Selasa, 20 Maret 2012

Sensasi Seru Bersama Nibiru

Judul buku  :  Nibiru dan Kesatria Atlantis
Pengarang  :  Tasaro GK
Tebal  :  692 halaman
Tahun terbit  :  2010
Penerbit  :  Tiga Serangkai

Orang mengenal Nibiru sebagai planet yang ditengarai kelak akan menghancurkan bumi, namun dalam novel ini Nibiru adalah raja yang bertahta di Kerajaan Pusat Bumi. Daerah kekuasaannya tidak tersentuh dan tidak bisa ditembus oleh penguasa dari kerajaan manapun. Ia merupakan sosok jahat yang muncul setiap 5013 tahun, mengancam kehidupan dunia.

Tokoh sentral dalam novel ini adalah seorang bocah laki-laki bernama Dhaca Suli. Bersama ketiga sahabatnya: Sothap Bhepami, Nyithal Sadeth, dan Muwu Thedhmamu, melewati masa kanak-kanak yang bergerak cepat. Sebelumnya, hidup mereka dipenuhi kenakalan khas anak-anak, namun tiba-tiba peristiwa demi peristiwa fantastis terjadi, membawa pada perubahan yang mencengangkan. Menghadapi kebenaran ramalan akan semakin dekatnya waktu kehadiran Nibiru, keajaiban-keajaiban bergulir. Disinilah aksi fantasi penuh sensasi, dimulai.

Berawal dari ‘mimpi’ Dhaca yang mendebarkan, tentang pertemuannya dengan makhluk aneh nan mengerikan, yang ternyata merupakan penghubung pada kejadian di masa datang. Selanjutnya, cerita bergerak naik turun, dengan setting tempat sebuah kerajaan bernama Kedhalu. Penghuni Pulau Kedhalu memiliki kekuatan super zaman purbakala, bernama pughaba. Ada delapan pughaba, yang menguasai unsur alam (pughaba nyamal), satwa (pughaba nyegay), ruang dan waktu (pughaba kiyrany), ilmu menghilang (pughaba nyinaw), menyembuhkan luka (pughaba bhelsuny), kekebalan (pughaba pesam), kekuatan raksasa (pughaba sutha), dan pengendalian pikiran atau penyingkap tirai gaib (pughaba wanyis). Untuk mematangkan kemampuan pughaba, terdapat sebuah tempat berlatih, bernama Bhepomany. Semua anak wajib berlatih di sana, termasuk Dhaca. Namun Dhaca selalu ogah-ogahan sehingga tidak naik kelas selama empat tahun. Tidak lagi demikian setelah Dhaca mengetahui tentang Nibiru. Setiap mengingat Nibiru, Dhaca tergerak untuk melatih pughabanya dengan sungguh-sungguh.

Petualangan Dhaca bermula sejak ayahnya diculik oleh Jubah Sihir. Ketika itu, Dhaca baru saja menerima 2 benda pusaka dari ayahnya, yaitu: Pedhib Sakti dan Sabuk Lunez. Sebenarnya Jubah Sihir mengincar Dhaca, namun Dhaca berhasil lolos berkat bantuan ketiga sahabatnya. Sebagai gantinya, Jubah Sihir menculik ayah Dhaca.

Jubah Sihir ditengarai sebagai wujud terselubung Annunaki, sang penyihir jahat. Jika Annunaki sudah muncul, Nibiru tak akan lama lagi menampakkan diri. Dan itu berarti keselamatan Kedhalu terancam. Maka demi melindungi seluruh rakyat, Dhaca pun menjadi tanggung jawab istana dan berada di bawah pengawasan Tuan Luminya, Ketua Dewan Bintang Kelompok Pughaba Nyamal.

Lalu, bagaimana petualangan Dhaca bersama ketiga sahabatnya yang dinisbatkan sebagai ‘empat keparat kecil’ itu setelah peristiwa munculnya Jubah Sihir? Akankah kemudian Jubah Sihir menampakkan diri kembali? Bagaimana pula perkembangan kemampuan pughaba keempat keparat kecil itu di bhepomany? Siapakah sebenarnya Bhupa Supu, seorang yang selama ini memiliki tempat istimewa di hati Dhaca, karena banyak memberinya perhatian dan pengetahuan tentang banyak hal? Apa pula yang dimaksud dengan ‘Persekutuan Raja-raja’ dimana Nibiru adalah salah satu di dalamnya, namun Nibiru memiliki kebencian luar biasa terhadap persekutuan tersebut? Dan, Tergog yang berkuasa di Atlantis, musuh besar Nibiru, sejauhmanakah persiapan rencananya untuk memulai perang besar? Lalu, bagaimana ketegangan yang tercipta saat penyerangan Atlantis terhadap Kedhalu dengan kekuatan adidayanya?

Semuanya terjawab dalam jalinan cerita yang membius. Aneka petualangan memenuhi halaman demi halaman buku ini. Mengalir, mengasyikkan. Dengan bahasa yang ringan dan mudah dicerna, buku ini pas diperuntukkan bagi segala usia. Penggambaran detilnya membuat pembaca bak menyaksikan serunya perjalanan fantasi ini.

Alur cerita kemudian bergerak naik turun, mengaduk emosi. Ada episode-episode yang mengharu biru. Tak kurang pula sentuhan suspense yang mencekam, penuh ketegangan. Suasana humor dan kocak pun turut meningkahi, dengan taburan bumbu-bumbu lucu, menampilkan keriangan petualangan empat keparat kecil ini. Bermunculan pula kejutan-kejutan tak terduga. Konflik diciptakan penulis dengan dinamis, dan pembaca tidak dengan mudah menebak ujung sebuah peristiwa.

Unsur keindonesiaan yang merupakan nafas Tasaro dalam karya-karyanya, tampil dalam setting tempat yang bernama Kedhalu, sebuah negeri antah berantah, yang suasananya asri beraroma alam pedesaan khas nusantara. Indah dan permai.

Unsur lain yang selalu ingin dimunculkan Tasaro, adalah unsur keislaman, pun hadir dalam buku ini. Ada Kuil Perak, yang digambarkan sebagai tempat orang-orang suci dan alim. Yaitu, orang-orang santun yang senantiasa saling mengucap salam. Salam yang berhubungan dengan perlindungan Sang Maha Kuasa, yang maksud ucapannya adalah memohon kepada Sang Maha Kuasa agar orang di hadapannya diberi perlindungan. Menjawabnya dengan benar, bermakna serupa. Ucapan salam itu sendiri adalah Assalaamu’alaikum - Wa’alaikumsalaam, yang dialihbahasakan ke dalam bahasa Kedhalu, menjadi: Nyabhamalunyamanyipul – Ganyamanyipulbhamal. Ada juga penggambaran tentang adab makan yang dijalankan oleh  penduduk Thedany, sebuah wilayah di Kedhalu Selatan yang kuat unsur keagamaannya. Mereka makan tak bersuara, tidak sambil berdiri apalagi berjalan. Mereka pun dilarang membuang-buang makanan (adaptasi dari larangan bertindak mubazir). Selain itu, dengan takzim mereka senantiasa menyembah pada sesembahannya, menjaga harmoni alam, dan berperilaku baik terhadap sesama. Tidak hanya itu, masih banyak nuansa keislaman yang tersirat dalam buku ini.

Ide Tasaro menciptakan bahasa Kedhalu, cukup menarik. Mungkin agar bukunya ini lebih ‘sah’ sebagai novel fantasi. Kalaupun ada pro-kontra, saya pikir itu biasa. Beberapa pembaca mengeluhkan kesulitan melafalkan bunyi, namun pembaca lain tetap merasa asik-asik saja. Tapi menurut saya, memang akan lebih seru bila terjemahan kata tersebut tidak langsung ke dalam bahasa Indonesia. Setelah kita tahu kode sandi bahasa Kedhalu, bahasa aneh itu  menjadi terang benderang. Entahlah, barangkali Tasaro tidak mau membuat susah pembaca juga.

Ada satu hal yang agak mengganggu, yaitu tentang bhepomany, sebuah tempat berlatih untuk mematangkan kemampuan pughaba. Sebetulnya kita bisa tangkap maknanya seperti sebuah padepokan silat. Namun adanya istilah ‘kelas’ menyiratkan itu benar-benar sebuah sekolah, yang mirip-mirip sekolahnya Harry Potter. Padahal kalau dicitrakan laksana padepokan silat, suasana Indonesia yang selalu ditonjolkan Tasaro dalam karya-karyanya, akan lebih terasa.

Terlepas dari itu, novel ini benar-benar membanggakan. Sebuah karya anak negeri dengan kelas dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar