BRAKK..!!
Peni tenggelam di balik pintu kamarnya
yang bergetar hebat akibat gelegar amarahnya. Di sudut ruang keluarga yang
berhadapan dengan kamar Peni, seorang gadis ranum jatuh menggelesot di lantai.
Hatinya menggigil ngilu akibat sumpah serapah yang dimuntahkan dari mulut kotor
Peni yang emosinya memuncak, tak terkendalikan.
Gadis itu, Aryati namanya. Ia pembantu di
rumah keluarga Rusady. Usianya 16 tahun.
Bening matanya dipenuhi genangan air mata. Lalu merembes mengalir di pipi indahnya
yang bak pauh dilayang. Hidung bangirnya memerah. Bibir tipisnya bergerak-gerak
menahan isak.
Mbok Nah, pembantu senior di rumah itu,
melangkah mendekati. Tangan keriputnya mengelus rambut Aryati yang legam dan panjang
bak mayang terurai.
“Sudah.. Nduk, yang sabar yaa.. Non Peni kan memang begitu adatnya,”
hiburnya.
“Yati nggak tahan, Mbok.. sering banget
dicaci maki begini!” ujar Aryati, tersedu.
“Non Peni itu selalu mendapatkan apapun
yang diinginkannya. Sejak kecil, ayah ibunya pasti memenuhi semua
permintaannya. Karena itulah, sekarang ia tumbuh menjadi seorang gadis yang
keras,” kata Mbok Nah, berusaha memberi pengertian kepada Aryati.
Aryati hanya membisu. Lalu keduanya
bergegas ke belakang, ke area pembantu. Dapur, ruang mesin cuci, ruang setrika,
gudang, dan kamar pembantu, di sanalah wilayah kerja mereka. Tak peduli apa
suasana hati, semua pekerjaan harus rampung tak bercela.
Kala malam beranjak menua, gelap merayap perlahan,
adalah saat-saat Aryati merasa hidup. Ditemani semilir angin yang lembut
membelai tubuh moleknya, Aryati biasa termenung di halaman belakang, tak jauh
dari area pembantu. Ia pandangi air bergemericik jatuh ke kolam kecil yang
ditata apik dalam sebuah taman mungil nan asri.
Seketika matanya terbelalak. Bayangan air
menampakkan seraut wajah pemuda tampan. Ia tersenyum manis dengan sorot lembut
penuh cinta. Rona merah menjalari pipi Aryati. Ia tersipu, dengan binar bahagia
benderang di matanya.
Pemuda itu bernama Sena. Ia adalah guru
privat Peni. Beberapa kali, dalam kehadirannya saat memberikan les, Sena
mencuri-curi pandang mencari sosok Aryati. Pandangan yang mengirimkan
getar-getar halus, membuat dada Aryati berdentam lebih cepat.
Plukk..!
Sesuatu terjatuh menimpa air, menimbulkan
sedikit cipratan ke wajah Aryati. Refleks Aryati mengusap wajahnya. Lalu segera
pandangannya kembali ke bayangan air dalam kolam. Ia tersentak. Ah.. raut wajah
tampan itu telah menghilang. Tiba-tiba telinganya berdenging. Suara Peni
menghantam pendengarannya bertubi-tubi.
“Pembantu ga tau diri.. Ganjen.. Genit..
Merayu-rayu tamu majikannya! Menjijikkan! Seharusnya kamu ga ada di rumah ini,
tapi di tempat sampah sana! Ngaca dong.. kamu ini siapa? Kamu pembantu! Tapi
kamu pembantu sial..! Sok merebut hati tamuku.. Memuakkan..!”
Aryati merapatkan tangannya menutup kedua
telinga sekencang-kencangnya. Ia limbung. Terengah-engah menuju kamarnya. Lalu
ia menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Dadanya naik turun, dengan nafas tidak
teratur. Perlahan-lahan ia menghela nafas panjang, lalu menghembuskannya seolah
ingin mengeluarkan segala kepenatan pikirannya. Ia berusaha merenungkan semua
yang telah menimpanya. Lama-lama, mata cantik berbulu lentik itu pun terpejam.
“Bangun.. Ti! Sudah shubuh.. ayo, sholat
dulu!” Mbok Nah membangunkannya.
Aryati menggeliat. Barisan semut beriring
di atas matanya mengeriut. Lalu dibukanya mata lebar-lebar. Tubuhnya beringsut
menuruni tempat tidur. Bersegera wudu, kemudian sholat. Dinginnya air serta
segarnya udara subuh, membuat pikirannya terang.
“Mbok, Yati mau pergi!”
Mbok Nah terhenyak, menghentikan
pekerjaannya yang tengah menyiapkan sarapan.
“Kamu ngomong apa tho, Nduk?” tanya Mbok Nah.
“Ini lebih baik, Mbok. Karena Yati nggak
bisa di sini terus, selama Pak Sena masih mengajar Non Peni,” jawab Aryati,
dengan suara tertahan.
“Kamu jatuh cinta sama Pak Guru itu?” Mbok
Nah bertanya lagi, hati-hati.
Aryati menunduk. Mbok Nah tidak
melanjutkan pembicaraan, ia sudah tahu jawabannya.
Sebuah surat dititipkan Aryati kepada Mbok
Nah untuk Ibu Rusady. Surat yang berisi permohonan maaf karena kepergiannya
yang tiba-tiba.
Mbok Nah mengikuti langkah Aryati dengan
hati nelangsa. Delapan bulan lalu, Aryati ikut bersamanya saat mudik setelah
lebaran. Mereka bertetangga di kampung.
Aryati bersikeras ingin bekerja, meski ibunya tak sepenuhnya setuju. Sebagai
anak sulung, Aryati sangat diperlukan untuk mengurusi adik-adiknya yang masih
kecil.
Kepada Mbok Nah, Aryati mengatakan tujuan
tempat kerjanya setelah keluar dari keluarga Rusady. Ia akan bekerja di sebuah rumah di blok yang
lumayan jauh dari kediaman keluarga Rusady. Kabar tentang adanya rumah yang
membutuhkan pembantu, didapatnya beberapa hari lalu, dari tukang ayam keliling.
Waktu itu, kabar tersebut tidak dihiraukannya. Namun rupanya, sekarang ia
benar-benar membutuhkan pekerjaan itu.
Letih kaki Aryati menyusuri alamat tempat
calon majikan barunya. Keringat bercucuran dan tenggorokan kering. Sesampainya
di rumah yang dituju, Aryati disambut oleh seorang ibu muda dengan gaya anak
remaja.
“Saya belum punya anak. Jadi kerjaan kamu
nggak berat di sini. Tapi rumah harus selalu dalam keadaan rapi dan bersih!”
perintah majikan baru yang bernama Selly itu.
Aryati memulai tugas barunya. Kini ia
tengah mengepel lantai. Di sebelah ruangan, riuh ibu-ibu muda sebaya Selly
mengobrol.
“Jadi sekarang kamu udah punya pembantu,
Sel?” tanya ibu muda bercelana pendek dengan padanan kaos ketat melekat.
“Ooh, perempuan berambut sepinggang itu,
yang tadi kulihat di samping, membawa ember, itu pembantu baru kamu, Sel?”
sambung yang lain sambil mengibaskan rambutnya yang menjuntai-juntai dengan cat
oranye yang menjerit.
“Aku juga tadi lihat. Hati-hati, Sel..”
ujar perempuan bertato kupu-kupu di betisnya, seraya mengepulkan asap rokok.
“Kenapa memangnya?” seorang ibu muda
dengan wajah putih mengilat seperti pemain kabuki,
tampak penasaran.
“Cantik Boo..” sahut si tato.
“Wah, kalau gitu urusannya, mendingan di-cut aja deh, cuma bikin perkara!”
“Jangan sampe nunggu kejadian dulu, Sel!”
“Yup! kalau bohay begitu, lagaknya pasti
bikin rempong deh..”
“Laki kita pasti di-embat!”
“Udah Sel, cari yang lain aja..!”
Aryati bergegas menyelesaikan pekerjaan
mengepelnya. Ia tidak mau mendengar pembicaraan itu lebih lanjut. Tasnya yang
masih rapi, segera dicangklongnya. Bersijingkat, ia keluar dari rumah itu
melalui halaman samping. Tidak menunggu diusir, Aryati meninggalkan rumah
Selly. Langkahnya tertatih. Hatinya meringis.
Kini ia tidak tahu hendak kemana. Komplek
perumahan yang luas itu, membuatnya seolah berputar-putar tanpa menemui jalan
utama yang mengarah ke luar.
Akhirnya Aryati menemui sebuah pos jaga
yang kosong. Mungkin tempat arisan ibu-ibu di blok itu atau tempat bapak-bapak
nongkrong di malam minggu. Ia duduk menepi. Pos jaga itu bersih. Lantai
keramiknya licin bersinar. Nampaknya rutin dibersihkan. Di dindingnya terpasang
sebuah cermin berukuran sedang. Aryati mendesah, menatap pantulan wajahnya.
Ternyata wajah cantik, tidak seharusnya dimiliki oleh seorang pembantu seperti
dirinya. Perempuan lain merasa terhina mencemburui dirinya. Ia hanya layak
dicurigai, diolok-olok, ditertawakan. Benaknya dipenuhi tanya, mengapa ia harus
cantik? Sedangkan ia hanya gadis desa yang miskin. Kalau bisa, ia ingin
memberikan wajah cantiknya dan menukarnya dengan wajah lain yang tidak cantik,
yang lebih pas dengan keadaannya sebagai pembantu yang sederhana. Bukankah wajah
cantik akan lebih cocok menghiasi gadis-gadis kaya dan berpendidikan tinggi?
Mengapa cantik bertengger di wajahnya?
Sepoi angin menyapa lembut, nampaknya
ingin mendamaikan hati Aryati. Seketika Aryati teringat Mbok Nah. Biasanya Mbok
Nah memberi kata-kata penghiburan di kala hatinya kusut. Suaranya mengalun,
berlatar cinta, terasa menyejukkan. Aryati jadi teringat ayah, ibu, dan
adik-adiknya di kampung. Kangen. Seperti yang kerap ia rasakan. Nasehat Mbok
Nah kembali terngiang.
“Ti, aku sih senang kamu nemenin aku kerja
di sini. Tapi sebetulnya kamu lebih diperlukan ibumu di kampung. Adik-adikmu
kan masih kecil, sedangkan ibumu repot karena harus bekerja lebih keras,
semenjak ayahmu sakit-sakitan. Lha, kalau aku kan anak-anakku sudah mentas
semua, dan suamiku sudah meninggal. Jadi nggak ada yang harus diurusin lagi,
toh? Nanti setelah pulang kampung saat lebaran, kamu nggak usah balik lagi ke
sini ya, Ti. Di kampung juga kamu bisa kerja, bantu-bantu di rumah Bu Bidan
Marni. Aku perhatikan waktu kamu membantunya, kelihatannya Bu Bidan suka sama
kamu karena kamu sesungguhnya anak yang cerdas. Mana tahu kamu nanti
disekolahkannya. Perempuan itu, harus pinter, Nduk!”
Aryati memandang langit yang jernih
membiru. Gemulung awan berarak perlahan, mempercantik lukisan alam itu.
Sekelompok burung terbang beriringan. Ah, mungkin mereka mau pulang. Aku juga
mau pulang, tidak usah menunggu lebaran, pikir Aryati, bersemangat.
Tas yang berisi pakaian dan uang gajinya
selama delapan bulan yang ditabungnya di Mbok Nah, didekapnya erat. Lalu Aryati
mulai berjalan. Tak lama ditemuinya sebuah pangkalan ojek. Melesatlah ia menuju
gerbang komplek yang berbatasan dengan jalan besar tempat angkot lalu lalang.
Aryati naik angkot dengan tujuan terminal. Hatinya mantap untuk pulang.
Sementara itu, di dalam kamar sejuknya
yang ber-AC, wajah Peni bertekuk berlipat-lipat. Sena, guru privatnya
menyatakan berhenti mengajarnya, dan mencarikan guru pengganti. Peni tidak mau
guru lain. Ia hanya mau Sena, si ganteng yang lembut dengan rahang kokoh dan
dagu terbelah. Ditambah dengan tubuh jangkung yang menopang badan atletisnya,
membuat Peni terperangkap dalam pesonanya.
Peni menelungkupkan wajahnya di atas
bantal yang empuk. Airmata menderas mengiringi keping-keping hatinya yang
hancur. Ia meratapi nasibnya. Mengapa cinta Sena tertambat pada Aryati? Ah, ya
tentu saja karena pembantu sialan itu berwajah cantik, rutuknya dalam hati.
Berputar-putar pertanyaan mendesing di benaknya. Buat apa Aryati memiliki wajah
cantik? Tak ada gunanya, toh? Bukankah ia hanya pembantu? Cukuplah ia berwajah
biasa-biasa saja. Aku lebih membutuhkan wajah cantik itu, teriak Peni, dalam
hati.
Tok.. tok.. tok.. terdengar ketukan lembut
di pintu kamar Peni. Dengan malas, Peni membalikkan badannya.
“Mbok Nah, ya..?” serunya.
“Betul, Non. Ini minuman es jeruknya,”
jawab Mbok Nah.
Mbok Nah masuk kamar, setelah Peni
menyuruhnya masuk. Ia meletakkan gelas berisi es jeruk di atas meja belajar
dengan hati-hati.
“Diminum Non.. es jeruknya, biar hatinya
adem. Si Mbok ngerti, kalau hati Non Peni sedih karena kepergian Pak Gurunya”,
suara Mbok Nah, tulus.
Peni duduk menghadap Mbok Nah. Ditatapnya
perempuan tua yang telah mengurusinya sejak kelas 2 SD hingga sekarang ia duduk
di kelas 3 SMU.
“Mbok, duduk sini,” pinta Peni. Tiba-tiba
ia merindukan kehangatan saat ia dulu diasuh Mbok Nah. Lalu saat Mbok Nah duduk
di sampingnya, Peni merebahkan kepalanya di atas pangkuan Mbok Nah.
“Memang sakit.. ditinggal lelaki pujaan hati.
Sedangkan kita tak punya sayap utuh untuk terbang mengejarnya. Karena sayap
kita patah, oleh tikaman cintanya yang menukik sesaat, lalu terbang menjauh
meninggalkan kita yang berdarah-darah,” suara Mbok Nah mengalir sejuk ke
seluruh nadi.
“Kecantikan Aryati telah memorakporandakan
semuanya,” keluh Peni.
“Tak ada yang salah dengan wajah cantik
seseorang. Gusti Allah itu Maha Adil. Semua pasti berpasangan. Kamu nggak usah
merasa tidak beruntung karena kalah cantik dari Aryati. Setiap perempuan itu
sudah ditetapkan kadar cantiknya oleh Yang Maha Kuasa. Kita nggak boleh
iri-iri-an. Kita cuma harus bersyukur atas segala pemberian nikmatNya. Non Peni
punya ayah ibu yang baik, meskipun mereka sibuk. Punya rumah yang bagus.
Orangtua kaya, sehingga Non Peni bisa sekolah tinggi di sekolah yang hebat.
Lebih baik Non Peni sekarang memanfaatkan karunia Gusti Allah ini dengan
belajar yang baik, biar jadi perempuan yang pinter, kayak cita-citanya Ibu
Kartini itu lho. Jangan nambah-nambah perempuan bodoh kayak si Mbok” tutur Mbok
Nah sambil terkekeh perlahan.
“Si Mbok nggak bodoh, cuma nggak dapet
kesempatan sekolah aja. Itu buktinya si Mbok tahu tentang cita-cita Ibu Kartini
segala,” tukas Peni.
“Si Mbok masih inget sedikit-sedikit
tentang Ibu Kartini seperti yang diajarkan waktu sekolah dulu. Lagipula si Mbok
lihat di TV kok, Non,” sahut Mbok Nah.
“Itu berarti Mbok Nah pinter! Oh ya, sekarang
Aryati di mana ya, Mbok?” tiba-tiba Peni jadi memikirkan gadis saingannya itu.
“Gusti Allah telah menuntunnya pulang.
Justru karena kecantikannya itulah, ia menemukan jalan pulang,” jawab Mbok Nah
dengan yakin.
“Jadi Aryati pulang kampung?”
“Ya, pasti ia sedang dalam perjalanan
pulang. Dia lebih dibutuhkan oleh keluarganya.”
Belaian lembut tangan Mbok Nah mengusap
rambut Peni, membuat Peni terbuai dalam kehangatan kasih sayang Mbok Nah.
Hatinya melunak, ia menjadi tenang. Tak lama, kantuk mulai menggelayuti
matanya. Ia pun tertidur pulas. Persis pada saat yang sama, Aryati terlelap
dalam bis antarkota menuju kampungnya. Keduanya menyunggingkan senyum dalam
nyenyak tidurnya.
*****
suruh kerja di rumahku aja, mba hehe
BalasHapussambungannya di tunggu.
BalasHapusapik cerpennya. tapi kata2 mbok nah terakhir itu puitis ya, mbok nah pinter milih kata2 indah.
BalasHapusaku juga ga suka klo punya art muda apalagi cantik hahaha... biar gmn juga harus menjaga, krn memang ga boleh jg kita ninggalin suami sm perempuan bukan mahrom. jadinya lebih suka sama yg pulang pergi, biasanya yg sudah berumur.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusLagi asik baca malah the end.....capek deh
BalasHapusLagi asik baca malah the end.....capek deh
BalasHapuskami dari poker online yang sudah sangat terpercaya sinidomino.net
BalasHapusmau menawarkan anda untuk bermain
mencoba keberuntungan main poker di sinidomino.net
SINIDOMINO.net Adalah Situs Poker Online Yang Menjamin Permainan 100% Tanpa Robot
Buat Anda yang hobi bermain Poker Online
Kini Telah Hadir Poker terbaik yang pernah ada yaitu SINIDOMINO.
www.SINIDOMINO.net memberi Promo menarik bagi pecinta permainan kartu online :
* Minimal DEPOSIT dan Withdraw Hanya RP. 20.000.-
* Jackpot Hingga Jutaan Rupiah Setiap Harinya
* Cashback Mingguan 0.5%
* Bonus Refferal 20%
Dan kami juga menjamin keamanan proses transaksi anda
Untuk Info Lebih Lanjut Bisa Hubungi Customer Service Kami di :
LiveSupport 24 jam (NONSTOP)
? LiveChat : goo.gl/hz1eC3
? Pin BBM : D61E3506
Terima Kasih
htt
dewa poker
cerita menarik
BalasHapusAgen Slot Terpercaya
BalasHapusAgen Situs Terpercaya
Buruan Gabung Bersama Kami di 88CSN
Dapatkan:
BONUS SETIAP HARI 5%
BONUS NEW MEMBER 180%
BONUS MEMBER POKER 20%
BONUS HAPPY HOUR 25%
dan banyak lagi bonus lain nya.
Info Lebih Lanjut Bisa Hub kami Di :
WA : 081358840484
BBM : 88CSNMANTAP
Facebook : 88CSN
www.wes88.com