Selasa, 30 April 2013

Pelajaran dari Sekerat Urat

Sabtu pagi. Cuaca cerah. Aku mengantar bungsuku, Salman, ke arena lomba mewarnai. Salman berseri-seri, bersemangat ikut lomba. "Nanti kalau aku juara, pokoknya aku mau hadiahnya piala!" Aku tersenyum mendengar celoteh Salman. Hehe.. dia itu kalau latihan mewarnai aja masih berantakan, lha.. kepingin jadi juara. Tapi aku tidak mengecilkan semangatnya. Kuniatkan dalam hati, nanti mau membelikan hadiah, sebagai ganti piala, yang rasanya bisa dipastikan akan jatuh ke tangan peserta lain. Kami pun ber-toss..

Di tempat lomba, penjual rupa-rupa mainan turut memeriahkan suasana. Salman mulai menunjuk ini dan itu. Yang paling ditaksirnya adalah pedang dan pistol. Aku membujuknya, "Nanti ya Dek, kalau udah selesai lomba." Salman setuju, dan menjatuhkan satu pilihan saja. "Pedang nggak usah, Ma.. pistol aja!" ujar Salman, bijak. Dia penuh pengertian pada kondisi dompet Mamanya.



Usai lomba, Salman asyik bermain-main dulu dengan teman-temannya. Saat matahari mulai meninggi, aku ajak Salman pulang. Dan.. oh, dimanakah abang penjual pistol-pistolan yang tadi? Dia lenyap!

Aku hibur Salman sambil memberinya alternatif untuk membeli mainan sejenis di pasar. Salman mengangguk. "Tapi kita pulang dulu ya, Dek! Simpan meja gambar ini, masa' dibawa-bawa ke pasar.."

Sesampainya di rumah.. saat itulah musibah itu terjadi. Pas mau bangkit dari duduk, karena tergesa hendak menyenangkan hati Salman untuk segera berangkat, tiba-tiba... auuwww! tubuhku seperti terpaku. Ga bisa bergerak. Tepatnya sakiiiitt.. Sepertinya ada urat yang bergeser tidak pada tempatnya di daerah pinggang sebelah bawah.

Batal-lah kepergian kami. Dan yang lebih fatal, aku hanya bisa terbaring tak berdaya. Bergeser 1cm saja rasanya luarr biasa nyeriii.. hiks..



Sore nya, aku diurut sama ibu-ibu tua yang konon sudah berpengalaman. Tapi karena keburu magrib, urut dihentikan. Jadi baru yang sebelah kiri. Katanya, nanti dilanjut hari Senin. Dan kata emak urut itu, ada uratku yang bengkak di bagian atas pinggang, tapi karena melebar, maka aku merasakan sakitnya di bagian bawah.

Setelah diurut, rasanya sakit ga berkurang. Duh.. begini rupanya menjadi manusia uzur, yang hanya tergeletak  tanpa daya. Zikir dan istighfar bergantian meluncur dari mulutku. Yaa Rabb.. semoga sakit ini menjadi washilah penggugur dosa-dosaku..

Saat merasakan sakit begini, aku jadi banyak berpikir tentang anatomi tubuh. Subhanallah.. selama ini rasanya aku abai. Aku srat sret bergerak kesana kemari tanpa menghiraukan betapa berat kerja tulang, sendi, otot, dan lainnya. Ketika aku menggerakkan tubuh, dan langsung diikuti dengan nyeri yang menggigit dahsyat, barulah aku sadar, si tubuh aku ini tidak bisa bergerak sendiri. Ia membutuhkan organ lain. Lihat, betapa aku kebingungan mencari tumpuan. Aku harus memegang kuat benda di dekatku, agar tubuhku bisa bergeser.

Betapa sempurna Allah menciptakan tubuh ini. Semua saling berkontribusi, saling membutuhkan. Dan ketika salah satu bagian mengalami peradangan, maka ia tidak bisa ditinggalkan. Tapi tubuh ini harus sabar menuntunnya perlahan.. saangaat perlahan.. hingga akhirnya bisa bergerak, merubah posisi, entah itu bangkit, duduk, berdiri, atau berjalan.

Sungguh aku belajar kesabaran dari sini. Aku harus sabar terhadap tubuhku sendiri. Dan dalam setiap gerakan, saat slow motion itu aku merasakan, meresapi, menghayati bahwa aku menyayangi uratku, menyayangi ototku, maka kuperlakukan ia dengan hati-hati. Duhai, selama ini ga pernah kepikir aku eman-eman sama organ-organ yang tak terlihat itu. Padahal fungsi mereka demikian vital.

Kini aku dalam masa pengobatan. Alhamdulillah, dari sakit pangkat tiga, turun menjadi sakit pangkat dua, dan sedikit demi sedikit terasa berkurang rasa sakitnya. Di sini pula pelajaran sabar masih berlangsung. Sabar dengan kemajuan berkurang rasa sakit yang bergerak lambat, seolah 1 inch demi 1 inch.

Dan benar apa kata ustadz, bahwa sabar itu bersanding dengan syukur. Walau nyeri menyengat kuat, tetap syukur harus berhambur. Bersyukur karena dikelilingi oleh saudara-saudara yang membantu. Bersyukur karena berada di tengah sahabat-sahabat yang penuh perhatian dan tulus mendoakan. Bersyukur karena musibah terjadi saat aku berada di dalam rumah. Bersyukur karena di dompet masih ada uang untuk berobat. Bersyukur karena menemukan dokter yang hebat dan baik dan bertarif 20 ribu saja. Bersyukur karena obat generik yang diresepkan ternyata cocok dan mulai menunjukkan khasiatnya. Bersyukur karena ... Bersyukur karena .... Bersyukur karena .... Fabiayyi aalaa-i rabbikumaa tukadzdzibaan..

Pengobatan yang kupilih kemudian melalui medis. Mohon maaf, bukan meminggirkan emak urut. Masing-masing kita punya pilihan kata hati, apakah menuju dokter atau ahli urut. Kata dokter, aku melakukan salah gerakan. Terlalu cepat. Sehingga ada urat yang 'kaget' karena tersentak.

Maka, jika nanti aku pulih kembali seperti biasa, pelajaran sabar ini masih terus berlanjut. Aku harus melakukan gerakan apa pun dengan perlahan. Kakakku wanti-wanti berpesan, "Nanti, harus pelan-pelan.. kamu nih kebiasaan srat sret srat sret!"

Olala, next episode adalah: Aku menjadi putri Solo.. huhuu.. semoga aku bisa..


3 komentar:

  1. baru tau mba linda sakit.....syafakillah ya mba. moga lekas pulih n bisa beraktivitas lagi. moga senantiasa sabar dan syukur.
    tu sakit pinggang sama kek urat kejepit itu bukan seh???

    BalasHapus
  2. syukurlah mba udah mulai berkurang sakitnya. Aku kirain hamil heheh soale aku juga sakit bgt kalo bergerak. Mungkin salah urat ya mba, atau jangan2 osteoporosis mba, jd pelumas sendinya kurang sehingga pas bergeser korslet, #sotoy.apapaun semoga lekas sembuh ya mbag lind, biar bisa segera beliin pistol2an nya Salman :D

    BalasHapus
  3. klw gt aku juga mau ya, mah?
    mau pensil warna + krayon 48/52 warna

    BalasHapus