Judul
Buku : Menciptakan Keajaiban Finansial
Penulis : Innuri Sulamono
Penerbit : Indah Setya
Terbit : Cetakan Pertama, Maret 2013
Tebal
Buku : 236 halaman
Ukuran : 12 x 18 cm
ISBN : 978-602-17304-1-6
Harga : Rp. 50.000
Keberadaan blog pada
masa kini tidak sekadar wadah menulis yang bisa dinikmati oleh sesama blogger.
Beberapa penerbit melirik blog-blog yang menarik, lalu membukukannya, dan..
wow.. buku tersebut mendapat sambutan meriah dari pembaca. Sebut saja buku-buku
Raditya Dika yang berseri-seri karena demikian digemari, dan ‘Perempuan Pencari
Tuhan’-nya Rindu yang juga ada lanjutan seri-nya sebab seri pertama yang
direspons dengan sangat baik oleh pembaca.
Belum lama ini hadir
pula buku ‘Menciptakan Keajaiban Finansial’ yang berangkat dari kumpulan blog
berisikan tulisan-tulisan ringan namun bertenaga. Adalah Innuri Sulamono yang
bertutur tentang pengalaman dalam episode kehidupannya saat terpuruk secara
finansial. Langkah-langkah yang ditempuhnya untuk bangkit, sikap yang dilakukannya,
pemikiran yang dikembangkannya, semua terangkai dalam kalimat-kalimat sederhana
yang terasa mengena dan mudah dipahami.
Buku ini terdiri dari lima
bab. Bab pertama, bertajuk “Terlepas dari Jerat Hutang” yang berisi empat tulisan.
Berkisah tentang episode terlilit hutang yang membuat hidup seakan terasa
beraat. Namun sungguh mencengangkan bagaimana penulis menyikapinya. Jangan punya keinginan hutang itu segera
lunas, tapi tumbuhkan keinginan untuk memperoleh ridha Allah saja (halaman
13). Untuk meraih ridho Allah itu haruslah diawali dari diri kita sendiri yang
senantiasa merasa ridho dengan segala pemberianNya. Apa pun kondisi yang
dialami, kita harus rela, harus suka, meski kondisi itu tidak menyenangkan. Termasuk
di dalamnya kondisi berhutang.
Bab dua, diberi judul “Keajaiban
Finansial”. Di dalamnya mengulas formula yang dilakukan penulis dalam geliat
tumbuh kembang bisnisnya yang bangkit dari keterpurukan. Lalu Bab 3, berjudul “Kebaikan”,
tentang bagaimana penulis konsisten (istiqomah) berbagi dan memanage kebaikan.
Pada Bab 4, memuat “Kisah Inspirasi”. Ada kisah seorang buta huruf dengan 600
pekerja, perampok yang bertobat, juga bagaimana dulu penulis ‘menuhankan’
suaminya sendiri, serta beberapa kisah menyentuh lainnya. Terakhir, Bab 5
berisi “Renungan”, bagaimana kita menempatkan diri dalam hidup, sebagai hamba
Allah-kah, atau sebagai hamba materi?
Saya betu-betul
bersyukur bisa mendapatkan buku ini. Alhamdulillah hadiah lomba resensi. Tapi
pertama kali mengetahui keberadaan buku ini dari tulisannya Mbak Leyla Hana di
blognya tentang resolusi 2014, yang menukil buku ini. Pada waktu itu saya sudah
tertarik, dan subhanallah.. Allah menghadiahkannya untuk saya melalui tangan
Mbak Eni Martini.
Lembar demi lembar saya
telusuri, seluruh tulisannya bernada inspiratif. Gaya penyampaiannya santai,
tidak menggurui, tapi mengandung kompor alias memotivasi. Mengambil
contoh-contoh dari kisah keseharian yang dekat dengan kita, tentang pengamen,
tukang sayur, tetangga yang doyan ngutang, pedagang asongan, pun tak
ketinggalan interaksinya dengan anak-anak dan suaminya.
Banyak quote bertaburan
dalam buku ini. Lagi-lagi kalimat yang sederhana, tak berhias diksi yang penuh
aksi. Semisal: Merugikan orang lain
berarti merugikan diri sendiri, menolong dan membantu orang lain berarti
menolong diri sendiri (halaman 78). Sederhana,
bukan? Lalu diiringi dengan pemaparan peristiwa yang berkenaan dengan quote
tersebut. Terasa mengena dan membukakan mata serta hati. Diajaknya pembaca
mengikuti keajaiban-keajaiban yang menyertai peristiwa tersebut. Betapa Maha
Kuasa Allah, maha mengejutkan anugerah dan rezeki yang dilimpahkan kepada
hambaNya yang senantiasa ikhlas berbuat kebaikan.
Demikian yang mengalir
dalam tulisan-tulisan seorang Innuri. Tidak sarat dengan teori-teori yang
membuat kening berkerut. Meski ada menyelipkan nukilan pendapat para pakar,
semisal: Quantum Ikhlas-nya Erbe Sentanu, Hukum Newton III, dan lainnya, namun
bahasanya tetap membumi. Tak ketinggalan pula petikan ayat-ayat Al-Quran yang
relevan dengan topik yang sedang dibahas. Semua menjadi lengkap, seperti sajian
empat sehat lima sempurna.
Dari keseluruhan tulisan
yang menyentuh dan menyemangati ini, saya paling terkesan pada tulisan yang
berjudul “Tertipu Angka-angka”. Tulisan ini benar-benar menonjok saya, dalam
pengertian positif. Betapa seringkali angka-angka itu menipu dan membuat susah.
Dalam tulisan tersebut
diceritakan bahwa penulis mendengar keluh kesah seorang penjual nasi pecel yang
terlilit hutang sebesar lima juta rupiah. Setelah itu penulis bertemu dengan
temannya yang mengalami kebangkrutan parah. Tanahnya yang ‘berceceran’ di
mana-mana, serta rumah megah laksana istana, harus direlakan demi melunasi
hutang dan itu masih belum cukup. Sementara penulis sendiri hutangnya mencapai
ratusan juta. Nah, bagi tukang pecel, hutangnya demikian menyulitkan, sedang
bagi penulis jumlah segitu tidak sebanding dengan hutangnya yang ratusan juta.
Namun bagi teman penulis, tentu hutangnya yang bermilyar rupiah itu pastilah
paling berat. Ini membuat saya tercenung. Apalah arti angka-angka itu, karena
sesungguhnya yang harus diyakini adalah Allah memberikan ujian itu sesuai
dengan kapasitas masing-masing hambaNya. Yang penting kita yakini bahwa sebaik-baik
penolong hanyalah Allah. Mau hutang seberapa pun jumlahnya, semua kecil saja
bagi Allah. Apa sulitnya bagi Allah, menjadikan hutang itu lunas.
Saya lekas beristighfar.
Teringat ketika pertama kali mengetahui buku ini, Mbak Leyla bilang, ini
penulisnya terbebani hutang besar tapi mampu bangkit. Lalu ketika saya tahu
hutangnya ratusan juta, sebuah pikiran buruk melintas, “Ooh.. baru ratusan
juta.. belum M seperti keterpurukanku...” Astaghfirullah... betapa saya
mengutamakan jumlah angka, merasa memiliki beban lebih berat, padahal bagi
Allah, jumlah sebanyak apa pun bukan hal yang berat untuk menjadikannya lunas.
Setelah itu, saya jadi selalu
teringat dan memegang contoh keikhlasan penulis dalam menyerahkan segenap
permasalahan hutangnya kepada Allah. Sebuah lantunan kepasrahan yang indah: Ya Allah, aku sungguh tidak sanggup menyelesaikan
hutangku, tapi Engkau bisa. Aku pasrahkan semua hutangku kepadaMu, terserah
bagaimana Engkau menyelesaikannya. Biarkan aku bersenang-senang dengan banyak
mensyukuri nikmatMu dan ijinkan aku berbuat kebaikan karenaMu (halaman
11-12).
Ajaib, saya pun
menjalani hidup dengan lebih tenang. Setiap hari melakoni pekerjaan dengan
lebih bahagia. Karena toh berkeluh berkesah tak mengubah masalah. Sekarang
saatnya memantaskan diri di hadapan Allah. Apa yang ada dinikmati, disyukuri.
Sehingga tumbuh rasa tanggung jawab untuk melakukan yang terbaik,
mempersembahkan yang terbaik di hadapanNya.
Himpitan
persoalan itu memang perlu kita alami, agar kita punya pengalaman bahwa Allah
itu selalu menolong dan hanya Dia satu-satunya penolong (halaman
22). Subhanallah... dalam masalah yang begitu rumit dan pelik, di sana ada
pertolongan Allah. Tak akan pernah Allah membiarkan kita terjerat masalah
berat, tanpa campur tangan bantuanNya di dalamnya, asal kita sungguh-sungguh
bergantung dan memohon dengan segenap ketundukan. Dalam kungkungan masalah, toh
saya masih dapat berpikir, dapat mengatur langkah, menyelamatkan anak-anak, dan
lainnya. Bukankah itu bentuk pertolongan Allah?
Ada lagi satu point
yang saya garisbawahi dari buku ini, yaitu tentang bersedekah. Meski saya belum
bisa seperti penulis yang ketika punya uang lima ratus ribu, sedekahnya empat
ratus ribu. Pernah saya mengalami kebingungan, ketika masih di awal bulan, uang
tinggal dua ratus ribu, lalu bismillah saya sedekahkan seratus ribu. Dan benar
yang dikatakan penulis bahwa pertolongan Allah kemudian berjatuhan, penuh
keajaiban dan kadang tidak masuk akal.
Maka buku ini
benar-benar hadiah dari Allah untuk saya. Ia mengajarkan banyak hal dengan
caranya yang sederhana namun menghunjam. Mencerahkan tapi tidak menyilaukan.
Seperti judulnya yang mengandung kata keajaiban, saya pun kecipratan keajaiban
itu. Dan semoga Anda pun mendapatkan keajaiban setelah membaca buku ini.
*) Resensi ini diikutsertakan dalam Lomba Resensi Buku "Menciptakan Keajaiban Finansial"
Baru tau aku kalo buku ini dulunya merupakan kumpulan tulisan di blog. maklum, punya bukunya tapi sedikitpun belum dibaca, xixixiiii
BalasHapushehe.. belum dibaca ya.. kebanyakan yg masih disegel plastik ya, jd yg datang blakangan blm kesentuh..
HapusNanti klw dah balik ke Indo, baca deh.. buku ini bagus..
jd penasaran ma buku ini mba,,sprtinya mslh finansial itu dialami siapa saja yaa,,hanya kadarnya saja yg berbeda2,,
BalasHapusIya Mbak Tita.. mslh finansial itu kayaknya denyut kehidupan ya..
HapusBaca deh buku ini.. bagus lho..
Oh ya, salam kenal Mbak.. makasiih dah mampir.. :)