Kehilangan itu pedih, Jendral.
Meyrha membeku. Matanya menerawang.
Adhya
mendekat. “Lu yakin, Rha… mau ninggalin dia?” tanyanya, hati-hati.
Meyrha
bergeming. Tampak kristal di matanya. “Gue sayang dia, sayaaang bangeet,”
lirihnya.
Tangan
Adhya mengelus lembut bahu sahabatnya itu. “Rha… lu… jatuh cinta sama dia?”
“Ya,
nggak lah… nggak mungkin!” Meyrha menepis tangan Adhya. “Dia tuh adik, gue
kakaknya!”
Adhya
terdiam. Ia memilih menenangkan Meyrha tanpa kata.
“Ya,
kenapa gue harus ngelakuin hal yang gue ga suka, dan menjauh dari sesuatu yang
bikin gue bahagia,” isak Meyrha.
Adhya
menghela napas. Ini bukan saat yang tepat untuk mendebat. Ia tersenyum,
membiarkan Meyrha mengeluarkan segala yang membuatnya sesak.
“Gue
harus pergi dari kehidupan dia. Gue ga boleh ada lagi dalam kesehariannya.”
“Dia
tahu rencana lu, Rha?”
Meyrha
menggeleng lemah.
“Terus
kenapa lu harus ninggalin dia? Kalian kan masih bisa deket kayak dulu…”
“Tapi
sekarang segalanya beda, Ya. Ada rasa yang aneh saat gue deket sama dia. Meski itu
hanya sebatas sms-an. Dia sama gue merasakan debar yang sama, getar yang tak
biasa… dan itu ga boleh terus terjadi!” Bahu Meyrha bergerak naik turun menahan
sedu sedan.
Adhya
berusaha mencerna kalimat Meyrha yang cukup membingungkan baginya.
“Aku
ga boleh egois, Ya… Aku ga boleh membiarkan dia terus hidup dalam dunia semu.
Langkahnya masih panjang. Dia baru lulus kuliah. Aku… aku… harus mundur…” Suara
Meyrha terbata.
Adhya
tak kuasa mengucap apa pun. Meyrha dan ‘adik’nya itu memang tak mungkin
bersatu, bahkan mungkin hingga matahari terbit di barat sekalipun.
“Adhya,
baru kali ini gue ngerasain kangen… gue kangeen Ya, kangeeen sama dia…”
“Lu
yakin… lu bukan… jatuh cinta sama dia…?”
“Nggak,
Ya! Nggak mungkin! Gue cuma ngerasa nyaman cerita sama dia!”
“Mungkin
lu hanya belum terbiasa kehilangan kawan cerita, Ra!”
“Dia
adik gue, Ya!”
Adhya
tersenyum. Sahabatnya betul-betul sedang galau.
Tiba-tiba
pembicaraan mereka ter-interupsi oleh pecahnya suara tangis batita. Celananya
basah. Saat itu ia sedang tidak menggunakan diapers. Meyrha sigap melepas
celana yang basah, sambil berseru, “Queensha, bisa tolong Mama ga, ambilin
celana adek…?”
Seorang
gadis kecil usia 7 tahun, tergopoh masuk kamar dan menyerahkan celana adik
kepada Meyrha. Ia duduk di dekat adiknya yang tampan itu. Kepalanya yang semula
menunduk, perlahan mendongak. Wajah princess-nya menatap lekat, “Ma, besok family day di sekolah. Aku malu… nggak
punya Ayah…!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar