Judul Buku : Ayah …
Penulis : Irfan Hamka
Penerbit : Republika Penerbit
Terbit : Cetakan I, Mei 2013
Tebal Buku : xxviii + 321 halaman
ISBN : 978-602-8997-71-3
Buya Hamka layak
disebut sebagai tokoh fenomenal. Betapa tidak, beliau seorang cendekiawan yang
tidak hanya diakui kehebatannya di tanah air, namun hingga ke manca negara,
sementara pendidikan formal di tingkat dasar pun justru tak dikecapnya hingga
tamat.
Adalah Irfan Hamka,
putra kelima Buya Hamka, menuliskan kisah tentang ayahnya dalam buku setebal
320 halaman. Di dalamnya memuat perjalanan lengkap sepanjang masa kecil kecil
penulis hingga berpulangnya Buya Hamka ke haribaan Ilahi. Penulis memaparkan
Buya Hamka sebagai ayah, ulama, pejuang, sastrawan, budayawan, dan politisi.
Sebagai ayah, Buya
Hamka adalah sosok yang tegas namun lembut. Beliau tidak pernah memukul. Namun
sangat marah bila anaknya lalai dalam shalat dan mengaji. Nasehat yang
diberikan sangat bijak, berupa uraian yang dialogis, bukan semata perintah yang
berlaku saklek.
Pahit getir perjuangan
semasa agresi Belanda ke-2 tahun 1948, mengawali tuturan penulis. Sebagai
seorang
pimpinan Front Pertahanan Nasional (FPN), Buya Hamka termasuk orang
yang dicari Belanda untuk ditangkap (halaman 15). Demi menghindari Belanda,
keluarga harus mengungsi. Mereka menempuh perjalanan panjang dan melelahkan,
masuk keluar hutan, menyeberangi sungai berarus deras. Di bagian lain,
dituturkan juga pengalaman menegangkan saat Buya Hamka dan putranya menghindari
patroli Belanda. Bagaimana mereka sekian lama berendam dalam kubangan, menunggu
Belanda lewat. Dan ketika keluar dari kubangan, tubuh mereka telah dipenuhi
lintah-lintah yang mengisap darah (halaman 240).
Kegigihan Buya Hamka
dalam menimba ilmu, sungguh patut dijadikan teladan. Meski tidak tamat sekolah
umum maupun sekolah agama, beliau mengejar ketinggalannya dengan belajar
sendiri. Kegemarannya membaca menjadi jalan pembuka baginya untuk melahap
segala ilmu pengetahuan. Ketika berusia 13-14 tahun, Buya Hamka telah membaca
pemikiran-pemikiran Djamaludin Al-Afgani, dan Muhammad Abduh dari Arab. Sedang
dari dalam negeri, pemikiran-pemikiran HOS Tjokroaminoto, KH Mas Mansur, dll,
telah dikenalnya pula. Bagaimana kemudian Buya Hamka dengan tekad membaja
merantau ke Jawa hingga melanglangbuana ke Mekah demi menimba ilmu, dipaparkan
lengkap. Dan akhirnya Buya Hamka mendapat gelar Doktor Honoris Causa dari
Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, pada tahun 1959.
Lika-liku memulai jalan
dakwah di tanah air, turut mewarnai perjalanan kisah Buya Hamka. Salah satu
yang bisa dilihat adalah keberadaan Masjid Al-Azhar beserta lembaga
pendidikannya.
Dalam politik, Buya
Hamka turut berperan. Beliau tokoh besar Masyumi dan Muhammadiyah.
Tulisan-tulisan beliau pun turut berbicara. Dan sebagai sastrawan non komunis,
beliau menjadi sasaran serangan strategis. Koran komunis memberitakan bahwa
karyanya yang berjudul “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” adalah hasil
jiplakan. Kemudian Buya Hamka ditangkap atas tuduhan terlibat dalam komplotan
yang berencana membunuh Presiden Soekarno. Beliau dipenjara selama 2 tahun 4
bulan tanpa diadili.
Betapa Buya Hamka
seorang yang berjiwa besar dan pemaaf, diperlihatkan dalam hubungannya dengan
para penentang yang membencinya. Tidak tersisa dendam dalam hatinya, beliau
tulus memaafkan Presiden Soekarno, Mohamad Yamin, dan Pramudya Ananta Toer.
Sebuah episode yang mengharukan dan menyentuh.
Di balik kesuksesan
laki-laki, ada perempuan hebat di dalamnya. Demikian pun Buya Hamka. Melengkapi
kisah dalam buku ini, penulis menceritakan pula bagaimana sepak terjang istri
beliau, yang dipanggil Ummi. Menelusuri kisahnya, tergambar betapa Buya Hamka
sangat mencintai dan membanggakan istrinya.
Dari babak demi babak
kehidupan seorang Buya Hamka, terhampar berjuta hikmah dan teladan. Keikhlasan
dan keteguhan dalam berjuang, menjadi pegangan kuat. Kecintaannya pada buku
menjadikannya seorang yang berilmu dan berpandangan luas. Dan karya tulisnya
mengabadi dengan tinta emas sebagai warisan tak ternilai.
#dimuat di Harian Koran Jakarta, edisi Sabtu, 26 Oktober 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar