Sabtu, 23 November 2013

Tentang Menggapai Mimpi

Judul Buku                :  Montase
Penulis                        :  Windry Ramadhina
Penerbit                      :  GagasMedia
Terbit                         :  Cetakan IV, 2013
Tebal Buku                :  viii + 360 halaman
ISBN                           :  979-780-605-7
Ini  novel karya Windry yang pertama kubaca. Sebetulnya aku sudah cukup lama mendengar nama Windry, tapi baru kesampaian kemarin beli novelnya. Kenapa aku belinya ‘Montase’? Karena yang terlihat di promonya bukubukularis.com pada waktu itu ya novel ini, dan aku langsung naksir aja. Bungkuus..

Ketika novel itu baru mendarat, kuperlihatkan ke temenku (cowok) yang suka baca novel juga, katanya, “Males ah.. covernya sendu.. pasti mellow, sedih-sedih gitu deh…”

Pas aku perhatikan, iya juga sih… tapi aku teuteup baca dong. Daan.. selesai membacanya.. oh, aku jatuh cinta sama gayanya Windry bertutur. Nggak pake lama, aku dengan rela hati langsung menahbiskan diri sebagai fans Windry Ramadhina.

Kebiasaanku sebelum membaca isi novel, pasti baca-baca dulu kata pengantar, ucapan terima kasih, sama biodata. Ada fotonya… aiih, ternyata Windry imut dan manis.

Rupanya karena melihat foto Windry itu, maka aku jadi salah menduga, saking itu image Windry terekam di benak. Kukira tokoh ‘aku’ adalah seorang perempuan, ternyata dia cowok.. :D

Jadi ini cerita tentang cowok bernama Rayyi yang kuliah di Fakultas Film dan Televisi IKJ. Dia merasa jatuh cinta sama film dokumenter, tapi sayangnya cinta bertepuk sebelah tangan. Karena ayahnya, seorang produser film ternama, melarang keras. Alasannya ya karena film dokumenter nggak profit oriented. Perang batin lah si Rayyi, antara idealismenya vs memenuhi keinginan orangtua yang tinggal seorang diri (ibunya telah meninggal).

Pada saat yang sama, Rayyi ketemu Haru, cewek Jepang yang belajar film dokumenter di IKJ (katanya sih di  Jepang nggak ada jurusan itu… *melongo deh gue!). Nah, si Haru ini ternyata malah dengan segenap jiwa meminggirkan kecintaannya menggambar dan memilih jurusan film demi menyenangkan hati kedua orangtuanya. Rayyi merasa tertampar. Bagaimana bisa Haru melakukan itu dengan wajah ceria dan senyum yang sempurna?

So, inilah perjalanan Rayyi menemukan dirinya. Apakah mempertahankan idealismenya atau bertekuk lutut pada perintah ayahnya?

Aku suka banget sama deskripsi yang disuguhkan Windry. Detil, tapi nggak cerewet. Gimana suasana kampus, gejolak emosi tokoh, sampe lekuk-liku jalan dan tempat-tempat yang menjadi latar, semua tersampaikan apik. Dialognya enak dikunyah, termasuk suara-suara bisikan hati, nggak ada yang mubazir.

Yang aku acung jempol juga, Windry fasih menuturkan segala hal yang berhubungan dengan film. Padahal kan dia arsitek ya? Risetnya tentang film dan per-IKJ-an nggak setengah-setengah. Berasa betul-betul masuk di lingkungan perfilman dan lika-liku kuliah di IKJ.

Karakter Haru sebagai cewek Jepang, nggak dibuat-buat. Nostalgia lah aku, berasa ketemu sama temen dan dosen yang nihonjin jaman kuliah dulu. Ditambah dengan petikan beberapa dialog berbahasa Jepang.. aiih, natsukashii na..

Sekarang sisi romance-nya. Ini nih yang bikin aku geleng-geleng kepala. Feel-nya dapet banget, padahal nggak bertaburan kata-kata yang berbunga-bunga. Malah nggak peduli sama kegenitan diksi. Tapi aku sukses berderai-derai airmata. Hatiku mencelos. Benar-benar terhanyut.

Untuk adegan Rayyi menangis, aku nggak merasakan kalau itu bentuk kecengengan. It’s so natural. Laki-laki nggak haram menangis kan?

Jadi novel ini perfecto, gitu? Of course not! Tak ada gading yang tak retak lah. Seperti yang udah aku sebut di awal, penggambaran Rayyi di bagian mula novel ini, masih terasa kabur. Aku nggak nemu bagian yang menunjukkan kalau Rayyi itu cowok, jadi kukira ia semacam cewek Jakarta yang tomboy.. :D

Terus, bagian Rayyi berkunjung ke rumah Haru di Jepang, kok tau-tau Rayyi faseh gitu nihongo o hanashimasu. Maksudnya, lancar ngomong bahasa Jepang. Pera-pera ne. Kalau emang saking cintanya Rayyi sama Haru sampe bela-belain kursus bahasa Jepang, mbok ya disiratkan lah. Lagian mereka sering main-main ke Japan Foundation. Ada kali info-info tentang kursus bahasa Jepang.

Lalu tentang keluarga Rayyi. Kenapa harus ibunya meninggal? Kukira kalau ada tokoh ibunya, nggak akan merusak jalan cerita, malah mungkin bisa menjadi sedikit mewarnai konflik minor. Dan sekian lama ayahnya menduda? Hmm.. dia kan hidup dan bernapas di lingkungan film, masa seh nggak kepingin nikah lagi? Nggak ada juga ilustrasi betapa ayahnya teramat sangat mencintai ibunya sehingga memutuskan untuk setia selamanya.

Satu lagi, tentang leukemia. Duh, nggak ada lagi penyakit lain ya? Rasanya bosen deh, leukemia dijadikan ‘kambing hitam’ untuk adegan tokoh utama yang berpenyakit mematikan.


Okeh pemirsah, jadi apa ya, yang ingin disampaikan Windry melalui novel ini? Di halaman muka tertulis ‘untuk kalian yang tidak pernah berhenti bermimpi’. Yup! Jangan khianati mimpi kalian. Perjuangkan! Bukan berarti harus melawan orangtua juga sih. Tapi lihat perjuangan Rayyi, bagaimana dia tulus ikhlas menjadi ‘kacung’ di rumah produksi Samuel Hardi demi mereguk ilmu dan beroleh kesempatan membuat film dokumenter. Ketika pilihan dijatuhkan, sadari konsekuensi yang harus dijalani. Jangan sampai bertindak konyol tanpa perhitungan, agar bagian-bagian kehidupan menjadi satu gambar utuh yang lebih baik. Kiranya itu yang dimaksudkan Windry dengan ‘montase’.


11 komentar:

  1. Walau tuturnya santai, tetep bikin penasaran, deh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. mana yg lebih enak, aku ngeresensi santai atw serius, Mbak?

      Hapus
  2. Saya jadi kepengen mbacaaa....

    Sebenernya lebih karena sampulnya cantik banget sih. :D Apa aku mbikin juga ya novel tentang sekolah pelem (sebelom dibikin lagi ama orang laen?) *mikir*

    BalasHapus
    Balasan
    1. ayoo Mbak.. bikin novel ttg skolah pelem.. pasti lebih asyik krn ditulis sm pelaku.. :)

      Hapus
  3. Aku juga beli novel ini tapi belum sempat dibaca. Masih diplastik. Aku beli gara2 baca novel memori dan sama seperti dirimu langsung jatuh cinta dg gaya windri bercerita jadi langsung ngeborong novel2 dia yg lain.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mbak punya judul apa aja? aku kesulitan cari Orange sm Metropolis..
      Mbak Ade punya ga?

      Hapus
  4. ada kok sedikit diulas si rayyi belajar bahasa jepang, sebelum dia pergi. kalo aku, yaa menarik juga sih antara rayyi dan haru, tapi buatku lebih menarik karakter temen temennya si rayyi. sukses banget bikin ketawa, setiap dia ngegambarin temen temen si rayi. trus namanya unik unik lagi. bev, sube, ... bao. samuel hardi ... keren ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. oh ada ya..? hihi.. brarti sdikit banget ya.. sampe aku klewat.. hehe..
      iya, aku jg suka sm karakter temen2nya itu..

      Hapus
  5. Waah, perlu beli nih kalo udah di referensiin bagus ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. bisa aja seleratif juga sih.. tapi aku mah sukaaa bngt sm novel ini.. :)

      Hapus
  6. samaaa.. saya jg jatuh cinta sm karya windri stelah baca montase.. tp blum sempet beli judul lainnya, soalnya br bgt beres kmaren bacanya :D

    BalasHapus