Jumat, 01 Maret 2013

Cerita Sunat Salman


Anakku, Salman (5,5 thn), beberapa hari terakhir selalu merengek minta disunat. Agak mengherankan juga, karena sebelumnya dia menolak keras pada wacana ‘sunat’. Selidik punya selidik, ternyata, sepupunya alias keponakanku alias putranya kakakku, bilang sama Salman bahwa sunat itu lebih enak kalau masih kecil, karena kalau udah besar bakal sakit banget sebab disunatnya menggunakan golok.

Salman bersikeras pingin segera disunat karena khawatir dia akan keburu gede, lalu golok lah yang akan mengeksekusinya saat disunat. Aku berusaha menenangkan bahwa dia masih kecil, masih TK, jadi tenang saja. Tapi Salman tetap was-was tampaknya. Kubilang lagi, kalau sudah SD, itu baru anak yang udah gede, tapi kalau masih TK mah masih kecil.

Salman: “Jadi kapan aku disunatnya?”
Aku: “Nanti ya Sayang, kalau liburan..”
Salman: “Kapan liburannya?”
Aku: “engh.. nanti bulan Juni..”
Salman: “Masih lama gak?”
Aku: “Iya sih.. masih lama..”
Salman: “Kenapa sunatnya harus lagi liburan?”
Aku: “Kan nanti Mama harus jagain Salman. Tapi karena Mama kerja, ngajar di sekolah, jadi supaya bisa temenin Salman pas disunat, kan enaknya pas liburan..”

Percakapan masih terus berlanjut. Akhirnya kucari waktu terdekat yang ada libur agak lama, dan ketemulah tgl.29 Maret. Maka aku pikir, disunatnya tgl 28 aja. Jadi aku bisa menemani Salman 3 hari kemudian, hari Jumat, Sabtu, dan Minggu.

Salman senang sekali jadwal sunatnya dimajukan. Tapi tak urung setiap hari dia terus menerus bertanya, “Berapa hari lagi aku disunat?” Duh, aku trenyuh juga mendengarnya.

Untuk sang eksekutor, aku sudah cari-cari info. Ada teman suaminya rekan kerjaku, seorang tenaga medis di RS Assyifa, yang juga dulu mengkhitan putranya. Ok, aku sepakat, beliau saja nanti yang mengkhitan Salman.

Tiba-tiba kakak iparku membawa info bahwa di RS Assyifa ada khitanan massal. Temannya menjadi panitia di sana. Kupikir, mungkin ini jalan kemudahan dariNya untuk Salman. Waktu itu hari Senin sore, sedang hari ‘H’ nya adalah hari Jumat. Akhirnya hari Rabu aku daftar, karena Selasa aku ke Bogor untuk suatu urusan lain yang juga sangat penting.

Tak terkira gembiranya Salman, saat tahu bahwa disunatnya tinggal hitungan hari. Lalu.. hari itu pun tiba. Kami tiba di RS sebelum pukul 7. Dalam surat pemberitahuan disebutkan, peserta khitanan massal tersebut harus hadir pada pukul 7. Namun apa yang terjadi? Panitia baru membereskan kursi-kursi untuk ruang tunggu kami. Sound system pun baru diangkut-angkut. Termasuk kamar-kamar tempat khitanan berikut bed dan peralatannya pun baru disiapkan.

Akhirnya acara dimulai sekitar pukul 07.50. Setelah dibuka dan disambut oleh Bapak Direktur RS, acara khitanan pun dimulai. Peserta no.1, 2, 3, dipanggil. Salman dapat no.9.
Begitu peserta awal masuk ruangan, tak lama terdengarlah jeritan membahana dari setiap kamar tersebut. Aku segera membawa Salman keluar untuk berjalan-jalan. Aku khawatir, suara tangisan peserta lain akan mempengaruhi semangatnya.

Ketika aku lihat peserta awal itu sudah selesai dikhitan, tangisan mereka masih belum berakhir. Untunglah Salman sedang asyik menggambar bersama kakaknya, Nadia. Jadi tidak terlalu memperhatikan.

Singkat cerita, tibalah giliran Salman. Aku sudah siap membawa rupa-rupa hadiah yang akan kugunakan untuk mengalihkan perhatian Salman saat dia ‘dikerjai’ oleh para tenaga medis. Tapi rupanya dari sejak awal dan selama proses khitan berlangsung, Salman terus berteriak-teriak kesakitan. Duh, hati ibu yang mana yang tahan melihat anaknya demikian menderita?  Aku terus berusaha mengajaknya bercerita tentang hadiah-hadiahnya. Namun rasa sakit lebih mendominasi Salman. Sepertinya obat bius belum bekerja, sehingga anakku selalu menjerit histeris saat jarum jahit menusuk kulit penisnya.

Selesai dikhitan, Salman masih terus menangis. Hal yang sama terjadi juga pada peserta lain. Bahkan sampai rumah pun tangisan Salman tak berkurang. "Sakiiit.. sakiiit.. Aku gak mau disunat..!" erangnya.
Aku tidak bisa beringsut sedikit pun dari sisi Salman. Duh.. piluu rasanya melihat anakku kesakitan sedemikian rupa.

Menjelang sore, Salman mulai menampakkan dirinya yang dulu. Celotehnya menderas, bawelnya mulai kelihatan lagi. Subhanallah.. leganya..  APalagi saat melihat senyum dan tawanya mulai menghias wajahnya. Salman pun sudah bisa menikmati permainan baru hadiah sunatnya dari aku.



Rupanya dalam hal Salman disunat berlaku peribahasa "Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian."  Hingga melewati magrib sampai masuk waktu Isya, tak ada lagi sisa-sisa potret tadi pagi-siang. Tidurnya pun lelap sampai pagi...  Zzzzz...




5 komentar:

  1. Subhanallah... hebat ya, A' Salman..
    Ismail dan Sidiq belum disunat nih, emaknya masih rempong T_T

    BalasHapus
  2. Nunggu anaknya mau aja, Mbak..
    Thn lalu pas liburan skolah, aku bilang ke Salman spy disunat, dia menolak keras. Eh, kmrn minta sendiri.. :)

    BalasHapus
  3. iya dong! siapa dulu teteh nya? aku!

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya deeh.. teteh yg baik, cantik, pandai, dan sholihah.. :)

      Hapus