Sabtu, 17 Maret 2012

Potret Buram Album Cyber Crime dan Human Trafficking

Judul      :  Persona Non Grata (Yang Terbuang)
Penulis    :  Riawani Elyta
Penerbit  :  Gizone – Kelompok Penerbit Indiva Media Kreasi
Cetakan I :  Desember 2011
ISBN         :  978-602-8277-50-1

Aku tak perlu bercerita panjang lebar akan apa yang kualami setelah itu. Karena aku yakin, itu bukan cerita yang pertama kali kau dengar. Bahkan mungkin saja kau sudah muak, gerah, atau justru menganggapnya tak lebih fenomena belaka yang memang dikondisikan untuk selalu ada. Agar mereka yang berada di lembaga-lembaga sosial selalu punya pekerjaan, agar para pria hidung belang tetap punya wadah untuk melampiaskan kelebihan uang dan nafsu, agar pabrik ARV tetap eksis, agar para feminis dan pengusung HAM tetap punya korban untuk mereka perjuangkan sebagai bentuk kepedulian.(halaman 269)

Rentetan kalimat di atas begitu menohok, merupakan cuplikan dari novel yang akan kita bicarakan di bawah ini. Diucapkan oleh seorang perempuan korban human trafficking. Aroma putus asa kental terhirup di dalamnya. Merasa terpinggirkan dan hanya menjadi beban. Kadang didengarkan tetapi tak dihiraukan. Menuai rasa iba, namun hanya terhenti di situ atau bahkan menjadi imun, dan menganggap kisah kelam perempuan-perempuan teraniaya itu tak lebih dari realitas sosial belaka. Sehingga permasalahan ini tak kunjung diurai tuntas sampai sel terkecil di dalamnya.

“Persona Non Grata” ditulis oleh Riawani Elyta, seorang novelis cerdas, yang bisa dibilang pendatang baru dalam khazanah novel Indonesia. Boleh jadi Anda belum mengenalnya, karena memang popularitasnya belum menyamai Tere Liye atau Andrea Hirata. Tapi, cobalah membaca karyanya, Anda akan dibuat terpukau oleh jalinan cerita yang dihidangkannya dalam gaya bahasa yang mengalir lincah namun tak menghilangkan bobot kualitasnya.

Novel ini berkisah tentang petualangan pemuda tampan bernama Dean Pramudya, anak pengusaha papan atas negeri ini, yang dengan kepiawaiannya di bidang komputer mengantarkannya menjadi leader dalam sebuah komunitas crackers, dan menahbiskan dirinya sebagai The Prince. Ia dan anggota-anggotanya yang berotak encer, yang tergabung dalam Cream Crackers, berasyik masyuk dalam kegiatan yang tidak hanya mengandalkan ketajaman otak, namun juga memacu adrenalin. Dengan lihai mereka membajak rekening-rekening para milyarder, mulai dari pembuatan kartu kredit palsu, pembobolan ATM, hingga menyelusup ke internet banking.

Motivasi para anggota CC (Cream Crackers) beragam, ada yang tergiur oleh rupiah yang dihasilkan, juga ada yang tersebab dendam pribadi pada pihak tertentu. Dean sendiri, sebagai pewaris tahta kerajaan bisnis ayahnya yang menggurita, tentu mustahil karena alasan rupiah. Anda bisa memahaminya setelah membaca utuh novel ini.

Ketegangan demi ketegangan mewarnai perjalanan Dean dalam aksinya.  Membidik permasalahan cyber crime tidak menjadikannya sebagai tempelan belaka, namun penguasaan penulis tentang seluk beluk model kejahatan kerah putih ini, sungguh patut diacungi jempol. Pembaca disuguhi oleh berbagai info tentang istilah-istilah dalam dunia crackers, juga modus yang dilakukan oleh mereka.

Jangan mengerutkan kening dulu dan beranggapan bahwa ini adalah novel kriminal yang njelimet. Sisi romansa tetap hadir dalam kisah cinta yang syahdu dan mengharu biru. Cinta Dean berlabuh pada seorang pelacur, korban human trafficking. Di sinilah kecerdasan penulis bermain, menyandingkan dua permasalahan yang hingga saat ini masih menjadi benang kusut di negeri ini: Kejahatan kerah putih dan penjualan gadis-gadis di bawah umur sebagai komoditi seks.

Perpaduan dua hal ini menyeret pembaca pada sebuah kenyataan pahit yang terjadi, yang entah hingga kapan akan usai. Penuturannya, lagi-lagi disertai dengan pengetahuan yang dalam tentang fakta tersebut, tampak rinci dan detil, dengan tetap dibalut oleh bahasa yang ringan namun tidak terlepas dari diksi yang cantik.

Kisah perempuan penjaja seks, tidak terlepas dari penyakit menyeramkan akibat digerogoti virus HIV. Maka dalam novel ini juga hadir kisah perjuangan para ODHA, yang ternyata tidak hanya tersebab ia pelaku seks komersial, namun karena tertulari oleh orang terdekatnya. Bagaimana jatuh bangun mereka di sisa hidupnya, diungkap secara halus dan terasa menyentuh.

Lalu bagaimana kelanjutan kisah cinta Dean dengan pujaan hatinya? Akankah mereka bersatu? Dan, bagaimana pula dengan aksi kejahatan yang dipimpin Dean, The Prince, terbongkarkah oleh aparat penegak hukum? Atau, apakah Dean tetap aman di balik nama besar ayahnya? Semuanya menjadi jalinan cerita apik dengan alur melompat-lompat nan lincah yang mengaduk emosi. Saya bisa merasakan gairah penulis yang dengan excited menghadirkan misteri-misteri yang menjadi kejutan-kejutan mencengangkan, kemudian. Pembaca akan mendapati selubung rahasia-rahasia itu terbuka tanpa bisa menduga sebelumnya. Meski ada beberapa yang mungkin tidak meleset dari dugaan Anda, namun penyampaiannya tetap smooth.

Satu lagi keahlian sang penulis adalah menyuguhkan setting yang menawan dengan detil nyaris sempurna. Mungkin saat latar mengambil lokasi di Batam, agak masuk akal dikenali dengan baik, karena tempat tinggal penulis tidak jauh dari sana. Tapi ketika memasuki ibukota, wow.. lekuk liku belantara Jakarta pun dikuasainya dengan sangat baik. Termasuk ketika membicarakan Bali yang menjadi tempat persinggahan Dean di akhir cerita.

Selain setting tempat, penulis pun fasih menuturkan setting suasana, kondisi tempat, dan gambaran fisik serta psikis tokoh-tokohnya. Pembaca benar-benar dimanjakan dalam hal ini.

Ada sedikit yang mengganggu, yaitu tentang nama Dean. Saya pikir, ini akan dibaca seperti ‘Den’, yang kita ucapkan saat menyebut nama James Dean. Namun ternyata, teman-teman serta keluarganya, memanggil potongan namanya dengan ‘De..’. Ini membuat saya bertanya-tanya, apakah ‘Dean’ yang dimaksud dipanggil dengan sebutan ‘De-An’..? Hmm.. cukup aneh buat saya.

Lalu ketika berbicara tentang Rowena, tidak ada info di mana dia tinggal sebelum menikah dengan Arya. Terasa janggal saat Raisa menemuinya, yang konon menempuh jarak ribuan mil. Bukankah Raisa diperdagangkan di Batam? Dan Rowena pun saat itu tinggal di Batam?

Oh ya, tentang judul novel ini, apa yang Anda pikirkan tentangnya? Sejujurnya, saya teringat pelajaran IPS masa sekolah dulu tentang hubungan diplomatik antarnegara atau tentang kebijakan politik suatu negara.  Menurut Wikipedia, persona non grata adalah sebuah istilah dalam bahasa Latin yang dipakai dalam perkancahan politik dan diplomasi Internasional. Makna harfiahnya adalah orang yang tidak diinginkan. Orang-orang yang dipersona-non-gratakan biasanya tidak boleh hadir di suatu tempat atau negara. Apabila ia sudah berada di negara tersebut, maka ia harus diusir atau dideportasi. Nah, dalam novel ini, Persona Non Grata bermakna harfiah yaitu orang-orang yang tidak diinginkan, atau seperti yang juga terdapat di bawah judul tersebut, ditulis dalam tanda kurung yaitu: Yang Terbuang. Jadi, hilangkan dari pikiran Anda bahwa cerita dalam novel ini akan melibatkan lebih dari satu negara.

Sekarang kita bicara tentang cover. Dominasi warna biru, terasa membosankan. Pun sosok lelaki tampak belakang, berjaket dengan capuchon, kurang mencerminkan sosok Dean yang tampan dan brilian. Tampaknya akan lebih baik bila sosok itu tidak dalam bentuk setengah badan, sehingga dalam wujud utuh (meski tampak belakang) akan lebih menampilkan aura tampan dan pintarnya tersebut. Namun, ada yang menarik pada cover ini, yaitu sepasang mata milik perempuan, yang saya pikir cukup merepresentasikan mata almond nan menawan, yang dipunyai tokoh perempuan dalam novel ini, yang tidak lain yaitu gadis yang memikat hati Dean. FYI, mata indah ini juga mirip dengan wujud asli mata sang penulis.

Terlepas dari sedikit hal yang mengganjal saya selaku pembaca, novel ini sangat layak direkomendasikan sebagai bacaan cerdas yang terasa maskulin namun tetap menonjolkan sisi feminin. Ia pun mengajak pembaca pada perenungan akan penerimaan hamba atas sesuatu yang bernama takdir, dan kesempatan sisa waktu yang dimiliki, untuk sebuah pertobatan. Ini juga salah satu ciri khas penulis yang satu ini, yang senantiasa menonjolkan sisi humanis dengan penekanan pada nilai-nilai Islam.

Setelah novel sebelumnya karya penulis, meraih best seller, tampaknya novel ini pun akan mengikuti jejak ke arah itu. Dijamin Anda tidak akan menyesal membelinya dan menghabiskan waktu dengan membacanya, mengingat hal-hal yang telah saya sebutkan di awal. Tidak heran bila karya ini meraih predikat gelar juara ke-2 dalam event Sayembara Novel Inspiratif pada tahun 2010 lalu, yang diselenggarakan oleh Penerbit Indiva.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar