnya menikah lagi. And U know who is her new wife? Ternyata ibunya si dia. Rupanya ayah dia sudah lama meninggal. Spontan aku langsung menanyakan bagaimana kabarnya dia. Ternyata dia masih di Bandung, sibuk di sana, dan jarang pulang. Dan aku nggak berani nanya-nanya terus, karena takut temenku itu curiga.. ^^

Ketika facebook marak, dan orang-orang menemukan teman-teman TK, SD, SMP, SMA, dan akhirnya musim reuni, teman-teman SD-ku pun mulai mengontak aku. Mereka merencanakan reuni, dan mulai membicarakan si ini sekarang di kota ini, si itu di kota itu, dsb. Lagi-lagi aku langsung menanyakan tentang dia. Dan ternyata, teman-teman kehilangan kontak dengan dia. Terakhir kabar yang didengar, dia sudah menikah dan tetap tinggal di Bandung. Dia pun nggak ada kontak fb.

Yah sudahlah.. kenangan lebih indah bila tetap berwujud kenangan..

"Kita sepakat meninggalkan masa silam. tapi, diam-diam suka mengunjunginya" -- Krisna Pabichara
gambar diambil dari sini

4 komentar:

  1. Wkwkwk... Aduuuh.. Masih deras hujan kenangan. Tapi setujuu. Kenangan lebih indah bila tetap berwujud kenangan. Dan ituuu... Quote dari Krishna Pabichara itu setujuuu sekali... Ynt itu bukan cinta monyet ah, Mbak :p hanya semacam fase perasaan yg harus dilewati #tsah

    BalasHapus
    Balasan
    1. jiaaah.. semacam fase perasaan yg harus dilewati.. :P

      Hapus
  2. Hhihi ceritanya manis banget ya Mbak. Rasanya meski seseorang itu udah tertinggal di masa lalu, meski saat ini hati kita udah nggak ke dia lagi, tetep ya kalau bisa tetep tau kabarnya. Kalau bagiku, seseorang yang pernah deket di masa lalu itu udah kayak saudara. Bagaimana pun kita harus ingat, ada masa-masa kita pernah memikirkan dia.

    BalasHapus
  3. iya ini kenangan manis.. tapi, biasa aja sih.. hehe..
    aku mah nggak bisa kayak sodara, karena nggak pernah ketemu lagi..

    BalasHapus