Kamis, 14 Juni 2012

Buku Indonesia Sepanjang Masa

Judul      :  5 cm
Penulis    :  Donny Dhirgantoro
Penerbit  :  PT Grasindo
Tebal      :  379 halaman
Cetakan ke-1 : Mei 2005
Cetakan ke-21 : Februari 2012

Judul di atas konon ditahbiskan untuk novel ini berdasarkan versi Goodreads Indonesia. Boleh jadi karena permintaan yang terus mengalir, diminati pembaca, sehingga mengalami cetak ulang dalam rentang waktu yang panjang dengan frekuensi tidak sedikit. Begitu banyak testimoni yang
mengungkapkan bahwa novel ini memberikan pencerahan luar biasa. Pertanyaannya: Apa istimewanya novel ini?

Kisah ini berpusat pada persahabatan lima orang dewasa, yang diawali sejak bangku SMA. Ada Arial dan Ian yang masih mahasiswa, ada Riani dan Genta yang sedang menapak dunia kerja, dan terakhir Zafran, si vokalis. Mereka kompak, sering nongkrong bareng, nonton, makan, diskusi seru
tentang musik dan film kesukaan, yang jelas, menghabiskan banyak waktu bersama-sama.

Hingga kemudian tercetus ide untuk berpisah sementara, tidak saling bertemu, tidak juga berkomunikasi. Mereka akan keluar sejenak dari ‘gua’ bersama, untuk menghindari kebosanan yang melanda. Bukan bosan dengan personalnya, tapi dari ‘kita’nya. Dengan break sementara, masing-masing akan bermimpi lagi tentang mereka, lalu saat bertemu nanti, mereka akan bertemu dengan cerita baru, dan bukan tidak mungkin dengan ‘pribadi baru’ yang lebih Oke. Disepakatilah tiga bulan masa perpisahan sementara itu. Dan pada saat pertemuan nanti, akan dirayakan dengan acara spesial, yang telah disiapkan Genta.

Kisah mengalir dengan aneka pengalaman empat lelaki dan satu wanita itu dalam masa tiga bulan tersebut. Bagaimana proses Arial punya kekasih, betapa Riani memendam rindu beraroma asmara pada salah seorang diantara empat lelaki sahabat kentalnya itu, lalu Ian yang berkutat dengan
skripsi, Zafran yang susah payah mendekati adik kembar Arial, dan lika liku Genta dengan EO-nya menggarap beberapa proyek dengan sukses, serta cinta terpendamnya kepada Riani yang terus menggedor kalbu.

Pada hari yang sangat dinantikan, hari pertemuan mereka kembali, suasana mengharu biru. Semua larut dalam buncahan rindu untuk sebuah ‘kegilaan’ yang biasa dilakukan bersama. Dan ternyata, Genta telah merancang sebuah perjalanan dalam rangka merayakan hari istimewa itu. Mereka akan menuju Puncak Mahameru.

Berbagai pengalaman yang mengayakan jiwa, ditemui dalam perjalanan tersebut. Namun beratnya medan nyaris mengendurkan semangat. Rasanya tidak mungkin bisa menyelesaikan misi mencapai puncak. Lalu bagaimana mereka menyikapi keadaan tersebut? Apakah peristiwa-peristiwa ajaib yang
ditemui, berpengaruh pada diri mereka? Akankah kelimanya berhasil menancapkan Sang Merah Putih di Puncak Mahameru?

Setelah menyelesaikan novel ini, bisa dimengerti, mengapa ia disukai. Bahasanya mengalir renyah dan jauh dari membosankan. Feel anak muda sangat terasa. Dialog-dialog gila, suasana kocak, kejadian seru, kebiasaan-kebiasaan ancur khas anak muda mewarnai sepanjang kisah ini. Ditaburi cuplikan lagu-lagu keren, potongan dialog-dialog dari film-film bagus, menambah citarasa anak muda.

Meski bahasanya terkesan cuek karena segmennya anak muda, namun kalimat-kalimat indah tetap bermunculan. Gambaran setting tempat dan deskripsi perasaan yang dialami para tokoh, dibeber apik. Pun peristiwa heroik berupa nostalgi atas masa-masa penegakan reformasi tahun 1998, hadir
menyentak jiwa. Pembaca dibuat tersedot ke dalam alur bagian demi bagian dari keseluruhan kisah ini.

Jalinan cerita yang dibangun, sukses mengocok perut untuk bagian yang konyol. Sementara bagian tentang cinta, terasa romansanya dan sungguh menyentuh. Demikian pula saat menampilkan keindahan semesta serta permainya tanah air, hati terasa sejuk. Pun kala berbicara tentang masalah-masalah sosial yang terjadi di sekitar kita, ia membelalakkan mata dan menggelitik jiwa.

Hal utama yang menjadi kekuatan novel ini adalah pesan tersirat agar pembaca berani membangun mimpi dan memercayainya. Keajaiban mimpi, keajaiban cita-cita, keajaiban keyakinan manusia, tak terkalkulasikan.

Biarkan keyakinan kamu, 5 cm menggantung, mengambang di depan kening kamu. Dan sehabis itu kamu cuma perlu kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya, serta mulut yang terus berdoa. (hlmn 362)
Tak ada gading yang tak retak, berlaku juga dalam novel ini. Dengan segmentasi anak muda, novel ini memberi porsi terlalu banyak pada hal-hal yang berbau dewasa. Maka, remaja usia SMP sebaiknya ditahan dulu untuk tidak membaca novel ini. Kebiasaan nge-bo**p seolah hal biasa. Lengkap dengan menampilkan beberapa contoh situsnya (entah situs fiktif atau nyata). Lalu gambaran imajinasi liar lelaki tentang fisik perempuan pun meluncur begitu saja. Budaya pergaulan lelaki-perempuan tampak bebas, yang mungkin biasa bagi anak muda jaman sekarang. Semisal: Riani yang berpelukan dengan sahabat-sahabat lelakinya saat kangen, dan beberapa aktivitas berpacaran. Barangkali karena
penulisnya anak Jakarta banget, ia menampilkan apa adanya yang terjadi dalam dunia anak muda masa kini. Karena yang terjadi di ibukota, saat ini sudah merambah ke seluruh wilayah nusantara.

Terlepas dari itu, novel ini memang keren dan asyik dibaca. Quote-quote bertenaga dari orang-orang ternama turut meramaikan obrolan kelima sahabat ini. Kalimat-kalimat positif yang penuh motivasi, terselip di sana-sini. Dikemas dalam dialog santai dan narasi ringan, sehingga tidak terkesan menggurui.

Semoga sampai di sini, pertanyaan pada paragrap awal, terjawab sudah. Kalau belum, sila membaca novel ini.. :)

“Ada yang pernah bilang kalo idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki oleh
generasi muda.”
“Kita udah buktiin kalo pendapat itu salah.”    
(cuplikan percakapan kelima sahabat, sepuluh tahun kemudian)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar