Rabu, 23 Oktober 2013

Karena Hidup Adalah Pilihan Rasa

Judul Buku                :  The Mocha Eyes
Penulis                        :  Aida MA
Penerbit                      :  Bentang Pustaka
Terbit                         :  Cetakan I, Mei 2013
Tebal Buku                :  x + 250 halaman
ISBN                           :  978-602-7888-32-6

Blurb:
Komposisi : Cinta, Kejujuran, Kelembutan, Perubahan, dan Moka
Cara penyajian : Tuangkan kejujuran, kelembutan, perubahan, dan moka ke dalam cangkir. Tambahkan 180cc air cinta, aduk, dan sajikan.
Kehadiranmu menjadi hal yang kutunggu
Kusesap kelembutanmu dengan senyuman, menafikan sedikit pahit karena ternyata terasa manis. Kamu dan aku seperti dua hal yang terlihat senada, tetapi berbeda. Karena aku justru menemukanmu dalam sepotong cinta.
Ya, menunggumu bersatu denganku, seperti mencari rasa cokelat dalam secangkir mochacino karena aku tak akan merasakan manis dalam setiap hal yang tergesa-gesa, kecuali semuanya tiba-tiba menghilang…

Review:
Perasaan manusia itu seperti cangkir, setiap saat diisi dengan berbagai macam hal. Kamu tidak akan merasakan bahagia, jika kamu membiarkan cangkirmu diisi penuh dengan sesuatu yang rasanya pahit. Rasa cangkirmu itu berdasarkan apa yang kamu pilih. (halaman 77)

Novel “The Mocha Eyes” merupakan rangkaian novel bertema “What’s Your Love Flavour” besutan Penerbit Bentang. Berkisah tentang seorang gadis bernama Muara, yang terkungkung dalam hidup dengan rasa kopi pahit hingga kemudian ia menemukan sebuah rasa lain, yaitu moka.

Awalnya Muara adalah mahasiswi yang cerdas, periang, dan ramah. Tiba-tiba sebuah peristiwa buruk merenggut semua keceriaan dan semangat hidupnya. Seorang laki-laki psikopat merampas kegadisannya. Hidup Muara pun berubah total. Ditambah dengan kematian ayahnya akibat shock atas apa yang menimpa dirinya, maka tenggelamlah Muara dalam dunia yang muram berteman kepulan asap rokok dan kopi pahit.
Muara kemudian menjalani hidup terhuyung-huyung dengan image baru sebagai gadis yang aneh, kaku, dan dingin. Ibunya tak henti menasehati agar putri semata wayangnya itu kembali menjadi Muara yang dulu. Namun bukan hal yang mudah bagi Muara melepaskan diri dari trauma dan berdamai dengan masa lalu yang kelam.

Berturut-turut tiga lelaki mengepung pikirannya. Damar, kekasih yang memutuskan hubungan pacaran secara sepihak, meninggalkan luka yang dalam di hati Muara. Lalu, Genta, store manager di tempatnya bekerja, yang jatuh hati kepadanya. Terakhir, Fariz, trainer dan terapis yang ditemuinya saat mengikuti training motivasi yang diadakan perusahaan tempatnya bekerja.

Bagaimana perjalanan hidup Muara selanjutnya, akankah dia berubah? Sanggupkah Muara memaafkan sesuatu yang tidak mungkin diubah lagi? Kepada siapa hatinya menjatuhkan pilihan?

Novel ini cukup berhasil mengambil dua sudut pandang. Sudut pandang pertama, aku sebagai Muara, dan sudut pandang ketiga, penulis menceritakan beberapa tokoh dengan bebas. Karakter Muara tergambar kuat sebagai gadis yang dibelit trauma, meski di bagian akhir perubahan Muara terasa agak tergesa.  Di bagian lain, karakter Fariz yang womanizer, bisa ditangkap dengan baik.

Profesi Muara di restoran fried chicken terdeskripsikan cukup detil. Pun hal-hal yang berhubungan dengan hipnoterapi, disampaikan dengan baik.

Cover novel ini boleh dibilang unik. Menampilkan menu board dengan menu spesial yang bertuliskan judul buku, yang bisa dibuka-tutup. Saat dibuka, tampak quote yang manis yang menggambarkan isi cerita. Bentuk huruf serta ilustrasi yang berkesan klasik, cocok dengan aroma moka.

Kisah cinta yang hadir terasa lembut, manis, menghunjam hati, namun tidak memaksa. “Muara… Ini perkara hatiku, bukan hatimu. Beri kesempatan pada hatimu untuk tidak terbeban dengan hatiku. Biar hatimu menemukan jalannya sendiri. Walaupun aku ingin ada simpangan di jalanmu menuju hatiku.” (halaman 183)

Sejatinya sebuah buku memberikan pencerahan kepada pembaca. Di dalamnya tersirat ajakan-ajakan kebaikan, kalimat-kalimat motivasi, yang menggiring pembaca untuk menemukan hikmah dari sebuah kisah kehidupan. Untuk hal tersebut, novel ini telah melakukannya tugasnya dengan baik. Bagaimana daya memaafkan serta cinta yang tulus bekerja pada diri seseorang, akan memantulkan kebaikan bagi dirinya. Karena dendam yang terus bercokol dalam hati dan pikiran, sama sekali tidak memberikan kontribusi positif. Ia terus memberati langkah. Kita lah yang memilih untuk langkah yang lebih ringan atau terus terbelenggu dendam.

Pada bagian lain, penulis menyuarakan kampanye anti rokok. Juga protes keras terhadap pelaku pelecehan seksual. Betapa jahatnya laki-laki biadab yang melakukan itu, karena perbuatannya yang tak senonoh mengakibatkan si korban hancur, pun keluarga terdekatnya tidak lepas dari menanggung akibat buruknya.


Akhirnya, hidup adalah pilihan rasa. Kopi pun tak selamanya pahit. Dengan sebuah usaha, sedikit coklat yang manis, bila dicampurkan ke dalam kopi akan menghasilkan rasa gurih moka. Maka, hidup tak melulu beraroma satu rasa. Kita sendiri yang menentukan racikan rasanya.

#dimuat di web indoleader (tanpa blurb)



1 komentar:

  1. ini buku pertama yang kubaca dari hasil olah kata mba aida, fuuullll filosofi isinya:)

    BalasHapus